Lama Sutan Duano duduk bersandar ke dinding suraunya tanpa bergerak sedikit pun. Bahkan, setelah lama Sutan Caniago pergi, ia masih menerawangi loteng suraunya dari atas pembaringannya. Dicarinya sebab-musabab tindakan Sutan Caniago yang tak diduganya akan demikian jadinya, ia ingat kembali pada petuah Haji Tumbijo padanya dulu. Petuah yang jadi amalan dan tujuan hidupnya, ingin ia memperbaiki cara hidup orang di kampung itu agar mencapai taraf yang lebih baik, sesuai dengan zaman Indonesia yang telah merdeka dan berdaulat dan dapat mengurusi dirinya sendiri. Selama ini dilihatnya orang-orang di kampung itu telah banyak membuang- buang waktu. Habis musim ke sawah, menjelang musim menyabit umumnya mereka nongkrong di kedai-kedai kopi. Padahal, terlalu banyak yang dapat dikerjakan untuk menaikkan taraf hidup mereka. Sumber: A. A Navis, Kemarau, Jakarta, Grasindo, 2018
4. Sudut pandang yang digunakan penulis dalam kutipan buku tersebut adalah .... a. orang pertama pelaku utama b. orang kedua serbatahu c. orang ketiga pelaku utama d. orang ketiga serbatahu
5. Nilai kehidupan dalam kutipan buku fiksi tersebut adalah.... a. religi b. sosial c. budaya d. moral a
6. Tokoh Sutan Duano dalam kutipan buku fiksi tersebut memiliki watak.. a. rendah hati b. gemar menolong c. gemar melamun d. peduli lingkungan
Lama Sutan Duano duduk bersandar ke dinding suraunya tanpa bergerak sedikit pun. Bahkan, setelah lama Sutan Caniago pergi, ia masih menerawangi loteng suraunya dari atas pembaringannya. Dicarinya sebab-musabab tindakan Sutan Caniago yang tak diduganya akan demikian jadinya, ia ingat kembali pada petuah Haji Tumbijo padanya dulu. Petuah yang jadi amalan dan tujuan hidupnya, ingin ia memperbaiki cara hidup orang di kampung itu agar mencapai taraf yang lebih baik, sesuai dengan zaman Indonesia yang telah merdeka dan berdaulat dan dapat mengurusi dirinya sendiri. Selama ini dilihatnya orang-orang di kampung itu telah banyak membuang- buang waktu. Habis musim ke sawah, menjelang musim menyabit umumnya mereka nongkrong di kedai-kedai kopi. Padahal, terlalu banyak yang dapat dikerjakan untuk menaikkan taraf hidup mereka. Sumber: A. A Navis, Kemarau, Jakarta, Grasindo, 2018
4. Sudut pandang yang digunakan penulis dalam kutipan buku tersebut adalah D. Orang ketiga serbatahu. Hal ini ditunjukkan oleh pikiran tokoh utama & penggunaan kata ia.
Petuah yang jadi amalan dan tujuan hidupnya, ingin ia memperbaiki cara hidup orang di kampung itu agar mencapai taraf yang lebih baik.
Sudut pandang orang pertama = menggunakan kata aku. Contoh; entah sudah berapa lama kami duduk di sana. Ponselku mati, aku tak memakai jam tangan. Jam tangan berwarna putih kesayanganku itu sudah lama sekali mogok berputar. Aku mulai bosan. Kulirik adikku yang entah dari mana sumber energinya, ia terus berbincang dengan tanteku sambil menyantap hidangan lebaran. Ada saja yang ia omongkan itu. Sudut pandang orang kedua = menggunakan kata kamu. Contoh; kamu tahu untuk apa kita berada di sini? Ya, benar, untuk mencari jawaban atas tugas sekolah yang tak kunjung mereda. Lalu kamu menemukan jawaban ini, dan mengangguk-angguk mengerti.
5. Nilai kehidupan dalam kutipan buku fiksi tersebut adalah B. Sosial. Nilai sosial = perilaku yang dianggap baik, luhur, pantas, dan mempunyai daya guna fungsional bagi masyarakat.
Nilai moral (nilai akhlak) = patokan perilaku dalam masyarakat. Seperti misalnya, kita menganggap mabuk-mabukan, berzina, berjudi, dll itu sebagai tindakan yang terlarang.
6. Tokoh Sutan Duano dalam kutipan buku fiksi tersebut memiliki watak D. Peduli lingkungan. Ia ingin memperbaiki cara hidup masyarakat di kampungnya agar mencapai taraf hidup yang lebih baik.
7 votes Thanks 9
dafnajboyolali
kak kalau no 5 itu penjelasannya gimana kak??nanti aku jadikan jawaban tercerdas
FNAulia
sudah diedit yaa, moga paham sama jawabannya UvU
Lama Sutan Duano duduk bersandar ke dinding suraunya tanpa bergerak sedikit pun. Bahkan, setelah lama Sutan Caniago pergi, ia masih menerawangi loteng suraunya dari atas pembaringannya. Dicarinya sebab-musabab tindakan Sutan Caniago yang tak diduganya akan demikian jadinya, ia ingat kembali pada petuah Haji Tumbijo padanya dulu. Petuah yang jadi amalan dan tujuan hidupnya, ingin ia memperbaiki cara hidup orang di kampung itu agar mencapai taraf yang lebih baik, sesuai dengan zaman Indonesia yang telah merdeka dan berdaulat dan dapat mengurusi dirinya sendiri. Selama ini dilihatnya orang-orang di kampung itu telah banyak membuang- buang waktu. Habis musim ke sawah, menjelang musim menyabit umumnya mereka nongkrong di kedai-kedai kopi. Padahal, terlalu banyak yang dapat dikerjakan untuk menaikkan taraf hidup mereka.
Sumber: A. A Navis, Kemarau, Jakarta, Grasindo, 2018
4. Sudut pandang yang digunakan penulis dalam kutipan buku tersebut adalah D. Orang ketiga serbatahu. Hal ini ditunjukkan oleh pikiran tokoh utama & penggunaan kata ia.
Sudut pandang orang pertama = menggunakan kata aku.
Contoh; entah sudah berapa lama kami duduk di sana. Ponselku mati, aku tak memakai jam tangan. Jam tangan berwarna putih kesayanganku itu sudah lama sekali mogok berputar. Aku mulai bosan. Kulirik adikku yang entah dari mana sumber energinya, ia terus berbincang dengan tanteku sambil menyantap hidangan lebaran. Ada saja yang ia omongkan itu.
Sudut pandang orang kedua = menggunakan kata kamu.
Contoh; kamu tahu untuk apa kita berada di sini? Ya, benar, untuk mencari jawaban atas tugas sekolah yang tak kunjung mereda. Lalu kamu menemukan jawaban ini, dan mengangguk-angguk mengerti.
5. Nilai kehidupan dalam kutipan buku fiksi tersebut adalah B. Sosial.
Nilai sosial = perilaku yang dianggap baik, luhur, pantas, dan mempunyai daya guna fungsional bagi masyarakat.
Nilai moral (nilai akhlak) = patokan perilaku dalam masyarakat. Seperti misalnya, kita menganggap mabuk-mabukan, berzina, berjudi, dll itu sebagai tindakan yang terlarang.
6. Tokoh Sutan Duano dalam kutipan buku fiksi tersebut memiliki watak D. Peduli lingkungan. Ia ingin memperbaiki cara hidup masyarakat di kampungnya agar mencapai taraf hidup yang lebih baik.