Pada suatu hari, Beri si Beruang melihat ke dalam mata air. Beri mengeluh, “Sepertinya air di mata air ini semakin sedikit saja. Pasti bangsa semut terlalu banyak mengambil air!” Beri kemudian menundukkan kepala, melihat ke tanah dengan teliti. Ah, ia melihat seekor semut hitam berjalan membawa guci mungil di pundak.
“Berhenti, semut!” teriaknya. “Aku tak akan membiarkanmu mengambil air di sumber airku lagi. Kamu sudah terlalu banyak mengambil air. Berhenti atau kucakar kau!” ancam Beri Beruang.
Semut hitam kecil itu tidak memperhatikan teriakan Beri. Ia merangkak ke bawah beberapa helai daun kering. Ia terus berjalan menuju sumber mata air. Beri mencakar dan mengendus daun-daun sambil berteriak, “Tak ada gunanya sembunyi! Aku sanggup menemukanmu!”
Semut hitam berteriak dari arah belakang Beri, “Kenapa kau pelit sekali? Bayi-bayi semut di lembah semut sangat kehausan. Air di mata air ini kan masih banyak sekali. Bahkan masih cukup untuk seribu rusa.”
“Dengar kataku!” geram Beri sambil membalik tubuhnya. “Aku tak akan memberikanmu air lagi. Semua semut tidak boleh mengambil air di sini lagi!”
Semut Hitam melongo sebentar. Lalu katanya, “Apa boleh buat, jikalau kau sudah memutuskan begitu! Tapi saya tetap akan mengambil air untuk bayi-bayi semut di lembah!”
Beri beruang sangat marah. Namun, Semut Hitam sudah menghilang lagi ke bawah daun-daun kering. Beri mencarinya, tetapi ia tidak melihat apa-apa di rumput. Akhirnya ia kembali dengan jengkel ke sarangnya di erat pohon oak.
Semut-semut yang haus menunggu di lembah semut. Setelah menunggu cukup lama, kesudahannya mereka berbaris menuju mata air. Salah satu semut melihat guci air milik Semut Hitam yang tergeletak di jalan.
“Pasti Semut Hitam menerima masalah. Lihatlah! Ini gucinya, tapi ia tidak tampak!” Mereka memungut guci itu dan terus berjalan.
Saat itu seekor kelinci mengintip dari balik semak. Kelinci itu mengangkat telinganya dan berbisik, “Jangan pergi ke mata air itu. Pulanglah, kalian dalam bahaya. Beri sedang marah. Ia bilang, air di mata airnya berkurang. Ia akan mencakar semut-semut yang berani mengambil air dari mata airnya!”
Akan tetapi semut-semut itu tidak takut. “Mana beruang itu sekarang?” tanya mereka.
“Ia sedang di rumahnya beristirahat,” jawab Kelinci.
Semut-semut itu berbaris menyerupai tali sepatu di rumput. Mereka melihat seekor bajing duduk di pohon dan bertanya, “Apa kami sedang berjalan sempurna ke arah sarang beruang?”
“Ya, ya, ini memang jalan ke arah sarangnya,” jawab Tupai. “Tapi sebaiknya kalian balik ke rumah. Beri beruang dari tadi berteriak terus. Katanya, jikalau kalian mengambil air dari mata airnya, ia akan mencakar kalian.”
Akan tetapi semut-semut itu tak mau kembali. Mereka terus berbaris menyerupai tali sepatu di tanah. Hari hampir malam dikala mereka datang di depan pohon oak tua. Mereka melihat sekeliling, dan menemukan sebuah retakan di tanah. Mereka masuk ke dalamnya, dan mulai menggali sebuah lubang.
“Apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian menggali?” tanya Tikus Tanah yang merasa terganggu dari tidurnya. “Kami ingin menangkap Beri beruang. Kami sedang menciptakan jebakan untuknya,” kata para semut.
“Bahaya sekali!” seru Tikus Tanah.
“Dia niscaya sudah menangkap Semut Hitam saudara kami. Ia juga berniat mencakar kami, hanya alasannya ialah kami mengambil air dari mata air!” kata semut-semut.
“Aku akan menolong kalian menggali di bawah sarangnya. Aku pernah hampir tertangkap ia dahulu.”
Seharian itu, para semut dan Tikus Tanah menggali lubang di bawah sarang Beri. Mereka terus menggali selama sepuluh hari. Beri beruang sama sekali tidak curiga.
Suatu malam di hari kesepuluh, Beri beruang kembali ke sarangnya dengan hati gembira. Ia berhenti di depan rumahnya di pohon oak dan berkata pada dirinya,
“Aku sudah makan dan minum hingga kenyang. Satu-satunya yang bikin saya jengkel ialah semut-semut itu. Mereka masih berani mengambil air dari mata airku! Besok akan saya hancurkan lembah semut itu! Akan kucakar mereka dengan cakarku menyerupai ini…”
Beri beruang mulai mencakar ke segala arah. Ia menghentakkan kakinya ke lantai sarangnya dan, BRRUUK.
Lantai sarangnya jebol. Beri beruang jatuh ke lubang di bawah sarangnya. Lubang itulah yang telah digali para semut dan Tikus Tanah. Beri Beruang harus terus tinggal di lubang itu, kecuali ada penjaga hutan yang menemukannya.
Semut-semut itu kesudahannya hidup tenang di lembah semut. Saat itu Semut Hitam saudara mereka juga sudah kembali ke rumah. Ternyata ia hanya terpeleset di jalan. Makara tidak ada yang merusak kebahagiaan mereka sekarang. Para semut dengan bebas pergi mencari makan dan minum di hutan.
Jawaban:
~ CERITA SEMUT DAN BERUANG~
Pada suatu hari, Beri si Beruang melihat ke dalam mata air. Beri mengeluh, “Sepertinya air di mata air ini semakin sedikit saja. Pasti bangsa semut terlalu banyak mengambil air!” Beri kemudian menundukkan kepala, melihat ke tanah dengan teliti. Ah, ia melihat seekor semut hitam berjalan membawa guci mungil di pundak.
“Berhenti, semut!” teriaknya. “Aku tak akan membiarkanmu mengambil air di sumber airku lagi. Kamu sudah terlalu banyak mengambil air. Berhenti atau kucakar kau!” ancam Beri Beruang.
Semut hitam kecil itu tidak memperhatikan teriakan Beri. Ia merangkak ke bawah beberapa helai daun kering. Ia terus berjalan menuju sumber mata air. Beri mencakar dan mengendus daun-daun sambil berteriak, “Tak ada gunanya sembunyi! Aku sanggup menemukanmu!”
Semut hitam berteriak dari arah belakang Beri, “Kenapa kau pelit sekali? Bayi-bayi semut di lembah semut sangat kehausan. Air di mata air ini kan masih banyak sekali. Bahkan masih cukup untuk seribu rusa.”
“Dengar kataku!” geram Beri sambil membalik tubuhnya. “Aku tak akan memberikanmu air lagi. Semua semut tidak boleh mengambil air di sini lagi!”
Semut Hitam melongo sebentar. Lalu katanya, “Apa boleh buat, jikalau kau sudah memutuskan begitu! Tapi saya tetap akan mengambil air untuk bayi-bayi semut di lembah!”
Beri beruang sangat marah. Namun, Semut Hitam sudah menghilang lagi ke bawah daun-daun kering. Beri mencarinya, tetapi ia tidak melihat apa-apa di rumput. Akhirnya ia kembali dengan jengkel ke sarangnya di erat pohon oak.
Semut-semut yang haus menunggu di lembah semut. Setelah menunggu cukup lama, kesudahannya mereka berbaris menuju mata air. Salah satu semut melihat guci air milik Semut Hitam yang tergeletak di jalan.
“Pasti Semut Hitam menerima masalah. Lihatlah! Ini gucinya, tapi ia tidak tampak!” Mereka memungut guci itu dan terus berjalan.
Saat itu seekor kelinci mengintip dari balik semak. Kelinci itu mengangkat telinganya dan berbisik, “Jangan pergi ke mata air itu. Pulanglah, kalian dalam bahaya. Beri sedang marah. Ia bilang, air di mata airnya berkurang. Ia akan mencakar semut-semut yang berani mengambil air dari mata airnya!”
Akan tetapi semut-semut itu tidak takut. “Mana beruang itu sekarang?” tanya mereka.
“Ia sedang di rumahnya beristirahat,” jawab Kelinci.
Semut-semut itu berbaris menyerupai tali sepatu di rumput. Mereka melihat seekor bajing duduk di pohon dan bertanya, “Apa kami sedang berjalan sempurna ke arah sarang beruang?”
“Ya, ya, ini memang jalan ke arah sarangnya,” jawab Tupai. “Tapi sebaiknya kalian balik ke rumah. Beri beruang dari tadi berteriak terus. Katanya, jikalau kalian mengambil air dari mata airnya, ia akan mencakar kalian.”
Akan tetapi semut-semut itu tak mau kembali. Mereka terus berbaris menyerupai tali sepatu di tanah. Hari hampir malam dikala mereka datang di depan pohon oak tua. Mereka melihat sekeliling, dan menemukan sebuah retakan di tanah. Mereka masuk ke dalamnya, dan mulai menggali sebuah lubang.
“Apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian menggali?” tanya Tikus Tanah yang merasa terganggu dari tidurnya. “Kami ingin menangkap Beri beruang. Kami sedang menciptakan jebakan untuknya,” kata para semut.
“Bahaya sekali!” seru Tikus Tanah.
“Dia niscaya sudah menangkap Semut Hitam saudara kami. Ia juga berniat mencakar kami, hanya alasannya ialah kami mengambil air dari mata air!” kata semut-semut.
“Aku akan menolong kalian menggali di bawah sarangnya. Aku pernah hampir tertangkap ia dahulu.”
Seharian itu, para semut dan Tikus Tanah menggali lubang di bawah sarang Beri. Mereka terus menggali selama sepuluh hari. Beri beruang sama sekali tidak curiga.
Suatu malam di hari kesepuluh, Beri beruang kembali ke sarangnya dengan hati gembira. Ia berhenti di depan rumahnya di pohon oak dan berkata pada dirinya,
“Aku sudah makan dan minum hingga kenyang. Satu-satunya yang bikin saya jengkel ialah semut-semut itu. Mereka masih berani mengambil air dari mata airku! Besok akan saya hancurkan lembah semut itu! Akan kucakar mereka dengan cakarku menyerupai ini…”
Beri beruang mulai mencakar ke segala arah. Ia menghentakkan kakinya ke lantai sarangnya dan, BRRUUK.
Lantai sarangnya jebol. Beri beruang jatuh ke lubang di bawah sarangnya. Lubang itulah yang telah digali para semut dan Tikus Tanah. Beri Beruang harus terus tinggal di lubang itu, kecuali ada penjaga hutan yang menemukannya.
Semut-semut itu kesudahannya hidup tenang di lembah semut. Saat itu Semut Hitam saudara mereka juga sudah kembali ke rumah. Ternyata ia hanya terpeleset di jalan. Makara tidak ada yang merusak kebahagiaan mereka sekarang. Para semut dengan bebas pergi mencari makan dan minum di hutan.
~TAMAT~