Rasus, saat itu masih bocah berumur 13 tahun. Ia digambarkan sebagai pemimpin di antara teman-temannya, paling tidak, sebagai bocah paling cerdas. Ketika mereka kesusahan mencabut pohon singkong disebabkan tanah yang kering, sementara tak ada air untuk melunakkan tanah, ia muncul dengan gagasan mengencingi tanah di sekitar pangkal batang singkong tersebut, dan berhasil mencabutnya.
Tokoh kedua, si gadis kecil Srintil. Ia masih berumur 11 tahun ketika pertama kali diperkenalkan. Tak seorang pun pernah mengajarinya berdendang atau menari ronggeng, tapi ia bisa melakukannya nyaris sempurna. Itu membuat orang percaya bahwa roh indang telah merasuki tubuhnya. Indang adalah semacam wangsit di dunia ronggeng, ketika orang yang dirasukinya dipercaya akan terpilih menjadi ronggeng. Rasus dan Srintil bersahabat sejak kecil. Lebih dari itu, Rasus tampak mulai “cemburu” ketika Srintil terpilih menjadi ronggeng, yang artinya Srintil telah menjadi milik semua orang.
Meskipun cerita banyak berputar di sekitar kedua tokoh ini, terutama hubungan asmara mereka yang tarik-ulur, tentu saja Ronggeng Dukuh Paruk memaparkan dunia yang lebih luas dari itu. Hal paling penting, yang akan kita tengok ke depan, tentu saja bagaimana novel ini menyikapi tragedi paling berdarah dalam sejarah Indonesia modern: peristiwa penghancuran Partai Komunis Indonesia (PKI), dan pembantaian simpatisan mereka yang terjadi kemudian.
Terlebih menyangkut kedua tokoh utama ini, keduanya harus terpisah oleh sebuah peristiwa sejarah ini. Rasus, kelak akan diperkenalkan dengan identitasnya yang baru sebagai tentara. Sangat menarik bagaimana seorang prajurit (dalam hal ini Rasus) melihat dan terlibat dalam tragedi 1965 ini. Di sisi lain, juga akan muncul Srintil dengan identitasnya yang juga baru, sebagai penari ronggeng untuk propaganda kaum merah (PKI), dan bagaimana ia melihat dirinya di situasi itu.
Rasus, saat itu masih bocah berumur 13 tahun. Ia digambarkan sebagai pemimpin di antara teman-temannya, paling tidak, sebagai bocah paling cerdas. Ketika mereka kesusahan mencabut pohon singkong disebabkan tanah yang kering, sementara tak ada air untuk melunakkan tanah, ia muncul dengan gagasan mengencingi tanah di sekitar pangkal batang singkong tersebut, dan berhasil mencabutnya.
Tokoh kedua, si gadis kecil Srintil. Ia masih berumur 11 tahun ketika pertama kali diperkenalkan. Tak seorang pun pernah mengajarinya berdendang atau menari ronggeng, tapi ia bisa melakukannya nyaris sempurna. Itu membuat orang percaya bahwa roh indang telah merasuki tubuhnya. Indang adalah semacam wangsit di dunia ronggeng, ketika orang yang dirasukinya dipercaya akan terpilih menjadi ronggeng. Rasus dan Srintil bersahabat sejak kecil. Lebih dari itu, Rasus tampak mulai “cemburu” ketika Srintil terpilih menjadi ronggeng, yang artinya Srintil telah menjadi milik semua orang.
Meskipun cerita banyak berputar di sekitar kedua tokoh ini, terutama hubungan asmara mereka yang tarik-ulur, tentu saja Ronggeng Dukuh Paruk memaparkan dunia yang lebih luas dari itu. Hal paling penting, yang akan kita tengok ke depan, tentu saja bagaimana novel ini menyikapi tragedi paling berdarah dalam sejarah Indonesia modern: peristiwa penghancuran Partai Komunis Indonesia (PKI), dan pembantaian simpatisan mereka yang terjadi kemudian.
Terlebih menyangkut kedua tokoh utama ini, keduanya harus terpisah oleh sebuah peristiwa sejarah ini. Rasus, kelak akan diperkenalkan dengan identitasnya yang baru sebagai tentara. Sangat menarik bagaimana seorang prajurit (dalam hal ini Rasus) melihat dan terlibat dalam tragedi 1965 ini. Di sisi lain, juga akan muncul Srintil dengan identitasnya yang juga baru, sebagai penari ronggeng untuk propaganda kaum merah (PKI), dan bagaimana ia melihat dirinya di situasi itu.