Jelaskan makna setiap bait dari puisi Malu Aku Jadi Orang Indonesia!
ShofiaTiara
Langit akhlak telah roboh di atas negeriKarena akhlak roboh, hukum tak tegak berdiriKarena hukum tak tegak, semua jadi begini Negeriku sesak adegan tipu-menipuBergerak ke kiri, dengan maling kebentur akuBergerak ke kanan, dengan perampok ketabrak akuBergerak ke belakang, dengan pencopet kesandung akuBergerak ke depan, dengan penipu ketanggor akuBergerak ke atas, di kaki pemeras tergilas aku Kapal laut bertenggelaman, kapal udara berjatuhanGempa bumi, banjir, tanah longsor dan orang-orang kelaparanKemarau panjang, kebakaran hutan berbulan-bulanJutaan hektar jadi jerebu abu-abu berkepulanBumiku demam berat, menggigilkan air lautan Beribu pencari nafkah dengan kapal dipulangkanPenyakit kelamin meruyak tak tersembuhkanPenyakit nyamuk membunuh bagai ejekanBerjuta belalang menyerang lahan pertanianBumiku demam berat, menggigilkan air lautan Lalu berceceran darah, berkepulan asap dan berkobaran apiEmpat syuhada melesat ke langit dari bumi TrisaktiGemuruh langkah, simaklah, diseluruh negeriBeribu bangunan roboh, dijarah dalam huru-hara iniDengar jeritan berates orang berlarian dikunyah apiMereka hangus-arang, siapa dapat mengenal lagiBumiku sakit berat, dengarlah angin menangis sendiri Kukenangkan tahun ’47 lama aku jalan di Ambarawa dan SalatigaBalik kujalani Clash I di Yogya, Clash II di BukittingiKuingat-ingat pemboman Sekutu dan Belanda seantero negeriSeluruh korban empat tahun revolusiDengan Mei ’98 jauh beda, jauh kalah ngeriAku termangu mengenang iniBumiku sakit berat, dengarlah angina menangis sendiri Ke daun telingaku, jari Tuhan memberi jentikanKe ulu hatiku, ngilu tertikam cobaanDi aorta jantungku, musibah bersimbah darahDi cabang tangkai paru-paruku, kutuk mencekik nafaskuTapi, apakah sah sudah, ini murka-Mu? Ada burung merpati sore melayangAdakah desingnya kau dengar sekarang
Negeriku sesak adegan tipu-menipuBergerak ke kiri, dengan maling kebentur akuBergerak ke kanan, dengan perampok ketabrak akuBergerak ke belakang, dengan pencopet kesandung akuBergerak ke depan, dengan penipu ketanggor akuBergerak ke atas, di kaki pemeras tergilas aku
Kapal laut bertenggelaman, kapal udara berjatuhanGempa bumi, banjir, tanah longsor dan orang-orang kelaparanKemarau panjang, kebakaran hutan berbulan-bulanJutaan hektar jadi jerebu abu-abu berkepulanBumiku demam berat, menggigilkan air lautan
Beribu pencari nafkah dengan kapal dipulangkanPenyakit kelamin meruyak tak tersembuhkanPenyakit nyamuk membunuh bagai ejekanBerjuta belalang menyerang lahan pertanianBumiku demam berat, menggigilkan air lautan
Lalu berceceran darah, berkepulan asap dan berkobaran apiEmpat syuhada melesat ke langit dari bumi TrisaktiGemuruh langkah, simaklah, diseluruh negeriBeribu bangunan roboh, dijarah dalam huru-hara iniDengar jeritan berates orang berlarian dikunyah apiMereka hangus-arang, siapa dapat mengenal lagiBumiku sakit berat, dengarlah angin menangis sendiri
Kukenangkan tahun ’47 lama aku jalan di Ambarawa dan SalatigaBalik kujalani Clash I di Yogya, Clash II di BukittingiKuingat-ingat pemboman Sekutu dan Belanda seantero negeriSeluruh korban empat tahun revolusiDengan Mei ’98 jauh beda, jauh kalah ngeriAku termangu mengenang iniBumiku sakit berat, dengarlah angina menangis sendiri
Ke daun telingaku, jari Tuhan memberi jentikanKe ulu hatiku, ngilu tertikam cobaanDi aorta jantungku, musibah bersimbah darahDi cabang tangkai paru-paruku, kutuk mencekik nafaskuTapi, apakah sah sudah, ini murka-Mu?
Ada burung merpati sore melayangAdakah desingnya kau dengar sekarang