Sesuai dengan KUHP pasal 362 disebutkan bahwa yang dimaksud pencurian adalah “Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900,-“. Bunyi pasal tersebut adalah rumusan dasar dari pada pencurian.
Sedangkan yang dimaksud pencurian ringan adalah perbuatan yang diterangkan menurut pasal 362 KUHP, jika barang yang dicuri itu tidak lebih dari 250 rupiah, selain itu pencurian ringan juga diterangkan dalam pasal 363 ayat 4 tentang pencurian yang dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih dan yang diterangkan dalam pasa 363 ayat 5 tentang pencurian yang dilakukan oleh tersangka dengan masuk ketempat kejadian dengan cara membongkar, merusak atau dengan menggunakan kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu sepanjang barang yang dicuri nilainya kurang dari Rp 250,- maka dikategorikan sebagai pencurian ringan.
Awaludin Hendra (2010) nilai Rp 250,- dasar hukumnya adalah PERPU 16/1960, Pasal I (dg huruf Romawi) bunyinya: ”Kata-kata vijfen twintie gulden dalam pasal-pasal 364, 373 379, 384 dan 407 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana diubah menjadi, dua ratus lima puluh rupiah”.
Namun meskipun barang yang dicuri nilainya kurang dari Rp 250,- apabila dilakukan diluar ketentuan yang tersebut diatas maka tidak dapat di kategorikan sebagai pencurian ringan. Sebagai contoh adalah pencurian hewan ( pasal 363 ayat 1), pencurian pada saat bencana dan kebakaran ( pasal 363 ayat 2), pencurian pada malam hari ( pasal 363 ayat 3) dan pencurian dengan kekerasan ( pasal 365).
Fenomena yang menjadi pertanyaan adalah apakah nilai Rp 250,- tersebut masih relevan untuk diterapkan pada saat ini, KUHP tersebut terakhir direvisi pada tahun 1960 dimana harga barang-barang masih relative murah, sedangkan saat ini kondisi harga barang sudah jauh lebih mahal.
Jika mau diterapkan, jumlah Rp. 250 tersebut terlalu ringan dibandingkan nilai uang pada waktu sekarang. Untuk mengetahui jumlah Rp. 250 di tahun 1960 nilainya sama dengan berapa rupiah di tahun ini harus dilakukan perbandingan nilai. Menurut Awaludin Hendra (2010) parameter untuk mengetahui nilai uang Rp. 250,- di tahun 1960 dengan tahun sekarang maka parameter yang harus kita pakai adalah mata uang juga tapi mata uang yang tidak ditandatangani oleh gubernur BI yaitu emas, nilai Rp. 250,- tahun 1960 adalah sama dengan 10 gram emas, dan harga emas per gramnya sekarang adalah sekira Rp. 350.000,- sehingga bila kita menggunakan patokan harga emas maka seharusnya yg menjadi patokan nilai kerugian adalah 10 gram emas sekarang yaitu sekira Rp. 3.500.000,-
Parameter ini tidak serta merta akan bisa dijadikan ukuran untuk menilai suatu kasus pencurian tergolong sebagai pencurian ringan atau bukan, karena nilai uang Rp 3.500.000,- untuk saat ini sudah tergolong bes
Sesuai dengan KUHP pasal 362 disebutkan bahwa yang dimaksud pencurian adalah “Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900,-“. Bunyi pasal tersebut adalah rumusan dasar dari pada pencurian.
Sedangkan yang dimaksud pencurian ringan adalah perbuatan yang diterangkan menurut pasal 362 KUHP, jika barang yang dicuri itu tidak lebih dari 250 rupiah, selain itu pencurian ringan juga diterangkan dalam pasal 363 ayat 4 tentang pencurian yang dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih dan yang diterangkan dalam pasa 363 ayat 5 tentang pencurian yang dilakukan oleh tersangka dengan masuk ketempat kejadian dengan cara membongkar, merusak atau dengan menggunakan kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu sepanjang barang yang dicuri nilainya kurang dari Rp 250,- maka dikategorikan sebagai pencurian ringan.
Awaludin Hendra (2010) nilai Rp 250,- dasar hukumnya adalah PERPU 16/1960, Pasal I (dg huruf Romawi) bunyinya:
”Kata-kata vijfen twintie gulden dalam pasal-pasal 364, 373 379, 384 dan 407 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana diubah menjadi, dua ratus lima puluh rupiah”.
Namun meskipun barang yang dicuri nilainya kurang dari Rp 250,- apabila dilakukan diluar ketentuan yang tersebut diatas maka tidak dapat di kategorikan sebagai pencurian ringan. Sebagai contoh adalah pencurian hewan ( pasal 363 ayat 1), pencurian pada saat bencana dan kebakaran ( pasal 363 ayat 2), pencurian pada malam hari ( pasal 363 ayat 3) dan pencurian dengan kekerasan ( pasal 365).
Fenomena yang menjadi pertanyaan adalah apakah nilai Rp 250,- tersebut masih relevan untuk diterapkan pada saat ini, KUHP tersebut terakhir direvisi pada tahun 1960 dimana harga barang-barang masih relative murah, sedangkan saat ini kondisi harga barang sudah jauh lebih mahal.
Jika mau diterapkan, jumlah Rp. 250 tersebut terlalu ringan dibandingkan nilai uang pada waktu sekarang. Untuk mengetahui jumlah Rp. 250 di tahun 1960 nilainya sama dengan berapa rupiah di tahun ini harus dilakukan perbandingan nilai. Menurut Awaludin Hendra (2010) parameter untuk mengetahui nilai uang Rp. 250,- di tahun 1960 dengan tahun sekarang maka parameter yang harus kita pakai adalah mata uang juga tapi mata uang yang tidak ditandatangani oleh gubernur BI yaitu emas, nilai Rp. 250,- tahun 1960 adalah sama dengan 10 gram emas, dan harga emas per gramnya sekarang adalah sekira Rp. 350.000,- sehingga bila kita menggunakan patokan harga emas maka seharusnya yg menjadi patokan nilai kerugian adalah 10 gram emas sekarang yaitu sekira Rp. 3.500.000,-
Parameter ini tidak serta merta akan bisa dijadikan ukuran untuk menilai suatu kasus pencurian tergolong sebagai pencurian ringan atau bukan, karena nilai uang Rp 3.500.000,- untuk saat ini sudah tergolong bes