Mengapa pemerintahan komisaris Jenderal mengambil kebijakan "jalan tengah" dalam memerintah di Hindia Belanda?
rohmywati98
Karena pemerintahan komisaris jenderal memiliki kewajiban tuk membentuk sebuah kedamaian di daerah hindia belanda, oleh karna itu mmereka mengambil jln tengah agar posisi administrasi yg lain tdk berubah
12 votes Thanks 17
kintanady Indonesian Persons Proud to become an Indonesian persons! Thursday, 11 July 2013
Masa Pemerintahan Hindia Belanda (1816-1942) a
Jenderal Baron Van Deventer. Salah satu komisaris jenderal yang memerintah pada masa peralihan Inggris ke Belanda di Indonesia (1816-1942).
Kopi merupakan salah satu tanaman ekspor yang menguntungkan Belanda.
Oleh : SS-Hauptsturmführer Ajisaka Lingga Bagaskara
A. Pemerintahan Komisaris Jenderal
Setelah berakhirnya kekuasaan Inggris, Indonesia dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada mulanya, pemerintahan ini merupakan pemerintahan kolektif yang terdiri atas tiga orang, yaitu Flout, Buyskess, dan van der Capellen. Mereka berpangkat komisaris jenderal. Pemerintahan kolektif itu bertugas menormalisasikan keadaan lama (Inggris) kea lam baru (Belanda). Masa peralihan itu hanya berlangsung dari tahun 1816-1819. Pada tahun 1919, kepala pemerintahan mulai dipegang oleh seorang gubernur jenderal, yaitu van der Capellen (1816-1824).
Dalam menjalankan pemerintahannya, komisaris jenderal melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Sistem residen tetap dipertahankan, 2. Dalam bidang hukum, sistem juri dihapuskan, 3. Kedudukan para bupati sebagai penguasa feudal/feodal tetap dipertahankan, 4. Desa sebagai satu kesatuan unit tetap dipertahankan dan para penguasanya dimanfaatkan untuk pelaksanaan pemungutan pajak dan hasil bumi, 5. Dalam bidang ekonomi memberikan kesempatan kepada pengusaha-pengusaha asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Pada kurun waktu 1816-1830, pertentangan antara kaum liberal dan kaum konservatif terus berlangsung. Persoalan pokoknya tentang sistem yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negeri induk. Kaum liberal berkeyakinan bahwa tanah jajahan akan memberi keuntungan besar bagi negeri induk apabila urusan eksploitasi ekonomi diserahkan kepada orang-orang swasta Barat. Pemerintah hanya mengawasi jalannya pemerintahan dan memungut pajak. Kaum konservatif berpendapat sebaliknya, bahwa sistem pemungutan hasil bumi oleh pemerintah secara langsung akan menguntungkan negeri induknya. Kaum konservatif meragukan sistem liberal karena keadaan tanah jajahan belum memenuhi syarat.
Para komisaris jenderal kemudian mengambil jalan tengah. Di satu pihak, pemerintah tetap berusaha menangani penggalian kekayaan tanah jajahan bagi keuntungan negeri induknya. Di lain pihak, mencari jalan melaksanakan dasar-dasar kebebasan. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal van der Capellen juga dilaksanakan sistem politik yang dualistis. Pada satu pihak melindungi hak-hak kaum pribumi, di lain pihak memberi kebebasan kepada pengusaha-pengusaha swasta Barat untuk membuka usahanya di Indonesia selama tidak mengancam kehidupan penduduk.
Indonesian Persons
Proud to become an Indonesian persons!
Thursday, 11 July 2013
Masa Pemerintahan Hindia Belanda (1816-1942)
a
Jenderal Baron Van Deventer. Salah satu komisaris jenderal yang memerintah pada masa peralihan Inggris ke Belanda di Indonesia (1816-1942).
Kopi merupakan salah satu tanaman ekspor yang menguntungkan Belanda.
Oleh : SS-Hauptsturmführer Ajisaka Lingga Bagaskara
A. Pemerintahan Komisaris Jenderal
Setelah berakhirnya kekuasaan Inggris, Indonesia dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada mulanya, pemerintahan ini merupakan pemerintahan kolektif yang terdiri atas tiga orang, yaitu Flout, Buyskess, dan van der Capellen. Mereka berpangkat komisaris jenderal. Pemerintahan kolektif itu bertugas menormalisasikan keadaan lama (Inggris) kea lam baru (Belanda). Masa peralihan itu hanya berlangsung dari tahun 1816-1819. Pada tahun 1919, kepala pemerintahan mulai dipegang oleh seorang gubernur jenderal, yaitu van der Capellen (1816-1824).
Dalam menjalankan pemerintahannya, komisaris jenderal melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Sistem residen tetap dipertahankan,
2. Dalam bidang hukum, sistem juri dihapuskan,
3. Kedudukan para bupati sebagai penguasa feudal/feodal tetap dipertahankan,
4. Desa sebagai satu kesatuan unit tetap dipertahankan dan para penguasanya dimanfaatkan untuk pelaksanaan pemungutan pajak dan hasil bumi,
5. Dalam bidang ekonomi memberikan kesempatan kepada pengusaha-pengusaha asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Pada kurun waktu 1816-1830, pertentangan antara kaum liberal dan kaum konservatif terus berlangsung. Persoalan pokoknya tentang sistem yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negeri induk. Kaum liberal berkeyakinan bahwa tanah jajahan akan memberi keuntungan besar bagi negeri induk apabila urusan eksploitasi ekonomi diserahkan kepada orang-orang swasta Barat. Pemerintah hanya mengawasi jalannya pemerintahan dan memungut pajak. Kaum konservatif berpendapat sebaliknya, bahwa sistem pemungutan hasil bumi oleh pemerintah secara langsung akan menguntungkan negeri induknya. Kaum konservatif meragukan sistem liberal karena keadaan tanah jajahan belum memenuhi syarat.
Para komisaris jenderal kemudian mengambil jalan tengah. Di satu pihak, pemerintah tetap berusaha menangani penggalian kekayaan tanah jajahan bagi keuntungan negeri induknya. Di lain pihak, mencari jalan melaksanakan dasar-dasar kebebasan. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal van der Capellen juga dilaksanakan sistem politik yang dualistis. Pada satu pihak melindungi hak-hak kaum pribumi, di lain pihak memberi kebebasan kepada pengusaha-pengusaha swasta Barat untuk membuka usahanya di Indonesia selama tidak mengancam kehidupan penduduk.