Mengikuti demo untuk menentang PP No. 37 Tahun 2006 tentang tunjangan bagi anggota DPRD merupakan wujud pelaksanaan....?
aryobayupras
Peraturan Pemerintah (PP) No 37/2006 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD menuai kritik dari berbagai kalangan. Hal ini tidak terlepas dari dampak sosial pelaksanaannya yang harus menguras banyak anggaran daerah untuk membayar berbagai bentuk tunjangan yang besarannya sangat tidak relevan dibandingkan dengan kinerja yang selama ini dianggap belum mampu mengakomodir kepentingan rakyat.Keluarnya PP No 37 tahun 2006 “seakan” menegaskan bahwa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengalami kondisi yang dilematis menghadapi tekanan dari partai politik pendukungnya. Hal ini wajar karena partai yang selama ini mendukung pemerintahan SBY terkesan “madep mantep melu Presiden” dibawah berbagai tekanan partai politik yang selama ini berseberangan dengan Presiden SBY. Lagi pula untuk mengantisipasi gejolak di Lembaga Legislatif, PP No 37 tahun 2006 ini dirasa sangat ampuh. Dengan peningkatan pendapatan yang berlipat-lipat ini, setiap partai politik akan memperoleh persentase yang lebih besar dibanding sebelumnya dari masing-masing kader yang duduk di lembaga wakil rakyat tersebut.Meski beberapa waktu lalu Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Keuangan, dan Menteri Hukum dan HAM telah melakukan pertemuan untuk membentuk TIM yang akan membahas kembali berbagai hal teknis terkait dengan PP No 37 tahun 2006 namun hal itu belum membuat rakyat puas. Berbagai aksi demonstrasi tetap berlangsung diberbagai pelosok Indonesia menentang diberlakukannya PP No 37 tahun 2006 tersebut. Dalam menyikapi aksi-aksi tersebut Mendagri menyatakan bahwa akan diadakan pengkajian terhadap ketentuan penerapan rapel tunjangan komunikasi intensif dan dana operasional pimpinan DPRD yang banyak mendapat sorotan. Tunjangan komunikasi intensif merupakan tunjangan berupa uang yang diberikan kepada pimpinan dan anggota DPRD setiap bulan yang dimaksudkan untuk mendorong peningkatan kinerja dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat di daerah pemilihannya. Sedangkan dana operasional bagi pimpinan dewan adalah uang yang diberikan kepada pimpinan DPRD setiap bulan guna menunjang kegiatan operasional yang berkaitan dengan representasi, pelayanan, kemudahan, dan kebutuhan lain guna melancarkan pelaksanaan tugas dan fungsi pimpinan DPRD sehari-hari.Namun hal ini dirasa kurang memenuhi aspirasi karena masih tetap menyedot anggaran belanja daerah untuk kepentingan wakil rakyat yang semestinya mengedepankan kepentingan rakyat terlebih dahulu. Berbagai tunjangan tersebut sebenarnya sama sekali tidak tepat diberikan dalam kondisi ekonomi masyarakat seperti sekarang ini. Bagai dua sisi mata uang dengan kondisi yang sangat jauh berbeda. Disatu sisi masyarakat bergelut dengan kemiskinan disisi lain wakil rakyat bergelimang dengan tunjangan yang semakin menguras keuangan daerah yang notabene berasal dari jerih payah rakyat juga. Sejenak kita lihat proses perubahan peraturan pemerintah yang mengatur tentang pendapatan anggota DPRD dari waktu kewaktu :PP 110 tahun 2000 tentang pengaturan pendapatan anggota dan pimpinan DPRD.PP No 24 Tahun 2004 tentang kedudukan keuangan pimpinan dan anggota DPRD.PP No 37 Tahun 2005 yang juga mengatur tentang sewa perumahan, tunjangan baru berupa tunjangan kesejahteraan, dan tunjangan jaminan kesehatan bagi keluarga pimpinan dan anggota DPRD dalam bentuk pembayaran premi asuransi kesehatan.untuk anggota dewan.PP No 37 Tahun 2006 yang menambahkan tunjangan komunikasi intensif dan operasional pimpinan anggota dewan yang diatur dalam pasal 10 A hingga 14 D.Inilah kronologis hingga PP No 37 tahun 2006 diterapkan sebagai bentuk revisi dari peraturan pemerintah sebelumnya yang dianggap kurang memenuhi kebutuhan para anggota dewan.Pemerintah diharapkan bukan hanya mengutamakan kepentingan anggota dewan yang terhormat, tetapi melihat bagaimana rakyat dihadapkan pada kondisi sulit yang semakin hari semakin dicekam tingkat ekonomi yang semakin melemah. Perbaikan sarana dan prasarana yang menunjang ekonomi masyarakat lebih urgent dilakukan dibanding dengan peningkatan tunjangan anggota dewan. Banyak pemerintah daerah yang masih kesulitan dalam mengelola anggaran daerah untuk membenahi berbagai fasilitas publik. Jangan sampai kepentingan publik mendapat prioritas kedua setelah pemenuhan tunjangan anggota dewan. Dibutuhkan manusia-manusia yang bernurani untuk tetap menjaga amanat rakyat ketika mereka dipilihan pada saat pemilihan umum. Janji bukan sekedar janji, masyarakat butuh bukti untuk menjaga kelangsungan hidup dalam kondisi ekonomi sulit seperti sekarang ini.Hendaknya bukan hanya mengkaji PP No 37 tahun 2006 tersebut saja, tetapi juga memetakan sejauh mana anggota dewan hendaknya memiliki perencanaan yang sistemik untuk menjalankan amanat rakyat. Bukan membangun kerangka sistemik untuk menggerogoti uang rakyat yang dikelola oleh Negara.