Berikut ini adalah kronologi konfrontasi Indonesia - Malaysia:
Awal mula terjadinya konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia adalah karena adanya rencana Federasi Malaya atau Persekutuan Tanah Melayu yang didukung Inggris mengumumkan penggabungan Brunei, Sarawak, dan Sabah ke dalam Federasi Malasyia, yang mana tindakan tersebut merupakan pelanggaran atas Persetujuan Manila yang ditandatangani oleh Indonesia, Filipina dan Federasi Malasyia. Dukungan Inggris tersebut diberikan karena Inggris mempunyai kepentingan atas Malaysia dan daerah sekitarnya, serta dengan dasar mempunyai perjanjian pertahanan bersama dengan Malaysia.
Rencana Federasi Malaya atau Persekutuan Tanah Melayu yang didukung Inggris tersebut kemudian ditentang oleh Pemerintahan Indonesia. Presiden Soekarno yang merupakan Presiden Indonesia menentang rencana tersebut karena penggabungan tersebut akan menambah kontrol Inggris di kawasan Kalimantan yang masih berkeinginan untuk melakukan penjajahan di wilayah nusantara sehingga berpotensi membahayakan kemerdekaan Indonesia. Presiden Soekarno berang dan mengecam Malaysia sebagai boneka imperialis Inggris.
Pemerintah Indonesia dan juga pemerintah Filipina yang mempunyai kepentingan atas rencana Malaysia tersebut kemudian menyatakan sikapnya bahwa kedua negara ini akan mengakui penggabungan tersebut apabila disetujui oleh mayoritas rakyat dari daerah yang akan digabungkan melalui sebuah referendum yang diselenggarakan oleh PBB.
Namun sebelum hasil dari referendum diumumkan malasyia telah mengumumkan penggabungan tersebut dengan alasan penggabungan dan pembentukan federasi Malasyia sebagai masalah dalam negeri, tanpa tempat untuk turut campur orang luar. Namun pemerintah Indonesia berpendapat lain karena pengumuman pembentukan dan penggabungan sepihak itu adalah bentuk pelanggaran persetujuan Manila dimana Indonesia adalah salah satu pihak yang berkepentingan dalam persetujuan tersebut. Karena pengumuman sepihak tersebut, pemerintah Indonesia kemudian mengumumkan konfrontasi dengan Malasyia melalui perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta.
Perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang dikeluarkan Presiden Soekarno berisi:
1. Pertinggi ketahanan revolusi Indonesia
2. Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk menghancurkan Malaysia
Pengumuman konfrontasi tersebut kemudian diikuti oleh pembentukan komando penyerangan atas Malasyia. Komando penyerangan ini bernama bernama Komando Mandala Siaga (Kolaga) yang dipimpin oleh Marsekal Madya Oemar Dhani.
Komando Mandala Siaga (Kolaga) terdiri dari tiga Komando, antar lain:
1. Komando Tempur Satu (Kopurtu). Komando Tempur Satu (Kopurtu) berkedudukan di Sumatera dengan sasaran operasi di Semenanjung Malaya, yang terdiri dari 12 Batalyon tentara nasional Indonesia dari angkatan darat (TNI-AD), kemudian sebanyak tiga Batalyon Para dan satu batalyon korps komando angkatan laut (KKO). Komando Tempur Satu (Kopurtu) dipimpin oleh Pangkopur-I yaitu Brigjen Kemal Idris.
2. Komando Tempur Dua (Kopurda). Komando Tempur Dua (Kopurda) berkedudukan di Kalimantan Barat yang terdiri dari 13 Batalyon yang berasal dari unsur korps komando angkatan laut (KKO) angkatan udara Republik Indonesia dan Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKA. Komando ini dipimpin oleh Pangkopur-II yaitu Brigjen Soepardjo.
3. Komando Armada Siaga. Komando Armada Siaga beroperasi di perbatasan Riau dan Kalimantan Timur yang terdiri dari tentara nasional Indonesia angkatan laut dan juga korps komando angkatan laut (KKO).
Pada tanggal 20 Januari 1965Indonesia menarik Indonesia dari PBB sebagai respon atas diterimanya Malaysia sebagai anggota tidak tetap PBB. Indonesia kemudian membentuk Konferensi Kekuatan Baru (Conference of New Emerging Forces atau CONEFO) sebagai kekuatan baru untuk menyaingi PBB. Pembentukan CONEFO kemudian diikuti oleh penyelenggaraan (Games of the New Emerging Forces (GANEFO) yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 1963.
Mapel : Sejarah
Kelas : XII SMA
Kategori : Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia
Kata kunci : Konfrontasi, Dwikora
Awal mula terjadinya konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia adalah karena adanya rencana Federasi Malaya atau Persekutuan Tanah Melayu yang didukung Inggris mengumumkan penggabungan Brunei, Sarawak, dan Sabah ke dalam Federasi Malasyia, yang mana tindakan tersebut merupakan pelanggaran atas Persetujuan Manila yang ditandatangani oleh Indonesia, Filipina dan Federasi Malasyia. Dukungan Inggris tersebut diberikan karena Inggris mempunyai kepentingan atas Malaysia dan daerah sekitarnya, serta dengan dasar mempunyai perjanjian pertahanan bersama dengan Malaysia.
Rencana Federasi Malaya atau Persekutuan Tanah Melayu yang didukung Inggris tersebut kemudian ditentang oleh Pemerintahan Indonesia. Presiden Soekarno yang merupakan Presiden Indonesia menentang rencana tersebut karena penggabungan tersebut akan menambah kontrol Inggris di kawasan Kalimantan yang masih berkeinginan untuk melakukan penjajahan di wilayah nusantara sehingga berpotensi membahayakan kemerdekaan Indonesia. Presiden Soekarno berang dan mengecam Malaysia sebagai boneka imperialis Inggris.
Pemerintah Indonesia dan juga pemerintah Filipina yang mempunyai kepentingan atas rencana Malaysia tersebut kemudian menyatakan sikapnya bahwa kedua negara ini akan mengakui penggabungan tersebut apabila disetujui oleh mayoritas rakyat dari daerah yang akan digabungkan melalui sebuah referendum yang diselenggarakan oleh PBB.
Namun sebelum hasil dari referendum diumumkan malasyia telah mengumumkan penggabungan tersebut dengan alasan penggabungan dan pembentukan federasi Malasyia sebagai masalah dalam negeri, tanpa tempat untuk turut campur orang luar. Namun pemerintah Indonesia berpendapat lain karena pengumuman pembentukan dan penggabungan sepihak itu adalah bentuk pelanggaran persetujuan Manila dimana Indonesia adalah salah satu pihak yang berkepentingan dalam persetujuan tersebut.
Karena pengumuman sepihak tersebut, pemerintah Indonesia kemudian mengumumkan konfrontasi dengan Malasyia melalui perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta.
Perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang dikeluarkan Presiden Soekarno berisi:
1. Pertinggi ketahanan revolusi Indonesia
2. Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk menghancurkan Malaysia
Pengumuman konfrontasi tersebut kemudian diikuti oleh pembentukan komando penyerangan atas Malasyia. Komando penyerangan ini bernama bernama Komando Mandala Siaga (Kolaga) yang dipimpin oleh Marsekal Madya Oemar Dhani.
Komando Mandala Siaga (Kolaga) terdiri dari tiga Komando, antar lain:
1. Komando Tempur Satu (Kopurtu). Komando Tempur Satu (Kopurtu) berkedudukan di Sumatera dengan sasaran operasi di Semenanjung Malaya, yang terdiri dari 12 Batalyon tentara nasional Indonesia dari angkatan darat (TNI-AD), kemudian sebanyak tiga Batalyon Para dan satu batalyon korps komando angkatan laut (KKO). Komando Tempur Satu (Kopurtu) dipimpin oleh Pangkopur-I yaitu Brigjen Kemal Idris.
2. Komando Tempur Dua (Kopurda). Komando Tempur Dua (Kopurda) berkedudukan di Kalimantan Barat yang terdiri dari 13 Batalyon yang berasal dari unsur korps komando angkatan laut (KKO) angkatan udara Republik Indonesia dan Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKA. Komando ini dipimpin oleh Pangkopur-II yaitu Brigjen Soepardjo.
3. Komando Armada Siaga. Komando Armada Siaga beroperasi di perbatasan Riau dan Kalimantan Timur yang terdiri dari tentara nasional Indonesia angkatan laut dan juga korps komando angkatan laut (KKO).
Pada tanggal 20 Januari 1965Indonesia menarik Indonesia dari PBB sebagai respon atas diterimanya Malaysia sebagai anggota tidak tetap PBB. Indonesia kemudian membentuk Konferensi Kekuatan Baru (Conference of New Emerging Forces atau CONEFO) sebagai kekuatan baru untuk menyaingi PBB. Pembentukan CONEFO kemudian diikuti oleh penyelenggaraan (Games of the New Emerging Forces (GANEFO) yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 1963.