Perguruan silat Tadjimalela didirikan pada tanggal 4 Agustus 1974 oleh R. Djadjat Koesoemahdinata atau lebih terkenal dengan nama Kang Djadjat Paramour. Nama Tadjimalela diambil dari salah nama seorang Raja/Prabu dari kerajaan Sumedang Larang, Jawa Barat. Digunakanya nama Tadjimalela adalah karena menurut silsilah, R. Djadjat Koesoemahdinata masih mempunyai hubungan kerabat dengan keluarga prabu tersebut. Berawal dari ketidak puasan Kang Djadjat dalam mempelajari ilmu silat, yang pada waktu itu hanya diberikan seni ibingnya dari seorang guru pencak, sementara ia menghendaki jurus-jurus praktis yang dapat digunakan jika terjadi perkelahian, maka ia pun terdorong untuk mencari lebih dari apa yang diterimanya.
Hal lain yang mendorong untuk mencari dan mempelajari ilmu silat adalah rasa keperihatinannya melihat perkembangan beladiri asing yang demikian maraknya pada waktu itu. Padahal pencak silat yang merupakan warisan para leluhur bangsa Indonesia seolah tersisih dan tidak mendapat perhatian, baik dari masyarakat sendiri maupun dari pemerintah. Kedua hal itu melahirkan suatu cita-cita yang kuat untuk menjadi seorang guru silat yang terkenal, dan menempatkan pencak silat sejajar atau lebih dari beladiri asing yang berkembang khususnya di Jawa Barat.
Cita-cita dan keinginan yang demikian kuat dan ditindaklanjuti beliau dengan sering berpuasa dan mendatangi tempat-tempat pertapaan. Waktu itu Kang Djadjat meninggalkan rumah selama empat hari. Sesampai di rumah, Kang Djadjat berada dalam keadaan shock, tidak mampu berbicara. Empat hari kemudian barulah ia dapat menceritakan semua kejadian itu kepada kakaknya, R. Iyan Koesoemahdinata, yang menjadi ketua umum Perguruan Silat Tadjimalela pusat. Pulang dari pengembaraan, beliau sering terlihat berlatih didepan cermin. Ia pun mulai mengajarkan beberapa jurus kepada teman-teman dan tetangga dekatnya di kawasan Jl.Dulatip, Bandung. Setelah merasa matang dalam jurus-jurusnya, barulah terpikir olehnya untuk mendirikan sebuah perguruan silat. Ia melakukan shalat malam dan berpuasa, memohon kepada Tuhan agar diberikan nama untuk perguruan silat dengan jurus-jurus yang ia ciptakan sendiri. Akhirnya ia mendapat petunjuk agar memberi nama TADJIMALELA kepada perguruan silatnya. Setelah mendapat dukungan dari keempat kakaknya, maka pada tangal 4 Agustus 1974 diresmikanlah perguruan silat Tadjimalela. Ada tujuh orang yang dianggap sebagai murid pertama, yang dijuluki PASUS (Pasukan Khusus). Mereka adalah Nang Martha, Buci Budiman, Wahya, Dedi AR, Barli, Oki Surya Hidayat (Ook). Setelah bernaung di bawah IPSI 1975, Kang Djadjat mulai mengarahkan jurus-jurusnya ke teknik yang dapat digunakan dan disahkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam olahraga. 6 Juli 1995 di usia 50 tahun, Kang Djajat pulang ke pangkuan ibu pertiwi. Sebuah pesan yang disampaikannya untuk generasi penerusnya sebelum beliau meninggal : “Tadjimalela Kudu Hirup Sarebu Taun Deui” atau “Tadjimalela harus hidup seribu tahun lagi”.
Duka Tadjimalela 5 November 2008 merupakan duka ke dua bagi PS Tadjimalela. Setelah ditinggalkan pendirinya Kang Djajat pada 6 Juli 1995, menyusul kakaknya yang menjabat sebagai Ketua Umum Tadjimalela turut berpulang ke pangkuan Ilahi yaitu Abah Iyan (R. Iyan S. Koesoemadinata).
Perguruan silat Tadjimalela didirikan pada tanggal 4 Agustus 1974 oleh R. Djadjat Koesoemahdinata atau lebih terkenal dengan nama Kang Djadjat Paramour.
Nama Tadjimalela diambil dari salah nama seorang Raja/Prabu dari kerajaan Sumedang Larang, Jawa Barat. Digunakanya nama Tadjimalela adalah karena menurut silsilah, R. Djadjat Koesoemahdinata masih mempunyai hubungan kerabat dengan keluarga prabu tersebut. Berawal dari ketidak puasan Kang Djadjat dalam mempelajari ilmu silat, yang pada waktu itu hanya diberikan seni ibingnya dari seorang guru pencak, sementara ia menghendaki jurus-jurus praktis yang dapat digunakan jika terjadi perkelahian, maka ia pun terdorong untuk mencari lebih dari apa yang diterimanya.
Hal lain yang mendorong untuk mencari dan mempelajari ilmu silat adalah rasa keperihatinannya melihat perkembangan beladiri asing yang demikian maraknya pada waktu itu. Padahal pencak silat yang merupakan warisan para leluhur bangsa Indonesia seolah tersisih dan tidak mendapat perhatian, baik dari masyarakat sendiri maupun dari pemerintah. Kedua hal itu melahirkan suatu cita-cita yang kuat untuk menjadi seorang guru silat yang terkenal, dan menempatkan pencak silat sejajar atau lebih dari beladiri asing yang berkembang khususnya di Jawa Barat.
Cita-cita dan keinginan yang demikian kuat dan ditindaklanjuti beliau dengan sering berpuasa dan mendatangi tempat-tempat pertapaan. Waktu itu Kang Djadjat meninggalkan rumah selama empat hari. Sesampai di rumah, Kang Djadjat berada dalam keadaan shock, tidak mampu berbicara. Empat hari kemudian barulah ia dapat menceritakan semua kejadian itu kepada kakaknya, R. Iyan Koesoemahdinata, yang menjadi ketua umum Perguruan Silat Tadjimalela pusat. Pulang dari pengembaraan, beliau sering terlihat berlatih didepan cermin. Ia pun mulai mengajarkan beberapa jurus kepada teman-teman dan tetangga dekatnya di kawasan Jl.Dulatip, Bandung. Setelah merasa matang dalam jurus-jurusnya, barulah terpikir olehnya untuk mendirikan sebuah perguruan silat. Ia melakukan shalat malam dan berpuasa, memohon kepada Tuhan agar diberikan nama untuk perguruan silat dengan jurus-jurus yang ia ciptakan sendiri. Akhirnya ia mendapat petunjuk agar memberi nama TADJIMALELA kepada perguruan silatnya. Setelah mendapat dukungan dari keempat kakaknya, maka pada tangal 4 Agustus 1974 diresmikanlah perguruan silat Tadjimalela. Ada tujuh orang yang dianggap sebagai murid pertama, yang dijuluki PASUS (Pasukan Khusus). Mereka adalah Nang Martha, Buci Budiman, Wahya, Dedi AR, Barli, Oki Surya Hidayat (Ook). Setelah bernaung di bawah IPSI 1975, Kang Djadjat mulai mengarahkan jurus-jurusnya ke teknik yang dapat digunakan dan disahkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam olahraga. 6 Juli 1995 di usia 50 tahun, Kang Djajat pulang ke pangkuan ibu pertiwi. Sebuah pesan yang disampaikannya untuk generasi penerusnya sebelum beliau meninggal : “Tadjimalela Kudu Hirup Sarebu Taun Deui” atau “Tadjimalela harus hidup seribu tahun lagi”.
Duka Tadjimalela
5 November 2008 merupakan duka ke dua bagi PS Tadjimalela. Setelah ditinggalkan pendirinya Kang Djajat pada 6 Juli 1995, menyusul kakaknya yang menjabat sebagai Ketua Umum Tadjimalela turut berpulang ke pangkuan Ilahi yaitu Abah Iyan (R. Iyan S. Koesoemadinata).
Maaf kalo salah