Jelaskan yang dimqksud dengan sejarah pancasila..... mohon di jaaawab..... yahhh
idul9
Sejarah Pancasila Sebagai Dasar Negara | Berbicara mengenai sejarah pancasila sebagai dasar negara, Pada era reformasi, ada keinginan berbagai pihak dan kalangan untuk melakukan penafsiran kembali atas pancasila dalam kedudukannya bagi bangsa dan negara Indonesia. Oleh karenanya terdapat berbagai istilah seperti reposisi, reaktualisasi, radikalisasi, redefinisi, rejuvenasi, revitalisasi reimplementasi, dekonstruksi ideologi dan lain sebagainya. Beragam kedudukan, posisi serta penafsiran atas pancasila pada bangunan negara Indonesia agar pancasila tidak lagi “terdistorsi dan terdiskreditkan” karena pengalaman masa lalu. Pendapat berbagai pihak khususnya para ahli tersebut patut dihargai sebagai suatu wujud kecintaan terhadap bangsa dan negara.
Pada tahun 1998 Dr. Koentowijoyo dalam tulisannya Radikalisassi Pancasila mengatakan perlunya kita memberi ruh baru di dalam pancasila, sehingga ia akan mampu menjadi suatu kekuatan yang menggerakkan sejarah. Selama ini pancasila hanya dijadikan janji di bibir saja (lip service), tidak ada pemerintah yang sungguh-sungguh melaksanakannya. Di sisi lain telah terjadi penyelewengan-penyelewengan terhadap pancasila, baik pada masa orde lama maupun pada orde baru. Ruh baru inilah yang dinamakan radikalisasi pancasila.
Radikalisasi pancasila berarti (1) mengembalikan pancasila sesuai dengan jati dirinya, yaitu pancasila sebagai ideologi negara. Pancasila yang sesuai dengan jati dirinya di dalam memberi visi kenegaraan, (2) mengganti pandangan atau persepsi dari pancasila sebagai ideologi menjadi pancasila sebagai ilmu, (3) mengusahakan agar pancasila memiliki konsistensi dengan produk-produk perundangan, koherensi antarsila di dalamnya dan korespondensi dengan realitas sosial, dan (4) pancasila yang semula melayani kepentingan vertikal menjadi pancasila yang melayani kepentingan horizontal.
Prof. Azyumi Azra mengatakan perlunya rejuvenasi terhadap pancasila tersebut. Dalam pandangan beliau, pancasila sebagai basis ideologis dan common platform bagi negara dan bangsa Indonesia yang plural, malah semakin kehilangan relevansinya. Dalam hal ini terdapat setidaknya tiga faktor yang membuat pancasila semakin sulit dan marginal dalam semua perkembangan yang terjadi.
Pertama, pancasila terlanjur tercemar karena kebijakan rezim orde baru yang menjadikan pancasila sebagai alat politik untuk mempertahankan status quo kekuasaannya. Kedua, leberalisasi politik yang terjadi dengan penghapusan ketentuan oleh bapak presiden B.J. Habibie tentang pancasila sebagai satu-satunya asas dari setiap organisasi. Penghapusan tersebut memberikan peluang bagi adopsi asas ideologi yang lain, dalam hal ini khususnya yang berbasiskan agama. Oleh sebab itu pancasila cenderung tidak lagi menjadi common platform dalam kehidupan politik di Indonesia. Ketiga, desentralisasi dan otonomisasi daerah yang sedikit banyak mendorong penguatan sentimen kedaerahan, jika hal ini didiamkan dan tidak diantisipasi kedepannya, bukan tidak bisa menumbuhkan sentimen local-nationalism yang dapat tumpang-tindih dengan ethno-nationalsm. Dalam proses ini, pancasila, baik sengaja maupun dengan implikasi, semakin kehilangan posisi sentralnya terseb
Berbicara mengenai sejarah pancasila sebagai dasar negara, Pada era reformasi, ada keinginan berbagai pihak dan kalangan untuk melakukan penafsiran kembali atas pancasila dalam kedudukannya bagi bangsa dan negara Indonesia. Oleh karenanya terdapat berbagai istilah seperti reposisi, reaktualisasi, radikalisasi, redefinisi, rejuvenasi, revitalisasi reimplementasi, dekonstruksi ideologi dan lain sebagainya. Beragam kedudukan, posisi serta penafsiran atas pancasila pada bangunan negara Indonesia agar pancasila tidak lagi “terdistorsi dan terdiskreditkan” karena pengalaman masa lalu. Pendapat berbagai pihak khususnya para ahli tersebut patut dihargai sebagai suatu wujud kecintaan terhadap bangsa dan negara.
Pada tahun 1998 Dr. Koentowijoyo dalam tulisannya Radikalisassi Pancasila mengatakan perlunya kita memberi ruh baru di dalam pancasila, sehingga ia akan mampu menjadi suatu kekuatan yang menggerakkan sejarah. Selama ini pancasila hanya dijadikan janji di bibir saja (lip service), tidak ada pemerintah yang sungguh-sungguh melaksanakannya. Di sisi lain telah terjadi penyelewengan-penyelewengan terhadap pancasila, baik pada masa orde lama maupun pada orde baru. Ruh baru inilah yang dinamakan radikalisasi pancasila.
Radikalisasi pancasila berarti (1) mengembalikan pancasila sesuai dengan jati dirinya, yaitu pancasila sebagai ideologi negara. Pancasila yang sesuai dengan jati dirinya di dalam memberi visi kenegaraan, (2) mengganti pandangan atau persepsi dari pancasila sebagai ideologi menjadi pancasila sebagai ilmu, (3) mengusahakan agar pancasila memiliki konsistensi dengan produk-produk perundangan, koherensi antarsila di dalamnya dan korespondensi dengan realitas sosial, dan (4) pancasila yang semula melayani kepentingan vertikal menjadi pancasila yang melayani kepentingan horizontal.
Prof. Azyumi Azra mengatakan perlunya rejuvenasi terhadap pancasila tersebut. Dalam pandangan beliau, pancasila sebagai basis ideologis dan common platform bagi negara dan bangsa Indonesia yang plural, malah semakin kehilangan relevansinya. Dalam hal ini terdapat setidaknya tiga faktor yang membuat pancasila semakin sulit dan marginal dalam semua perkembangan yang terjadi.
Pertama, pancasila terlanjur tercemar karena kebijakan rezim orde baru yang menjadikan pancasila sebagai alat politik untuk mempertahankan status quo kekuasaannya. Kedua, leberalisasi politik yang terjadi dengan penghapusan ketentuan oleh bapak presiden B.J. Habibie tentang pancasila sebagai satu-satunya asas dari setiap organisasi. Penghapusan tersebut memberikan peluang bagi adopsi asas ideologi yang lain, dalam hal ini khususnya yang berbasiskan agama. Oleh sebab itu pancasila cenderung tidak lagi menjadi common platform dalam kehidupan politik di Indonesia. Ketiga, desentralisasi dan otonomisasi daerah yang sedikit banyak mendorong penguatan sentimen kedaerahan, jika hal ini didiamkan dan tidak diantisipasi kedepannya, bukan tidak bisa menumbuhkan sentimen local-nationalism yang dapat tumpang-tindih dengan ethno-nationalsm. Dalam proses ini, pancasila, baik sengaja maupun dengan implikasi, semakin kehilangan posisi sentralnya terseb