Jelaskan keterkaitan antara dimensi ritual dan sosial dalam agama
Ayesshh
Ketakwaan sebagai puncak keberagamaan mempersyaratkan dipenuhinya kedua dimensi ajaran Islam itu. Sehingga, seseorang itu baru dikatakan sebagai bertakwa bukan hanya karena telah percaya kepada Tuhan yang ghaib dan telah menjalankan shalat, tetapi apabila juga bersedia menafkahkan sebagian harta yang dimilikinya kepada sesama. Hal itu sebagaimana ditegaskan dalam surat al-Baqarah (2):3 yang terjemahannya “Inilah kitab yang tiada diragukan; suatu petunjuk bagi mereka yang bertakwa (yaitu) orang-orang yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami karuniakan”. Dalam ajaran Islam, hubungan antara dimensi ritual dan dimensi sosial adalah saling memberi makna. Dimensi ritual harus diwujudkan dalam perilaku sosial, dan sebaliknya perilaku sosial harus memiliki landasan yang kokoh dalam dimensi ritual. Oleh karena itu melaksanakan ibadah-ibadah ritual mesti dibarengi dengan menghayatinya tidak saja sebagai bentuk komunikasi vertikal dengan Allah, lebih dari itu juga termotivasi untuk merefleksikan nilai-nilai sosialnya dalam komunikasi horisontal dengan lingkungan masyarakat sekitar. Dengan demikian, hubungan baik dengan Allah yang telah dibangun melalu ketaatan menjalankan ibadah-ibadah ritual, semestinya ditunjukkan dalam bentuk hubungan yang baik dengan keluarga, kerabat, tetangga, dan anggota manyarakat yang lebih luas. Kalau benar-benar mengakui bahwa Allah itu Maha mengetahui, maka semestinya kita menjadi orang yang selalu jujur, karena menyadari bahwa tidak mungkin bohong kepada Allah. Kalau kita mengakui Allah itu Maha rahman dan rahim, maka semestinya dalam berhubungan dengan keluarga kerabat, teman dan tetangga kita senantiasa berusaha melakukannya dengan cara yang juga penuh kasih sayang. Begitu seterusnya, setiap pengakuan manusia akan keberadaan Allah dengan segala sifatnya semestinya mendorong untuk mewujudkan sifat-sifat itu dalam batas kemampuan sebagai manusia dalam membangun hubungan dengan orang lain.
Dalam ajaran Islam, hubungan antara dimensi ritual dan dimensi sosial adalah saling memberi makna. Dimensi ritual harus diwujudkan dalam perilaku sosial, dan sebaliknya perilaku sosial harus memiliki landasan yang kokoh dalam dimensi ritual. Oleh karena itu melaksanakan ibadah-ibadah ritual mesti dibarengi dengan menghayatinya tidak saja sebagai bentuk komunikasi vertikal dengan Allah, lebih dari itu juga termotivasi untuk merefleksikan nilai-nilai sosialnya dalam komunikasi horisontal dengan lingkungan masyarakat sekitar.
Dengan demikian, hubungan baik dengan Allah yang telah dibangun melalu ketaatan menjalankan ibadah-ibadah ritual, semestinya ditunjukkan dalam bentuk hubungan yang baik dengan keluarga, kerabat, tetangga, dan anggota manyarakat yang lebih luas. Kalau benar-benar mengakui bahwa Allah itu Maha mengetahui, maka semestinya kita menjadi orang yang selalu jujur, karena menyadari bahwa tidak mungkin bohong kepada Allah. Kalau kita mengakui Allah itu Maha rahman dan rahim, maka semestinya dalam berhubungan dengan keluarga kerabat, teman dan tetangga kita senantiasa berusaha melakukannya dengan cara yang juga penuh kasih sayang. Begitu seterusnya, setiap pengakuan manusia akan keberadaan Allah dengan segala sifatnya semestinya mendorong untuk mewujudkan sifat-sifat itu dalam batas kemampuan sebagai manusia dalam membangun hubungan dengan orang lain.