Malaysia kian hari kian rajin mengklaim kebudayaan yang bukan miliknya. Rasa Sayange yang nyata-nyata merupakan lagu daerah asal Maluku, kemudian yang menghebohkan Reog Ponorogo yang telah dipentaskan dalam pentas kebudayaan bertaraf internasional dan telah mendongkrak popukaritasnya di mata dunia sebagai negara yang mampu melestarikan dan mengeksplorasi “budayanya”, menyusul lagu-lagu daerah seperti Soleram, Injit-injit Semut, Anak Kambing Saya, tak ketinggalan tari-tarian seperti Tari Piring, Tari Kuda Lumping, serta yang paling baru adalah Tari Pendet yang digunakan sebagai ikon dalam iklan pariwisata Malaysia.
Melihat kasus di atas dapat terlihat sikap Malaysia yang seolah arogan dan sangat rendah serta sikap Pemerintahan Indonesia yang seolah diam seribu bahasa melihat budaya kebanggaannya diklaim negara tetangga yang memang telah dikenal sebagai negara pencari masalah oleh rakyat Indoneasia. Mengapa Pemerintah Malaysia seringkali melakukan klaim terhadap kebudayaan Indonesia? Mengapa Pemerintah Indonesia yang memiliki rakyat dengan nasionalisme tinggi seolah takut dengan negara persemakmuran Inggris tersebut? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi pokok permasalahan yang menarik untuk dibahas lebih dalam.
Malaysia yang secara historis terbukti merupakan negara serumpun melayu dengan Indonesia yang perbedaannya nyaris sangat tipis membuatnya mencari identitas bangsanya sendiri. Malaysia memang tengah dilanda krisis identitas dikarenakan tidak adanya perbedaan yang signifikan dengan budaya asli Indonesia. Fakta mengungkapkan dari 40 orang mahasiswa asal Malaysia yang sedang menempuh studi di Indonesia mengaku hanya sedikit dari mereka yag mengenal sejarahnya. Selain itu anggapan ini semakin diperkuat dengan pernyataan salah satu pejabat tinggi Malaysia yang mengatakan bahwa Malaysia bisa saja menggunakan semua budaya yang dimiliki Indonesia untuk mempromosikan negaranya dengan alasan kedekatan budaya dan sejarahnya. Padahal implementasinya tidak semudah itu untuk saat ini apalagi mengenai perihal penggunaan budaya suatu bangsa untuk mempromosiakan bangsa lain yang bukan pemiliknya.
Malaysia sebagai negara yang juga menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang mengusung tema kebudayaan tradisional khas negaranya mengharuskannya untuk memiliki kekayaan budaya tradisional yang beragam dan menarik untuk dijual kepada turis mancanegara yang berkunjung ke sana. Selain itu sebuah fakta menarik mengungkapkan bahwa Malaysia adalah salah satu negara transit bagi turis-turis asing yang hendak mengunjungi Indonesia terutama Bali. Hal ini membuat Malaysia berusaha untuk mempertahankan para turis asing agar menetap lebih lama di sana. Salah satu caranya adalah dengan menyuguhkan pertunjukan budaya-budaya yang membuat para turis tertarik dan betah untuk menikmati bahkan mempelajari budaya tersebut. Sehingga tak jarang mereka suguhkan pula budaya-budaya Indonesia yang memang memiliki nilai seni tinggi untuk kancah internasional.
Dengan mudahnya melakukan hal tersebut karena merasa memiliki jasa yang besar terhadap Indonesia. Salah satu contoh riilnya adalah TKI yang banyak dipekerjakan di sana. Malaysia sesungguhnya menganggap Indonesia sebagai negara besar yang memiliki banyak potensi dan keunggulan. Malaysia menjadikan tokoh agama Indonesia seperti Ulama besar Indonesia menjadi salah satu tokoh panutan. Dan fakta menyebutkan bahwa pejabat-pejabat tinggi yang kini menjabat di Pemerintahan Malaysia merupakan keturunan Indonesia yang telah terjadi selama puluhan bahkan mungkin ratusan tahun yang lalu. Namun kembali lagi karena TKI yang membuat Mslaysia memandang rendah Indonesia sebagai negara di bawahnya. Karena hal ini pula sehingga membuat Malaysia merasa berada di tingkat stratifikasi yang lebih tinggi daripada Indonesia dan menjustifikasi klaim-klaim yang mereka lakukan.
Dari segi Pemerintahan Indonesia yang terkesan menutup mata terhadap masalah ini, penyebab utamanya adalah karena kebijakan luar negeri RI terlalu berfokus pada masalah-masalah internasional sehingga seolah melupakan masalah-masalah dalam negeri Indonesia sendiri. Pemerintah Indonesia yang mengorientasikan fokusnya pada masalah kerjasama internasional dengan negara-negara besar seperti Amerika, Cina, dan Jepang atau ikut ambil andil dalam isu-isu global seperti perubahan iklim dan human trafficking menjadikan posisi Indonesia lemah dalam hal diplomasi serumpun. Ini dapat terjadi karena arah kebijakan luar negeri Indonesia yang menggampangkan diplomasi dengan negara-negara serumpun. Pemerintah cenderung terus mengedepankan jalan perdamaian terhadap tetangga yang justru melakukan hal sebaliknya. Akbatnya adalah martabat Indonesia yang dapat dengan mudah dilecehkan oleh negara serumpun seperti Malaysia.
Penjelasan:
Malaysia kian hari kian rajin mengklaim kebudayaan yang bukan miliknya. Rasa Sayange yang nyata-nyata merupakan lagu daerah asal Maluku, kemudian yang menghebohkan Reog Ponorogo yang telah dipentaskan dalam pentas kebudayaan bertaraf internasional dan telah mendongkrak popukaritasnya di mata dunia sebagai negara yang mampu melestarikan dan mengeksplorasi “budayanya”, menyusul lagu-lagu daerah seperti Soleram, Injit-injit Semut, Anak Kambing Saya, tak ketinggalan tari-tarian seperti Tari Piring, Tari Kuda Lumping, serta yang paling baru adalah Tari Pendet yang digunakan sebagai ikon dalam iklan pariwisata Malaysia.
Melihat kasus di atas dapat terlihat sikap Malaysia yang seolah arogan dan sangat rendah serta sikap Pemerintahan Indonesia yang seolah diam seribu bahasa melihat budaya kebanggaannya diklaim negara tetangga yang memang telah dikenal sebagai negara pencari masalah oleh rakyat Indoneasia. Mengapa Pemerintah Malaysia seringkali melakukan klaim terhadap kebudayaan Indonesia? Mengapa Pemerintah Indonesia yang memiliki rakyat dengan nasionalisme tinggi seolah takut dengan negara persemakmuran Inggris tersebut? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi pokok permasalahan yang menarik untuk dibahas lebih dalam.
Malaysia yang secara historis terbukti merupakan negara serumpun melayu dengan Indonesia yang perbedaannya nyaris sangat tipis membuatnya mencari identitas bangsanya sendiri. Malaysia memang tengah dilanda krisis identitas dikarenakan tidak adanya perbedaan yang signifikan dengan budaya asli Indonesia. Fakta mengungkapkan dari 40 orang mahasiswa asal Malaysia yang sedang menempuh studi di Indonesia mengaku hanya sedikit dari mereka yag mengenal sejarahnya. Selain itu anggapan ini semakin diperkuat dengan pernyataan salah satu pejabat tinggi Malaysia yang mengatakan bahwa Malaysia bisa saja menggunakan semua budaya yang dimiliki Indonesia untuk mempromosikan negaranya dengan alasan kedekatan budaya dan sejarahnya. Padahal implementasinya tidak semudah itu untuk saat ini apalagi mengenai perihal penggunaan budaya suatu bangsa untuk mempromosiakan bangsa lain yang bukan pemiliknya.
Malaysia sebagai negara yang juga menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang mengusung tema kebudayaan tradisional khas negaranya mengharuskannya untuk memiliki kekayaan budaya tradisional yang beragam dan menarik untuk dijual kepada turis mancanegara yang berkunjung ke sana. Selain itu sebuah fakta menarik mengungkapkan bahwa Malaysia adalah salah satu negara transit bagi turis-turis asing yang hendak mengunjungi Indonesia terutama Bali. Hal ini membuat Malaysia berusaha untuk mempertahankan para turis asing agar menetap lebih lama di sana. Salah satu caranya adalah dengan menyuguhkan pertunjukan budaya-budaya yang membuat para turis tertarik dan betah untuk menikmati bahkan mempelajari budaya tersebut. Sehingga tak jarang mereka suguhkan pula budaya-budaya Indonesia yang memang memiliki nilai seni tinggi untuk kancah internasional.
Dengan mudahnya melakukan hal tersebut karena merasa memiliki jasa yang besar terhadap Indonesia. Salah satu contoh riilnya adalah TKI yang banyak dipekerjakan di sana. Malaysia sesungguhnya menganggap Indonesia sebagai negara besar yang memiliki banyak potensi dan keunggulan. Malaysia menjadikan tokoh agama Indonesia seperti Ulama besar Indonesia menjadi salah satu tokoh panutan. Dan fakta menyebutkan bahwa pejabat-pejabat tinggi yang kini menjabat di Pemerintahan Malaysia merupakan keturunan Indonesia yang telah terjadi selama puluhan bahkan mungkin ratusan tahun yang lalu. Namun kembali lagi karena TKI yang membuat Mslaysia memandang rendah Indonesia sebagai negara di bawahnya. Karena hal ini pula sehingga membuat Malaysia merasa berada di tingkat stratifikasi yang lebih tinggi daripada Indonesia dan menjustifikasi klaim-klaim yang mereka lakukan.
Dari segi Pemerintahan Indonesia yang terkesan menutup mata terhadap masalah ini, penyebab utamanya adalah karena kebijakan luar negeri RI terlalu berfokus pada masalah-masalah internasional sehingga seolah melupakan masalah-masalah dalam negeri Indonesia sendiri. Pemerintah Indonesia yang mengorientasikan fokusnya pada masalah kerjasama internasional dengan negara-negara besar seperti Amerika, Cina, dan Jepang atau ikut ambil andil dalam isu-isu global seperti perubahan iklim dan human trafficking menjadikan posisi Indonesia lemah dalam hal diplomasi serumpun. Ini dapat terjadi karena arah kebijakan luar negeri Indonesia yang menggampangkan diplomasi dengan negara-negara serumpun. Pemerintah cenderung terus mengedepankan jalan perdamaian terhadap tetangga yang justru melakukan hal sebaliknya. Akbatnya adalah martabat Indonesia yang dapat dengan mudah dilecehkan oleh negara serumpun seperti Malaysia.