Kisah awal adanya tari Topeng Sidakarya adalah pada pemerintahan Raja Waturenggong yang merupakan Raja Gelgel (Klungkung) pada abad ke-16.
Pembahasan
Tari Topeng Sidakarya merupakan salah satu tarian daerah yang berasal dari Bali. Tari ini disebut sebagai tari wali karena berfungsi sebagai pelengkap pada ritual keagamaan. Tari Topeng Sidakarya ditarikan oleh laki-laki yang mengenakan topeng yang memiliki penampakan yaotu: berwarna putih, bermata sipit, bergigi sedikit ke depan (tonggos), wajahnya merupakan perpaduan manusia dengan setan, rambut panjang sebahu, dan memakai kerudung merajah. Penari biasanya membawa bokor (wadah dari kuningan) yang berisi canang sari, dupa, beras kuning, dan sekar ura.
Kisah apa yang melatarbelakangi Tari Topeng Sidakarya?
Kisah ini berawal dari seorang brahmana yang dikenal sebagai Brahmana Keling karena berasal dari darah yang bernama Keling di Jawa Timur. Sang brahmana hendak mengunjungi saudaranya Raja Klungkung yaitu Raja Waturenggong di istana Gelgel yang pada saat itu akan melaksanakan Upacara Eka Dasa Rudra (yaitu suatu upacara yang dirayakan setiap 100 tahun sekali) di Pura Besakih. Karena penampilannya yang lusuh dan compang-camping, raja tidak mengakuinya sebagai saudara dan mengusir sang brahmana. Sang brahmana yang marah dan kecewa lalu mengucapkan Kutuk Pastu yang isinya mengutuk bahwa upacara keagamaan tidak akan berjalan dengan baik, bumi akan mengalami kekeringan, rakyatnya akan terserang wabah penyakit, dan hama akan menyerang petani secara merajalela. Kemudian sang brahamana meninggalkan Pura Besakih menuju Badanda Negara atau yang sekarang dikenal sebagai Desa Sidakarya. Sepeninggal Brahamana Keling, kutukan sang brahmana menjadi kenyataan yang kemudian membuat Raja Waturenggong menyesal. Raja Waturenggong kemudian meminta maaf dan memohon kepada Brahamana Keling untuk mengembalikan rakyat dan negerinya seperti sedia kala. Karena permohonan maaf dan permintaan yang tulus dari Raja Waturenggong, Brahamana Keling akhirnya bersedia mengembalikan keadaaan seperti semula. Berkat jasanya mengembalikan keadaan seperti semula, Brahmana Keling kemudian diberi gelar Dalem Sidakarya atau Brahmana Sidakarya.
Mulai saat itulah Raja Waturenggong memerintahkan rakyatnya untuk bahwa bagi umat Hindu melaksanakan karya (upacara) wajib nuntas tirta Penyida Karya agar karya menjadi sida (diberkahi). Upacara wajib nunas tirta Penyida Karya bertempat di Pesraman Dalem Sidakarya dan wajib mementaskan tari Topeng Sidakarya.
Verified answer
Kisah awal adanya tari Topeng Sidakarya adalah pada pemerintahan Raja Waturenggong yang merupakan Raja Gelgel (Klungkung) pada abad ke-16.
Pembahasan
Tari Topeng Sidakarya merupakan salah satu tarian daerah yang berasal dari Bali. Tari ini disebut sebagai tari wali karena berfungsi sebagai pelengkap pada ritual keagamaan. Tari Topeng Sidakarya ditarikan oleh laki-laki yang mengenakan topeng yang memiliki penampakan yaotu: berwarna putih, bermata sipit, bergigi sedikit ke depan (tonggos), wajahnya merupakan perpaduan manusia dengan setan, rambut panjang sebahu, dan memakai kerudung merajah. Penari biasanya membawa bokor (wadah dari kuningan) yang berisi canang sari, dupa, beras kuning, dan sekar ura.
Kisah apa yang melatarbelakangi Tari Topeng Sidakarya?
Kisah ini berawal dari seorang brahmana yang dikenal sebagai Brahmana Keling karena berasal dari darah yang bernama Keling di Jawa Timur. Sang brahmana hendak mengunjungi saudaranya Raja Klungkung yaitu Raja Waturenggong di istana Gelgel yang pada saat itu akan melaksanakan Upacara Eka Dasa Rudra (yaitu suatu upacara yang dirayakan setiap 100 tahun sekali) di Pura Besakih. Karena penampilannya yang lusuh dan compang-camping, raja tidak mengakuinya sebagai saudara dan mengusir sang brahmana. Sang brahmana yang marah dan kecewa lalu mengucapkan Kutuk Pastu yang isinya mengutuk bahwa upacara keagamaan tidak akan berjalan dengan baik, bumi akan mengalami kekeringan, rakyatnya akan terserang wabah penyakit, dan hama akan menyerang petani secara merajalela. Kemudian sang brahamana meninggalkan Pura Besakih menuju Badanda Negara atau yang sekarang dikenal sebagai Desa Sidakarya. Sepeninggal Brahamana Keling, kutukan sang brahmana menjadi kenyataan yang kemudian membuat Raja Waturenggong menyesal. Raja Waturenggong kemudian meminta maaf dan memohon kepada Brahamana Keling untuk mengembalikan rakyat dan negerinya seperti sedia kala. Karena permohonan maaf dan permintaan yang tulus dari Raja Waturenggong, Brahamana Keling akhirnya bersedia mengembalikan keadaaan seperti semula. Berkat jasanya mengembalikan keadaan seperti semula, Brahmana Keling kemudian diberi gelar Dalem Sidakarya atau Brahmana Sidakarya.
Mulai saat itulah Raja Waturenggong memerintahkan rakyatnya untuk bahwa bagi umat Hindu melaksanakan karya (upacara) wajib nuntas tirta Penyida Karya agar karya menjadi sida (diberkahi). Upacara wajib nunas tirta Penyida Karya bertempat di Pesraman Dalem Sidakarya dan wajib mementaskan tari Topeng Sidakarya.
Semoga dapat membantu. Selamat belajar!
Pelajari lebih lanjut
1. Materi tentang Tari Topeng Sidakarya brainly.co.id/tugas/9241553
---------------------
Detil Jawaban
Kelas : VIII SMP
Mapel : IPS
Bab : Keragaman Sosial Budaya sebagai Modal Dasar Pembangunan Nasional
Kode kategori : 8.10.4
Kata kunci : Bali, upacara, Besakih, Tari Topeng Sidakarya