pada 7 maret 1942 jepang berhasil menguasai Lembang, Jawa Barat. Oleh karena itu, jenderal imamura meminta belanda menyerah tanpa syarat. jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi belanda, tindakan yang akan dilakukan jepang adalah..
a. mengebom kota bandung dari udara b. mengepung markas belanda di bandung c. memulangkan pasukan belanda secara paksa d. menangkap para pegawai pemerintahan belanda di jawa e. menenggelamkan kapal-kapal belanda di pelabuhan banten
Sore hari tanggal 7 Maret 1942 Lembang jatuh ke tangan Jepang. Jepang berhasil memaksa pasukan KNIL (Koninklijk Netherlandsch Indische Leger) di bawah komando Letjen Ter Poorten melakukan gencatan senjata.
Mayjen JJ Pesman pun mengirim utusan ke Lembang untuk melakukan perundingan.
Baca juga: Perjanjian Kalijati, Ketika Belanda Serahkan Indonesia ke Jepang
Jenderal Imamura meminta agar perundingan dilakukan dengan Gubernur Jenderal Tjarda van Starkendborgh Strachouwer di Kalijati, Subang pada pagi hari tanggal 8 Maret 1942.
Setelah menerima permintaan itu, Letjen Ter Poorten meminta Gubernur Jenderal Tjarda menolaknya.
Mendengar penolakan itu, Jenderal Imamura mengeluarkan ultimatum.
Bila pada pagi hari 8 Maret 1942 pukul 10.00 para petinggi Belanda belum juga berada di Kalijati, maka Bandung akan dibom sampai hancur.
Sebagai bukti bahwa ancaman itu bukan sekadar gertakan, sejumlah besar pesawat pengebom Jepang disiagakan di Landasan Udara Kalijati.
Melihat perkembangan yang semakin mengkhawatirkan, Jenderal Ter Poorten pemimpin Angkatan Perang Hindia Belanda dihadapkan pada situasi kritis.
Letjen Ter Poorten dan Gubernur Tjarda mengutus Mayjen JJ Pesman, untuk menghubungi Komandan Tentara Jepang dalam upaya melakukan perundingan.
Namun utusan Belanda ini ditolak mentah-mentah Panglima Imamura. Dia hanya mau berbicara dengan Panglima Tentara Belanda atau Gubenur Jenderal.
Perundingan singkat
Pertemuan yang semula direncanakan di Jalan Cagak Subang, akhirnya berlangsung di rumah dinas seorang perwira staf Sekolah Penerbang Hindia Belanda di Lanud Kalijati pada 8 Maret 1942.
Rumah itu kini menjadi Museum Rumah Sejarah yang lokasinya berada di Komplek Garuda E-25 Lanud Suryadarma, Kalijati, Subang Jawa Barat.
Transkrip perundingan Kalijati dimuat oleh Harian Asia Raya dengan judul "Peristiwa Akhir Sedjarah Pemerintah Belanda di Indonesia" pada 9 Maret 1943.
Imamura: Apakah tuan sanggup membicarakan di sini tentang menyerah atau meneruskan perang?
Tjarda: Itu tidak bisa.
Imamura: Apa sebabnya?
Tjarda: Bahwa kami sebagai Gubernur Jenderal di Hindia Belanda, sampai pada akhir ini mempunyai hak memimpin balatentara. Tapi baru-baru ini hak tertinggi ini dijabat kembali oleh Wilhelmina.
Ter Poorten: Saya pun tidak mempunyai hak sedemikian.
Imamura: Jika demikian, tuan-tuan datang kemari untuk apa? Apa sebabnya memajukan penghentian perang pada tanggal 7 kemarin dengan memakai utusan militer?
Tjarda: Kami memajukan penghentian perang karena kita tak tahan hati bahwa kota Bandung akan mengalami bencana yang lebih hebat daripada ini dan hendak membuka pintu Bandung untuk Balatentara Nippon.
Tjarda: Saya tidak berhak. Hanya Wilhelmina yang mempunyai kuasa. Dan untuk mengadakan perhubungan dengan Wilhelmina tidak mungkin.
Pihak Belanda terus mengelak dan berdalih tak berkuasa.
Imamura gusar dengan jawaban yang berputar-putar. Ia menegaskan hanya meminta penyerahan diri Belanda atau melanjutkan perang.
Imamura: Apakah Tuan menjerah tanpa syarat?
Ter Poorten: Saya hanya dapat menyampaikan kapitulasi Bandung.
Imamura: Jika maksud Tuan hanya hendak menyerahkan Bandung dan tidak mau menyerah, sebagaimana yang tuan pertahankan, tak berguna lagi untuk meneruskan pembicaraan ini. Berarti tuan memilih melanjutkan perang.
Ter Poorten: Suatu hal yang nyata bagi kami ialah bahwa tentara Belanda sudah terang dan nyata tiada dapat melawan Nippon.
Pengakuan Ter Poorten membuat Tjarda marah. Tjarda tak mau menyerah. Ia menginginkan perang diteruskan lewat gerilya dengan pangkalan di daerah Bandung selatan.
Namun perundingan di Kalijati itu tak berlangsung lama. Saat itu juga, Ter Poorten dan Tjarda secara resmi menandatangi dokumen kapitulasi atau penyerahan tanpa syarat Hindia Belanda kepada Jepang.
Imamura memberi waktu kepada Belanda untuk menyerahkan senjata dan mengentikan perang. Ia meminta penyerahan diri Belanda diumumkan lewat radio.
Keesokan harinya, 9 Maret 1942, setelah radio mengumumkan penyerahan diri Belanda pukul 10.00 Ter Poorten menghadap Imamura. Ia datang tanpa Tjarda.
Jawaban:
a. mengebom kota Bandung dari udara
Penjelasan:
Sore hari tanggal 7 Maret 1942 Lembang jatuh ke tangan Jepang. Jepang berhasil memaksa pasukan KNIL (Koninklijk Netherlandsch Indische Leger) di bawah komando Letjen Ter Poorten melakukan gencatan senjata.
Mayjen JJ Pesman pun mengirim utusan ke Lembang untuk melakukan perundingan.
Baca juga: Perjanjian Kalijati, Ketika Belanda Serahkan Indonesia ke Jepang
Jenderal Imamura meminta agar perundingan dilakukan dengan Gubernur Jenderal Tjarda van Starkendborgh Strachouwer di Kalijati, Subang pada pagi hari tanggal 8 Maret 1942.
Setelah menerima permintaan itu, Letjen Ter Poorten meminta Gubernur Jenderal Tjarda menolaknya.
Mendengar penolakan itu, Jenderal Imamura mengeluarkan ultimatum.
Bila pada pagi hari 8 Maret 1942 pukul 10.00 para petinggi Belanda belum juga berada di Kalijati, maka Bandung akan dibom sampai hancur.
Sebagai bukti bahwa ancaman itu bukan sekadar gertakan, sejumlah besar pesawat pengebom Jepang disiagakan di Landasan Udara Kalijati.
Melihat perkembangan yang semakin mengkhawatirkan, Jenderal Ter Poorten pemimpin Angkatan Perang Hindia Belanda dihadapkan pada situasi kritis.
Letjen Ter Poorten dan Gubernur Tjarda mengutus Mayjen JJ Pesman, untuk menghubungi Komandan Tentara Jepang dalam upaya melakukan perundingan.
Namun utusan Belanda ini ditolak mentah-mentah Panglima Imamura. Dia hanya mau berbicara dengan Panglima Tentara Belanda atau Gubenur Jenderal.
Perundingan singkat
Pertemuan yang semula direncanakan di Jalan Cagak Subang, akhirnya berlangsung di rumah dinas seorang perwira staf Sekolah Penerbang Hindia Belanda di Lanud Kalijati pada 8 Maret 1942.
Rumah itu kini menjadi Museum Rumah Sejarah yang lokasinya berada di Komplek Garuda E-25 Lanud Suryadarma, Kalijati, Subang Jawa Barat.
Transkrip perundingan Kalijati dimuat oleh Harian Asia Raya dengan judul "Peristiwa Akhir Sedjarah Pemerintah Belanda di Indonesia" pada 9 Maret 1943.
Imamura: Apakah tuan sanggup membicarakan di sini tentang menyerah atau meneruskan perang?
Tjarda: Itu tidak bisa.
Imamura: Apa sebabnya?
Tjarda: Bahwa kami sebagai Gubernur Jenderal di Hindia Belanda, sampai pada akhir ini mempunyai hak memimpin balatentara. Tapi baru-baru ini hak tertinggi ini dijabat kembali oleh Wilhelmina.
Ter Poorten: Saya pun tidak mempunyai hak sedemikian.
Imamura: Jika demikian, tuan-tuan datang kemari untuk apa? Apa sebabnya memajukan penghentian perang pada tanggal 7 kemarin dengan memakai utusan militer?
Tjarda: Kami memajukan penghentian perang karena kita tak tahan hati bahwa kota Bandung akan mengalami bencana yang lebih hebat daripada ini dan hendak membuka pintu Bandung untuk Balatentara Nippon.
Imamura: Kalau begitu, balatentara (Belanda) menyerah seluruhnya saja.
Tjarda: Saya tidak berhak. Hanya Wilhelmina yang mempunyai kuasa. Dan untuk mengadakan perhubungan dengan Wilhelmina tidak mungkin.
Pihak Belanda terus mengelak dan berdalih tak berkuasa.
Imamura gusar dengan jawaban yang berputar-putar. Ia menegaskan hanya meminta penyerahan diri Belanda atau melanjutkan perang.
Imamura: Apakah Tuan menjerah tanpa syarat?
Ter Poorten: Saya hanya dapat menyampaikan kapitulasi Bandung.
Imamura: Jika maksud Tuan hanya hendak menyerahkan Bandung dan tidak mau menyerah, sebagaimana yang tuan pertahankan, tak berguna lagi untuk meneruskan pembicaraan ini. Berarti tuan memilih melanjutkan perang.
Ter Poorten: Suatu hal yang nyata bagi kami ialah bahwa tentara Belanda sudah terang dan nyata tiada dapat melawan Nippon.
Pengakuan Ter Poorten membuat Tjarda marah. Tjarda tak mau menyerah. Ia menginginkan perang diteruskan lewat gerilya dengan pangkalan di daerah Bandung selatan.
Namun perundingan di Kalijati itu tak berlangsung lama. Saat itu juga, Ter Poorten dan Tjarda secara resmi menandatangi dokumen kapitulasi atau penyerahan tanpa syarat Hindia Belanda kepada Jepang.
Imamura memberi waktu kepada Belanda untuk menyerahkan senjata dan mengentikan perang. Ia meminta penyerahan diri Belanda diumumkan lewat radio.
Keesokan harinya, 9 Maret 1942, setelah radio mengumumkan penyerahan diri Belanda pukul 10.00 Ter Poorten menghadap Imamura. Ia datang tanpa Tjarda.