Seorang pria setengah baya duduk tenang di dalam gerbong kereta yang melaju kian menjauh dari Jakarta. Seolah tak peduli dengan guncangan yang kadang terasa, tangannya tetap bekerja, menggerak-gerakkan pena. Sesekali ia terdiam, berpikir sejenak, kemudian menulis lagi.
Tiba di kota tujuan, tuntas juga pekerjaannya. Di secarik kertas putih yang sudah lusuh itu tertulis baris-baris lirik tembang yang diberinya judul: “Sepasang Mata Bola”.
Ya, “Sepasang Mata Bola”, lagu bernada kalem yang serasa punya efek magis. Inilah salah satu tembang yang paling mujarab untuk memantik semangat para pejuang dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari ambisi Belanda yang ingin berkuasa kembali.
Seorang pria setengah baya duduk tenang di dalam gerbong kereta yang melaju kian menjauh dari Jakarta. Seolah tak peduli dengan guncangan yang kadang terasa, tangannya tetap bekerja, menggerak-gerakkan pena. Sesekali ia terdiam, berpikir sejenak, kemudian menulis lagi.
Tiba di kota tujuan, tuntas juga pekerjaannya. Di secarik kertas putih yang sudah lusuh itu tertulis baris-baris lirik tembang yang diberinya judul: “Sepasang Mata Bola”.
Ya, “Sepasang Mata Bola”, lagu bernada kalem yang serasa punya efek magis. Inilah salah satu tembang yang paling mujarab untuk memantik semangat para pejuang dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari ambisi Belanda yang ingin berkuasa kembali.
1 jogya