Menurun adat minangkabau apapun yang akan dilakukan oleh seorang sumando harus meminta izin kpd ....
faris371
Dalam kekerabatan matrilineal, seorang suami juga menjadi sumando diatas rumah istrinya. ia dipanggil sumando oleh saudara-saudara laki-laki istrinya. sebagai sumando, bapak memiliki kewajiban tertentu yang harus dipenuhinya. Selain itu, sebagai sumando, bapak adalah tamu terhormat di rumah istrinya. ia menjadi tamu, karena kehadirannya di rumah istri dijemput secara adat oleh keluarga istri.

Sebagai sumando, bapak berkewajiban untuk mengikuti segala ketentuan adat yang berlaku. Ia harus patuh kepada perintah mamak. Adat yang berlaku di rumah istrinya juga harus dijalankan. Selain itu, bapak sebagai sumando harus memiliki budi pekerti yang baik, tidak berbuat atau bertingkah laku menurut kehendak hatinya. Ia harus arif dan bijaksana, tahu dengan “kato malereang” tahu dengan “kato kieh” baik yang diungkapkannya maupun yang diungkapkan oleh orang di atas rumah istrinya.
Seorang sumando harus patuh kepada mamak di rumah istri, oleh karena ia seperti “abu di ateh tunggua”. Ia dapat bertahan di atas rumah ketika “angin tidak kencang”. Kalau “angin kencang”, ia akan pergi, akan meninggalkan rumah. Artinya kedudukan bapak sebagai sumando tidaklah kuat, ia mudah pergi, mudah melepaskan diri, terutama bila kesesuaian dengan istrinya tidak ada lagi.
Jika terjadi perceraian, sumando (bapak) yang meninggalkan rumah. Istri tetap berada di rumahnya, istri tetap tinggal di rumah gadangnya, ia akan menjadi tanggungjawab mamaknya. Namun demikian, sebagai orang yang beradat, ia harus mengikuti aturan tertentu. Jika dahulu ia dijemput secara adat, maka perginya setelah perceraian juga menurut adat yang berlaku. Dalam sebuah ungkapan menyatakan “datang tampak muka, pergi tampak punggung”, begitu menurut adat Minangkabau.
3 votes Thanks 2
NsNdropshot
Kepada semua pihak yang terlibat dalam acara

Sebagai sumando, bapak berkewajiban untuk mengikuti segala ketentuan adat yang berlaku. Ia harus patuh kepada perintah mamak. Adat yang berlaku di rumah istrinya juga harus dijalankan. Selain itu, bapak sebagai sumando harus memiliki budi pekerti yang baik, tidak berbuat atau bertingkah laku menurut kehendak hatinya. Ia harus arif dan bijaksana, tahu dengan “kato malereang” tahu dengan “kato kieh” baik yang diungkapkannya maupun yang diungkapkan oleh orang di atas rumah istrinya.
Seorang sumando harus patuh kepada mamak di rumah istri, oleh karena ia seperti “abu di ateh tunggua”. Ia dapat bertahan di atas rumah ketika “angin tidak kencang”. Kalau “angin kencang”, ia akan pergi, akan meninggalkan rumah. Artinya kedudukan bapak sebagai sumando tidaklah kuat, ia mudah pergi, mudah melepaskan diri, terutama bila kesesuaian dengan istrinya tidak ada lagi.
Jika terjadi perceraian, sumando (bapak) yang meninggalkan rumah. Istri tetap berada di rumahnya, istri tetap tinggal di rumah gadangnya, ia akan menjadi tanggungjawab mamaknya. Namun demikian, sebagai orang yang beradat, ia harus mengikuti aturan tertentu. Jika dahulu ia dijemput secara adat, maka perginya setelah perceraian juga menurut adat yang berlaku. Dalam sebuah ungkapan menyatakan “datang tampak muka, pergi tampak punggung”, begitu menurut adat Minangkabau.
maaf bila salh