dhiyafauzia
Upaya Penyelesaian Dalam Pelanggran HAM 1. Pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II Meskipun DPR RI telah merekomendasikan agar kasus Semanggi I dan II ditindak lanjuti dengan Pengadilan Umum dan Pengadilan Militer, namun sehubungan dengan adanya dugaan telah terjadinya pelanggaran HAM berat, tuntutan keadilan bagi keluarga korban dan masyarakat, dan dalam rangka penegakan hukum dan penghormatan hak asasi manusia, dipandang perlu Komnas HAM melakukan penyelidikan dengan membentuk Komisi Penyelidikan Pelanggaran HA Semanggi I, dan Semanggi II. Maka dalam Rapat Paripurna Komnas HAM tanggal 5 Juni 2001 menyepakati pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II yang selanjutnya dituangkan dalam SK Nomor 034/KOMNAS HAM/VII/ 2001 tanggal 27 Agustus2001.
2. Landasan Hukum Pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II didasarkan atas: a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. b) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. c) Keputusan Rapat Paripurna Komnas HAM tanggal 5 Juni 2001. d) Keputusan Ketua Komnas HAM Nomor 034/KOMNAS HAM/VII/2001 tanggal 27 Agustus 2001 tentang Pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia peristiwa Semanggi I& II.
3. Tugas dan Wewenang Tugas dan wewenang KPP HAM Semanggi I, dan Semanggi II adalah : a) Melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang terjadi dan kasus-kasus yang berkaitan b) Meminta keterangan pihak-pihak korban c) Memanggil dan memeriksa saksi-saksi dan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia d) Mengumpulkan bukti-bukti tentang dugaan pelanggaran hak asasi manusia e) Meninjau dan mengumpulkanketerangan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu f) Kegiatan lain yang dianggap perlu Penyelesaian kasus trisakti nasibnya kurang lebih sama dengan reformasi, yaitu mati suri. Bertahun-tahun sudah kasus terjadi, tapi para pelaku tidak pernah terungkap dengan terang benderang, sehingga mereka tak pernah dibawa ke meja hijau. Padahal Komnas HAM menengarai adanya pelanggaran HAM berat pada penangan demonstrasi mahasiswa Trisakti 12 Mei 1998. Salah satu indikasi sulitnya membongkar kasus ini adalah keterlibatan orang-orang penting (berkuasa) pada saat itu atau bahkan sampai saat ini sehingga ada banyak kepentingan yang menghalang-halangi penuntasa kasus ini.Tahun demi tahun terus bergulir. Pemerintah (presiden) pun telah beberapa kali berganti, namun penyelesaian kasus trisakti tidak tahu rimbanya. Komnas HAM menyatakan bahwa mereka telah menyerahkan laporan penyalidikan kasus itu sejak 6 Januari 2005 kepada Kejaksaan Agung. Namun sampai saat ini tidak ada tindak lanjut yang jelas yang dapat diketahui masyarakat terutama keluarga korban. Untuk itu diperlukan keseriusan, kejujuran, dan kebranian berbagai pihak untuk menuntaskan kasus ini. Presiden serta menkopolhukam dan kementrian hukum dan HAM yang ada dibawahnya harus bertindak. DPR memberikan pengawasan dan meningkatkan pemerintah, Kejaksaan Agung harus mengambil langkah strtegis. Demikian juga keberadaan Komnas HAM dan pihak lainnya untuk sama-sama mencari solusi penyelesaian kasus ini.
1. Pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II Meskipun DPR RI telah merekomendasikan agar kasus Semanggi I dan II ditindak lanjuti dengan Pengadilan Umum dan Pengadilan Militer, namun sehubungan dengan adanya dugaan telah terjadinya pelanggaran HAM berat, tuntutan keadilan bagi keluarga korban dan masyarakat, dan dalam rangka penegakan hukum dan penghormatan hak asasi manusia, dipandang perlu Komnas HAM melakukan penyelidikan dengan membentuk Komisi Penyelidikan Pelanggaran HA Semanggi I, dan Semanggi II. Maka dalam Rapat Paripurna Komnas HAM tanggal 5 Juni 2001 menyepakati pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II yang selanjutnya dituangkan dalam SK Nomor 034/KOMNAS HAM/VII/ 2001 tanggal 27 Agustus2001.
2. Landasan Hukum Pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II didasarkan atas:
a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
b) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
c) Keputusan Rapat Paripurna Komnas HAM tanggal 5 Juni 2001.
d) Keputusan Ketua Komnas HAM Nomor 034/KOMNAS HAM/VII/2001 tanggal 27 Agustus 2001 tentang Pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia peristiwa Semanggi I& II.
3. Tugas dan Wewenang Tugas dan wewenang KPP HAM Semanggi I, dan Semanggi II adalah :
a) Melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang terjadi dan kasus-kasus yang berkaitan
b) Meminta keterangan pihak-pihak korban
c) Memanggil dan memeriksa saksi-saksi dan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia
d) Mengumpulkan bukti-bukti tentang dugaan pelanggaran hak asasi manusia e) Meninjau dan mengumpulkanketerangan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu
f) Kegiatan lain yang dianggap perlu Penyelesaian kasus trisakti nasibnya kurang lebih sama dengan reformasi, yaitu mati suri. Bertahun-tahun sudah kasus terjadi, tapi para pelaku tidak pernah terungkap dengan terang benderang, sehingga mereka tak pernah dibawa ke meja hijau. Padahal Komnas HAM menengarai adanya pelanggaran HAM berat pada penangan demonstrasi mahasiswa Trisakti 12 Mei 1998. Salah satu indikasi sulitnya membongkar kasus ini adalah keterlibatan orang-orang penting (berkuasa) pada saat itu atau bahkan sampai saat ini sehingga ada banyak kepentingan yang menghalang-halangi penuntasa kasus ini.Tahun demi tahun terus bergulir. Pemerintah (presiden) pun telah beberapa kali berganti, namun penyelesaian kasus trisakti tidak tahu rimbanya. Komnas HAM menyatakan bahwa mereka telah menyerahkan laporan penyalidikan kasus itu sejak 6 Januari 2005 kepada Kejaksaan Agung. Namun sampai saat ini tidak ada tindak lanjut yang jelas yang dapat diketahui masyarakat terutama keluarga korban. Untuk itu diperlukan keseriusan, kejujuran, dan kebranian berbagai pihak untuk menuntaskan kasus ini. Presiden serta menkopolhukam dan kementrian hukum dan HAM yang ada dibawahnya harus bertindak. DPR memberikan pengawasan dan meningkatkan pemerintah, Kejaksaan Agung harus mengambil langkah strtegis. Demikian juga keberadaan Komnas HAM dan pihak lainnya untuk sama-sama mencari solusi penyelesaian kasus ini.