Cerita ini bermula dari Sasa, anak yang bernasib malang menginjak usia remaja dan dewasa dalam hidupnya.
Caca : "Kenapa kamu diam saja, Sasa? Ngomong - ngomong, kenapa kamu tidak membawa HP dan Sepeda? Jarak rumah kita kan cukup jauh dari sekolah."
Nani : "Iya, betul itu."
Sasa : " Tidak tahu. Aku memang tidak punya apa - apa. Buat makan saja susah. Jadi tidak bisa foya - foya."
Nani : "Siapa tahu kepintaranmu bisa membanggakan keluargamu."
Sasa : "Aku juara kelas terus kan tidak dapat apa - apa. Kalau seperti ini terus, aku hilang harapan. Hidup itu tidak berarti. Tuhan tidak memberiku keadilan. Padahal aku juga beribadah."
Caca : "Eits, tidak boleh begitu. Tuhan itu Maha Adil. Di setiap kesusahan, pasti akan ada kesenangan dibalik kesusahanmu."
Sasa : "Buktinya mana, tidak ada, kan?"
Nani : "Mungkin belum waktunya, Sa."
Sasa : "Mana waktunya! Aku sudah menunggu sejak aku kecil. Tapi sampai aku remaja, kesabaranku tidak berbuah apa - apa, kan?"
Caca : "Kan masih ada yang lebih kesusahan di luar sana, kan, Sa? Jadi kita tidak boleh mengeluh."
Sasa : "Tetap saja. Ini semua tidak akan bisa merubah nasib hidupku."
Bagaimana menurutmu sikap Sasa itu? Berikanlah pendapatmu beserta alasannya!
keras kepala dan mudah menyerah, karena sudah dinasehati teman masih membantah