abcderje
Kepercayaannya menganut animisme dan dinamisme
1 votes Thanks 2
Nanda201 Animisme merupakan kepercayaan terhadap roh-roh nenek moyang. Awal munculnya kepercayaan animisme ini didasari oleh berbagai pengalaman dari masyarakat yang bersangkutan. Misalnya pada daerah di sekitar tempat tinggal terdapat sebuah batu besar. Masyarakat yang melewati batu besar tersebut mendengar keganjilan seperti suara minta tolong, memanggil namanya, dan lain-lain. Namun begitu dilihat mereka tidak menemukan adanya orang atau apapun. Peristiwa tersebut kemudian terus berkembang hingga masyarakat menjadi peracaya bahwa batu yang dimaksud mempunyai roh atau jiwa. Dinamisme adalah suatu kepercayaan dengan keyakinan bahwa semua benda mempunyai kekuatan gaib, misalnya gunung, batu, dan api. Bahkan benda-benda buatan manusia seperti patung, tombak, jimat dan lain sebagainya. Totemisme merupakan keyakinan bahwa binatang tertentu merupakan nenek moyang suatu masyarakat atau orang tertentu. Binatang yang dianggap nenek moyang antara masyarakat yang satu dengan lainnya berbeda-beda. Biasanya binatang nenek moyang tersebut disucikan, tidak boleh diburu dan dimakan, kecuali untuk upacara tertentu. Kepercayaan animisme dan dinamisme menjadi kepercayaan asli bangsa Indonesia sebelum agama Hindu dan Budha masuk ke Indonesia. Dalam kehidupan keagamaan di Indonesia, kedua kepercayaan itu sudah berakar kuat. Salah satu aspek yang dapat dikaitkan dengan kedua kepercayaan tersebut adalah berupa peninggalan-peninggalan zaman megalitikum. Menhir atau arca, merupakan lambang dan tahta persemayaman roh leluhur. Kedua jenis peninggalan itu digunakan sebagai sarana pemujaan terhadap roh nenek moyang. Dolmen dan punden berundak berkaitan dengan aktivitas upacara, karena dolmen digunakan sebagai tempat sesaji, sedangkan punden berundak digunakan untuk tempat upacara. Praktik-praktik kepercayaan animisme dan dinamisme itu juga terlihat dalam penyelenggaraan upacara-upacara yang berhubungan dengan kematian. Penyelenggaraan upacara kematian dilandasi dengan kepercayaan bahwa kematian itu pada hakikatnya tidak membawa perubahan dalam kedudukan, keadaan dan sifat seseorang. Dengan landasan itu, penguburan mayat selalu disertai dengan bekal-bekal kubur dan arwah mayat yang disesuaikan dengan kedudukannya ketika masih hidup. Keyakinan akan adanya dunia arwah terlihat dari arah penempatan kepala mayat yang diarahkan ke tempat asal atau tempat bersemayam roh nenek moyang mereka. Tempat yang biasanya diyakini sebagai tempat roh nenek moyang adalah tempat matahari terbit atau terbenam, dan tempat-tempat yang tinggi, misalnya di gunung dan bukit. Bukti mengenai hal ini terlihat dari hasil penggalian kuburan-kuburan kuno di beberapa tempat di wilayah Indonesia, seperti Bali dan Kalimantan yang menunjukkan arah kepala mayat selalu ke arah timur, barat atau ke puncak-puncak gunung atau bukit.
Masyarakat yang melewati batu besar tersebut mendengar keganjilan seperti suara minta tolong, memanggil namanya, dan lain-lain. Namun begitu dilihat mereka tidak menemukan adanya orang atau apapun. Peristiwa tersebut kemudian terus berkembang hingga masyarakat menjadi peracaya bahwa batu yang dimaksud mempunyai roh atau jiwa.
Dinamisme adalah suatu kepercayaan dengan keyakinan bahwa semua benda mempunyai kekuatan gaib, misalnya gunung, batu, dan api. Bahkan benda-benda buatan manusia seperti patung, tombak, jimat dan lain sebagainya.
Totemisme merupakan keyakinan bahwa binatang tertentu merupakan nenek moyang suatu masyarakat atau orang tertentu. Binatang yang dianggap nenek moyang antara masyarakat yang satu dengan lainnya berbeda-beda. Biasanya binatang nenek moyang tersebut disucikan, tidak boleh diburu dan dimakan, kecuali untuk upacara tertentu.
Kepercayaan animisme dan dinamisme menjadi kepercayaan asli bangsa Indonesia sebelum agama Hindu dan Budha masuk ke Indonesia. Dalam kehidupan keagamaan di Indonesia, kedua kepercayaan itu sudah berakar kuat. Salah satu aspek yang dapat dikaitkan dengan kedua kepercayaan tersebut adalah berupa peninggalan-peninggalan zaman megalitikum.
Menhir atau arca, merupakan lambang dan tahta persemayaman roh leluhur. Kedua jenis peninggalan itu digunakan sebagai sarana pemujaan terhadap roh nenek moyang. Dolmen dan punden berundak berkaitan dengan aktivitas upacara, karena dolmen digunakan sebagai tempat sesaji, sedangkan punden berundak digunakan untuk tempat upacara.
Praktik-praktik kepercayaan animisme dan dinamisme itu juga terlihat dalam penyelenggaraan upacara-upacara yang berhubungan dengan kematian. Penyelenggaraan upacara kematian dilandasi dengan kepercayaan bahwa kematian itu pada hakikatnya tidak membawa perubahan dalam kedudukan, keadaan dan sifat seseorang. Dengan landasan itu, penguburan mayat selalu disertai dengan bekal-bekal kubur dan arwah mayat yang disesuaikan dengan kedudukannya ketika masih hidup.
Keyakinan akan adanya dunia arwah terlihat dari arah penempatan kepala mayat yang diarahkan ke tempat asal atau tempat bersemayam roh nenek moyang mereka. Tempat yang biasanya diyakini sebagai tempat roh nenek moyang adalah tempat matahari terbit atau terbenam, dan tempat-tempat yang tinggi, misalnya di gunung dan bukit.
Bukti mengenai hal ini terlihat dari hasil penggalian kuburan-kuburan kuno di beberapa tempat di wilayah Indonesia, seperti Bali dan Kalimantan yang menunjukkan arah kepala mayat selalu ke arah timur, barat atau ke puncak-puncak gunung atau bukit.