Undang-undang memiliki kekuatan berlaku yuridis apabila persyaratan formal terbunya undang-undang itu telah terpenuhi. Menurut HANS KELSEN kaedah hukum mempunyai kekuatan berlaku apabila penetapannya didasarkan atas kaedah yang lebih tinggi tingkatannya. Suatu kaedah hukum merupakan system kaedah secara hierarchies. Di dalam Grundnorm (norma dasar) terdapat dasar belakunya semua kaedah yang berasal dari satu kata hukum. Dari grundnorm itu hanya dapat dijabarkan berlakunya kaedah hukum dan bukan isinya. Pertanyaan berlakunya hukum itu berhubungan dengan das Sollen, sedangkan das Sein itu berhubungan dengertian hukum.
Dasar Kekuatan berlaku Yuridis pada prinsipnya harus menunjukan:
Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan, dalam arti harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang.Keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan dengan materi yang diatur, terutama kalau diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau sederajat.Keharusan mengikuti tatacara tertentu, seperti pengundaangan atau penggumuman setiap Undang-undang harus dalam Lembar Negara, atau peraturan daerah harus mendapatkan persetujuan dari DPRD bersangkutan.Keharusan bahwa tidak bertentangan dengan perraturan peerundang-undangn yang lebih tinggi tingkatannya.
b. Kekuatan Berlaku Sosiologis
Disini intinya adalah efektivitas atau hasil guna kaedah hukum didalam kehidupan bersama. Yang dimaksudkan ialah bahwa berlakunya atau diterimanya hukum didalam masyarakat itu lepas dari kenyataan apakah peraturan hukum itu terbentuk menurut persyaratan formal atau tidak. Jadi sini berlakunya hukum merupakan kenyataan dalam masyarakat.
Dasar kekuatan berlaku sosiologis harus mencerminkan kenyataan penerimaan dalam masyarakat. Menurut Soejono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, bahwa landasan teorotis sebagai dasar sosiologis berlakunya suatu kaidah hukum diddasarkan pada teori yaitu:
Teori kekuasaan bahwa secara sosiologis kaidah hukum berlaku karena paksaan penguasa, terlepas diterima atau tidak diterima oleh masyarakat.Teori pengakuan bahwa kaidah hukum berlaku berdasarkan penerimaan dari masyarakat tempat hukum itu berlaku.
c. Kekuatan Berlaku Filosofis
Hukum mempunyai kekuatan berlaku filosofis apabila kaedah hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum(Rechtsidee) sebagai nilai positif yang tertinggi. Undang-undang no 19 tahun 1948 adalah suatu contoh undang-undang yang hanya mempunyai kekuatan beerlaku yuridis karena telah memenuhi persyaratan formal terbentuknya, tetapi belum berlaku secara operasional. Walaupun undang-undang tersebut sudah diundangkan tetapi dinyatakan berlaku pada hari yang akan ditetapkan oleh mentri kehakiman. undang-undang no 2 tahun 1960 tentang bagi hasil telah mempunyai kekuatan berlaku yuridis tetapi didalam peraktek tidak sepenuhnya berlaku.
Dasar kekuatan berlaku filosofis menyangkut pandangn mengenai inti atau hakikat dari kaidah hukum itu, yaitu apa yang menjadi cita hukum yaitu apa yang mereka harapkan dari hukum, misalnya untuk menjamin keadilan, ketertiban, kesejahteraan dan sebagainya.
Agar berfungsi maka kaedah hukum harus memenuhi ketiga unsur tersebut. Harus mempunyai kekuatan berlaku yuridis, sosiologis dan filosofis sekaligus.
Undang-undang memiliki kekuatan berlaku yuridis apabila persyaratan formal terbunya undang-undang itu telah terpenuhi. Menurut HANS KELSEN kaedah hukum mempunyai kekuatan berlaku apabila penetapannya didasarkan atas kaedah yang lebih tinggi tingkatannya. Suatu kaedah hukum merupakan system kaedah secara hierarchies. Di dalam Grundnorm (norma dasar) terdapat dasar belakunya semua kaedah yang berasal dari satu kata hukum. Dari grundnorm itu hanya dapat dijabarkan berlakunya kaedah hukum dan bukan isinya. Pertanyaan berlakunya hukum itu berhubungan dengan das Sollen, sedangkan das Sein itu berhubungan dengertian hukum.
Dasar Kekuatan berlaku Yuridis pada prinsipnya harus menunjukan:
Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan, dalam arti harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang.Keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan dengan materi yang diatur, terutama kalau diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau sederajat.Keharusan mengikuti tatacara tertentu, seperti pengundaangan atau penggumuman setiap Undang-undang harus dalam Lembar Negara, atau peraturan daerah harus mendapatkan persetujuan dari DPRD bersangkutan.Keharusan bahwa tidak bertentangan dengan perraturan peerundang-undangn yang lebih tinggi tingkatannya.
b. Kekuatan Berlaku Sosiologis
Disini intinya adalah efektivitas atau hasil guna kaedah hukum didalam kehidupan bersama. Yang dimaksudkan ialah bahwa berlakunya atau diterimanya hukum didalam masyarakat itu lepas dari kenyataan apakah peraturan hukum itu terbentuk menurut persyaratan formal atau tidak. Jadi sini berlakunya hukum merupakan kenyataan dalam masyarakat.
Dasar kekuatan berlaku sosiologis harus mencerminkan kenyataan penerimaan dalam masyarakat. Menurut Soejono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, bahwa landasan teorotis sebagai dasar sosiologis berlakunya suatu kaidah hukum diddasarkan pada teori yaitu:
Teori kekuasaan bahwa secara sosiologis kaidah hukum berlaku karena paksaan penguasa, terlepas diterima atau tidak diterima oleh masyarakat.Teori pengakuan bahwa kaidah hukum berlaku berdasarkan penerimaan dari masyarakat tempat hukum itu berlaku.
c. Kekuatan Berlaku Filosofis
Hukum mempunyai kekuatan berlaku filosofis apabila kaedah hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum(Rechtsidee) sebagai nilai positif yang tertinggi. Undang-undang no 19 tahun 1948 adalah suatu contoh undang-undang yang hanya mempunyai kekuatan beerlaku yuridis karena telah memenuhi persyaratan formal terbentuknya, tetapi belum berlaku secara operasional. Walaupun undang-undang tersebut sudah diundangkan tetapi dinyatakan berlaku pada hari yang akan ditetapkan oleh mentri kehakiman. undang-undang no 2 tahun 1960 tentang bagi hasil telah mempunyai kekuatan berlaku yuridis tetapi didalam peraktek tidak sepenuhnya berlaku.
Dasar kekuatan berlaku filosofis menyangkut pandangn mengenai inti atau hakikat dari kaidah hukum itu, yaitu apa yang menjadi cita hukum yaitu apa yang mereka harapkan dari hukum, misalnya untuk menjamin keadilan, ketertiban, kesejahteraan dan sebagainya.
Agar berfungsi maka kaedah hukum harus memenuhi ketiga unsur tersebut. Harus mempunyai kekuatan berlaku yuridis, sosiologis dan filosofis sekaligus.