Anggota KPU, Hasyim Asyari mengungkapkan sejumlah alasan Pemilu 2024 kemungkinan besar masih akan menggunakan sistem pemungutan suara secara konvensional seperti pemilu-pemilu edisi terdahulu.
“Kalau e-voting itu maksudnya langsung (mencoblos) online, itu masih sekitar 40 persen kabupaten belum terkoneksi internet, belum listriknya,”
Hasyim menambahkan, mekanisme e-voting bisa bermacam-macam, dilihat dari praktik di berbagai negara.
Namun, apa pun metodenya, e-voting diklaim sangat bergantung pada tingkat kepercayaan publik di suatu negara.
Kemudian, keamanan data suara menjadi isu yang sangat disorot. Hasyim memberi contoh bagaimana Jerman, negara dengan teknologi maju dan kematangan demokrasi yang baik, akhirnya kembali ke sistem pemilu konvensional.
Menurut Hasyim, masyarakat Indonesia tergolong bukan masyarakat dengan kepercayaan politik yang tinggi. Ia memberi ilustrasi bagaimana warga mencurigai KPU pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI 2017, hanya karena laptop yang digunakan oleh KPU merupakan barang hibah dari Pemprov DKI yang gubernurnya, Basuki Tjahaja Purnama, ikut dalam kontestasi.
“Makanya yang paling penting itu political trust terhadap proses,” kata Hasyim.
Ia menilai, metode pemungutan suara secara konvensional masih jadi pilihan paling tepat saat ini.
“Kotak suara kita itu di dalam surat suara diamplopi, amplopnya disegel, dimasukkan ke kotak, kotaknya disegel, digembok, ada yang pakai kabel tis, mulut kotak suara disegel, lalu masih dikawal polisi atau aparat keamanan,” ungkapnya.
Verified answer
Anggota KPU, Hasyim Asyari mengungkapkan sejumlah alasan Pemilu 2024 kemungkinan besar masih akan menggunakan sistem pemungutan suara secara konvensional seperti pemilu-pemilu edisi terdahulu.
“Kalau e-voting itu maksudnya langsung (mencoblos) online, itu masih sekitar 40 persen kabupaten belum terkoneksi internet, belum listriknya,”
Hasyim menambahkan, mekanisme e-voting bisa bermacam-macam, dilihat dari praktik di berbagai negara.
Namun, apa pun metodenya, e-voting diklaim sangat bergantung pada tingkat kepercayaan publik di suatu negara.
Kemudian, keamanan data suara menjadi isu yang sangat disorot. Hasyim memberi contoh bagaimana Jerman, negara dengan teknologi maju dan kematangan demokrasi yang baik, akhirnya kembali ke sistem pemilu konvensional.
Menurut Hasyim, masyarakat Indonesia tergolong bukan masyarakat dengan kepercayaan politik yang tinggi. Ia memberi ilustrasi bagaimana warga mencurigai KPU pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI 2017, hanya karena laptop yang digunakan oleh KPU merupakan barang hibah dari Pemprov DKI yang gubernurnya, Basuki Tjahaja Purnama, ikut dalam kontestasi.
“Makanya yang paling penting itu political trust terhadap proses,” kata Hasyim.
Ia menilai, metode pemungutan suara secara konvensional masih jadi pilihan paling tepat saat ini.
“Kotak suara kita itu di dalam surat suara diamplopi, amplopnya disegel, dimasukkan ke kotak, kotaknya disegel, digembok, ada yang pakai kabel tis, mulut kotak suara disegel, lalu masih dikawal polisi atau aparat keamanan,” ungkapnya.