jernih12
Pertama: “Pergilah, dan jadikan semua bangsa murid-Ku.” Kata kerja “pergilah dan jadikan” merupakan dua kata kerja perintah yang aktif. Bila itu adalah perintah yang aktif, berarti orang Kristen harus berinisiatif menaati-Nya. Memberitakan Injil bukan lagi suatu opsi, tapi suatu keharusan dan tanggung jawab orang percaya. Rick Warren mengatakan: “Setiap orang Kristen adalah duta Kristus. Ke manapun ia pergi, sudah menjadi tanggung jawabnya untuk memberitakan bahwa Kristus telah datang ke dalam dunia; Ia telah mati di atas kayu salib; Ia telah bangkit dan berjanji akan datang kembali untuk kedua kali. Suatu hari kelak, orang percaya harus mempertanggungjawabkan di hadapan Tuhan tentang seberapa seriuskah ia memberitakan Injil.” (Warren, “The Purpose Driven Church” hal. 104). Namun dalam memberitakan Injil, suatu hal yang perlu orang percaya camkan adalah ia bukan hanya sekadar memberitakannya, dan setelah itu ia menganggap tugasnya selesai. Tidak. Melainkan ia harus berusaha demikian rupa sehingga orang yang diinjili rela menjadi murid Tuhan Yesus. Perkataan “murid” di sini lebih ditekankan pada fakta bahwa pikiran, hati dan kehendak orang itu harus dimenangkan bagi Tuhan. Seorang murid adalah seorang yang mau belajar. Ia perlu mengetahui akan kondisinya yang terhilang, rencana Tuhan yang menyelamatkan dunia, kasih-Nya kepada orang-orang berdosa, pertobatan, pengudusan, dsb. Mengerti semua hal di atas dengan pikiran belum menjadikan seorang itu murid. Seorang murid Tuhan yang sejati adalah setelah mengerti kebenaran-kebenaran di atas, ia mempraktekkannya dalam hidupnya, dan mengalami sendiri kebenaran-kebenaran itu. Bila hal ini terjadi maka akan ada suatu transformasi dari dalam diri orang itu. Transformasi inilah yang akan menciptakan suatu hubungan yang erat dan komitmen yang dalam dari orang itu dengan Tuhan Yesus. Ini seperti yang dikatakan oleh Tuhan Yesus dalam Yoh. 8:31-32: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” (Hendriksen, The Gospel of Matthew, hal. 1001).
Kedua: “Baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.” Sebagai orang Kristen kita dipangil bukan hanya untuk percaya, tapi setelah dibina dengan baik, ia harus menerima baptisan air. Mengapa orang percaya perlu dibaptis? Dalam jawaban Tuhan Yesus kepada Yohanes Pembaptis, Yesus berkata: “Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah.” (Mat. 3:15). Jadi, baptisan air itu penting, karena baptisan air menggenapkan kehendak Allah. Selain itu, “dibaptis dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” mempunyai makna rohani yang amat dalam. Menurut adat pada waktu itu, dibaptis dalam nama seseorang menandakan tanda kepemilikan. Seorang yang dibaptis atas nama seseorang berarti ia dibawa masuk ke dalam suatu relasi yang intim dengan orang yang mempunyai nama itu. Jadi, orang percaya yang dibaptis dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus, berarti ia dibawa masuk ke dalam suatu relasi yang amat dalam dengan Allah Bapa, Anak, dan Roh dan menjadi milik Allah Tritunggal. Bila ia telah menjadi milik Allah Tritunggal, berarti secara otomatis ia menjadi anggota keluarga Allah. “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah,” kata rasul Paulus (Ef. 2:19). Baptisan air penting, karena orang yang menerima baptisan itu bukan hanya mengenapkan kehendak Allah, tapi juga sebagai simbol persekutuan antar anggota keluarga Allah. Maka bagi kita yang sudah lahir baru dan belum dibaptis perlulah segera mengikuti kelas katekesasi dan dibaptis. Pepatah Inggris berkata: “Don’t put it off tomorrow, what you can do today.”
Ketiga: “Ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” Panggilan Gereja bukan saja menginjili orang-orang yang belum percaya, tapi setelah
Kata kerja “pergilah dan jadikan” merupakan dua kata kerja perintah yang aktif. Bila itu adalah perintah yang aktif, berarti orang Kristen harus berinisiatif menaati-Nya. Memberitakan Injil bukan lagi suatu opsi, tapi suatu keharusan dan tanggung jawab orang percaya. Rick Warren mengatakan: “Setiap orang Kristen adalah duta Kristus. Ke manapun ia pergi, sudah menjadi tanggung jawabnya untuk memberitakan bahwa Kristus telah datang ke dalam dunia; Ia telah mati di atas kayu salib; Ia telah bangkit dan berjanji akan datang kembali untuk kedua kali. Suatu hari kelak, orang percaya harus mempertanggungjawabkan di hadapan Tuhan tentang seberapa seriuskah ia memberitakan Injil.” (Warren, “The Purpose Driven Church” hal. 104).
Namun dalam memberitakan Injil, suatu hal yang perlu orang percaya camkan adalah ia bukan hanya sekadar memberitakannya, dan setelah itu ia menganggap tugasnya selesai. Tidak. Melainkan ia harus berusaha demikian rupa sehingga orang yang diinjili rela menjadi murid Tuhan Yesus. Perkataan “murid” di sini lebih ditekankan pada fakta bahwa pikiran, hati dan kehendak orang itu harus dimenangkan bagi Tuhan.
Seorang murid adalah seorang yang mau belajar. Ia perlu mengetahui akan kondisinya yang terhilang, rencana Tuhan yang menyelamatkan dunia, kasih-Nya kepada orang-orang berdosa, pertobatan, pengudusan, dsb. Mengerti semua hal di atas dengan pikiran belum menjadikan seorang itu murid. Seorang murid Tuhan yang sejati adalah setelah mengerti kebenaran-kebenaran di atas, ia mempraktekkannya dalam hidupnya, dan mengalami sendiri kebenaran-kebenaran itu.
Bila hal ini terjadi maka akan ada suatu transformasi dari dalam diri orang itu. Transformasi inilah yang akan menciptakan suatu hubungan yang erat dan komitmen yang dalam dari orang itu dengan Tuhan Yesus. Ini seperti yang dikatakan oleh Tuhan Yesus dalam Yoh. 8:31-32: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” (Hendriksen, The Gospel of Matthew, hal. 1001).
Kedua: “Baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.”
Sebagai orang Kristen kita dipangil bukan hanya untuk percaya, tapi setelah dibina dengan baik, ia harus menerima baptisan air. Mengapa orang percaya perlu dibaptis? Dalam jawaban Tuhan Yesus kepada Yohanes Pembaptis, Yesus berkata: “Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah.” (Mat. 3:15). Jadi, baptisan air itu penting, karena baptisan air menggenapkan kehendak Allah.
Selain itu, “dibaptis dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” mempunyai makna rohani yang amat dalam. Menurut adat pada waktu itu, dibaptis dalam nama seseorang menandakan tanda kepemilikan. Seorang yang dibaptis atas nama seseorang berarti ia dibawa masuk ke dalam suatu relasi yang intim dengan orang yang mempunyai nama itu. Jadi, orang percaya yang dibaptis dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus, berarti ia dibawa masuk ke dalam suatu relasi yang amat dalam dengan Allah Bapa, Anak, dan Roh dan menjadi milik Allah Tritunggal.
Bila ia telah menjadi milik Allah Tritunggal, berarti secara otomatis ia menjadi anggota keluarga Allah. “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah,” kata rasul Paulus (Ef. 2:19). Baptisan air penting, karena orang yang menerima baptisan itu bukan hanya mengenapkan kehendak Allah, tapi juga sebagai simbol persekutuan antar anggota keluarga Allah. Maka bagi kita yang sudah lahir baru dan belum dibaptis perlulah segera mengikuti kelas katekesasi dan dibaptis. Pepatah Inggris berkata: “Don’t put it off tomorrow, what you can do today.”
Ketiga: “Ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.”
Panggilan Gereja bukan saja menginjili orang-orang yang belum percaya, tapi setelah