Murtad atau meninggalkan keyakinan dan keimanan dari Allah SWT mempunyai konsekuensi hukum dalam Islam. Sebagai salah satu dari imam madzhab, Imam Syafi'i menjabarkan tentang bagaimana hukum murtad dengan disandarkan kepada dalil-dalil yang ada.
Dalam kitab Al-Umm, Imam Syafi'i berkata seseorang yang berpindah meninggalkan kesyirikan menuju keimanan, kemudian dia berpindah lagi dari keimanan menuju kesyirikan, maka jika orang itu adalah orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan dia diminta bertaubat. Jika dia bertaubat, maka taubatnya itu diterima. Namun jika dia tidak bertaubat, maka dia harus dihukum mati.
Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 217 berbunyi: "Wa la yazaluna yuqotilunakum hatta yaruddukum an dinikum instatho-u wa man yartadid minkum an dinihi fa yamut wa huwa kafirun fa-ulaika habithat a’maluhum fu dunya wal-akhirati. Wa ula-ika ashhabunnari hum fiha khalidun."
Yang artinya: “Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian sampai mereka (dapat) mengembalikan kalian dari agama kalian (kepada kekafiran), seadainya mereka sanggup. Siapa saja yang murtad di antara kalian dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya,”.
Imam Syafi'i juga berkata: “Seorang tsiqah (adil dan shabit dalam periwayatan hadis) dari kalangan sahabat kami mengabari, dari Hammad, dari Yahya bin Sa’id, dari Abu Umamah bin Sahl Hanif, dari Utsman bin Affan, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah halal darah seorang Muslim kecuali dengan salah satu di antara tiga, yakni kafir setelah iman, berzina setelah menikah, dan membunuh seseorang bukan karena nyawa seseorang (maksudnya bukan karena orang yang dibunuh itu memang harus dibunuh karena dia membunuh seseorang).
Imam Syafi'i menjelaskan kalimat ‘kufur setelah iman’ dan ‘siapa yang menukar agamanya harus dihukum mati’ dalam hadits yang dikabarkan melalui Sayyidina Utsman bin Affan itu, adalah pengertian yang menunjukkan siapa saja yang menukar agamanya yang merupakan agama yang benar (Islam). Bukan orang yang menukar agamanya dari agama selain Islam.
Jawaban:
Murtad atau meninggalkan keyakinan dan keimanan dari Allah SWT mempunyai konsekuensi hukum dalam Islam. Sebagai salah satu dari imam madzhab, Imam Syafi'i menjabarkan tentang bagaimana hukum murtad dengan disandarkan kepada dalil-dalil yang ada.
Dalam kitab Al-Umm, Imam Syafi'i berkata seseorang yang berpindah meninggalkan kesyirikan menuju keimanan, kemudian dia berpindah lagi dari keimanan menuju kesyirikan, maka jika orang itu adalah orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan dia diminta bertaubat. Jika dia bertaubat, maka taubatnya itu diterima. Namun jika dia tidak bertaubat, maka dia harus dihukum mati.
Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 217 berbunyi: "Wa la yazaluna yuqotilunakum hatta yaruddukum an dinikum instatho-u wa man yartadid minkum an dinihi fa yamut wa huwa kafirun fa-ulaika habithat a’maluhum fu dunya wal-akhirati. Wa ula-ika ashhabunnari hum fiha khalidun."
Yang artinya: “Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian sampai mereka (dapat) mengembalikan kalian dari agama kalian (kepada kekafiran), seadainya mereka sanggup. Siapa saja yang murtad di antara kalian dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya,”.
Imam Syafi'i juga berkata: “Seorang tsiqah (adil dan shabit dalam periwayatan hadis) dari kalangan sahabat kami mengabari, dari Hammad, dari Yahya bin Sa’id, dari Abu Umamah bin Sahl Hanif, dari Utsman bin Affan, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah halal darah seorang Muslim kecuali dengan salah satu di antara tiga, yakni kafir setelah iman, berzina setelah menikah, dan membunuh seseorang bukan karena nyawa seseorang (maksudnya bukan karena orang yang dibunuh itu memang harus dibunuh karena dia membunuh seseorang).
Imam Syafi'i menjelaskan kalimat ‘kufur setelah iman’ dan ‘siapa yang menukar agamanya harus dihukum mati’ dalam hadits yang dikabarkan melalui Sayyidina Utsman bin Affan itu, adalah pengertian yang menunjukkan siapa saja yang menukar agamanya yang merupakan agama yang benar (Islam). Bukan orang yang menukar agamanya dari agama selain Islam.