Identifikasikan nilai nilai kebajikan yang dilanggar oleh israel saat menyerang palestina
ifutcoy
Anti-Yahudi Namun yang pasti, agresi Israel kian menumbuhkan kebencian dunia pada orang Yahudi. Seperti kita ketahui, kebencian pada Yahudi atau antisemitisme punya jejak panjang dalam sejarah, khususnya di dunia Kristen. Pasalnya, Yahudi dianggap telah membunuh Yesus. Suasana kebencian itu, misalnya, tampak dari tradisi di setiap Jumat Agung dalam Gereja Katolik Eropa untuk “menjewer” kuping orang Yahudi di dalam gereja sebagai balasan atas penghinaan mereka yang menyebabkan Yesus disalib (P.G.Aring, Christlichen Judenmission, Neukirchen, 1980, hlm 20 dan 21). Untunglah tradisi itu kini sudah tidak ada.
Namun yang lebih kejam, Yahudi yang punya kuping juga sering dibunuh. Di Eropa tengah, di Jerman tepatnya, pernah ada tuduhan “tumbal darah”. Klaim bahwa Yahudi mempraktikkan ritus pengorbanan anak-anak Kristen. Rumor semacam itu sering berakhir dengan serangan pada orang-orang Yahudi. Kebencian pada Yahudi terus berlanjut.
Kebencian itu memuncak ketika Adolf Hitler dengan Nazi-nya yang membantai 6,5 juta orang Yahudi menjelang Perang Dunia II. Lalu, rasa bersalah negara-negara Eropa atas tragedi memilukan ini adalah sebuah negara bagi warga Yahudi, sesuai tuntutan gerakan Zionisme.
Zionisme adalah sebuah gerakan politik kaum Yahudi yang tersebar di seluruh dunia untuk mendirikan negara Yahudi. Doktrin Zionisme dimaklumkan dalam Kongres Zionis Sedunia pertama di Basel, Swiss, tahun 1897. Deklarasi Balfour pada 1917, membantu merealisasikan hal itu. Seperti diketahui, Deklarasi Balfour merupakan surat dari James Arthur Balfour, Menlu Inggris ketika itu, pada seorang Yahudi Amerika bernama Baron Rothchild. Isi deklarasi itu adalah jaminan pemerintah Inggris untuk berdirinya negara Yahudi di bumi Palestina. Negara Israel akhirnya berdiri pada 15 Mei 1948, dengan mengusir banyak orang Palestina dari kampung halaman mereka. Jadi, dahulu yang menjadi korban (Yahudi), akhirnya menjadi penindas bangsa lain (dalam hal ini Palestina). Karena itu, para tokoh dunia, mulai dari Paus Fransiskus dan Presiden SBY sudah mengecam serangan itu. Berbagai unjuk rasa terus digelar di seluruh dunia di berbagai kota besar agar Israel menghentikan agresinya ke Gaza. Hal yang menarik, di antara pendemo adalah para rabi atau ulama Yahudi Ortodoks dengan pakaian khasnya. Kebencian pada Yahudi akibat agresi Israel ke Gaza, hendaknya tidak sampai membuat kita berlaku tidak adil pada kaum itu. Pasalnya, tidak setiap orang Yahudi setuju dengan kebijakan pemerintah Israel terhadap bangsa Palestina.
Namun yang pasti, agresi Israel kian menumbuhkan kebencian dunia pada orang Yahudi. Seperti kita ketahui, kebencian pada Yahudi atau antisemitisme punya jejak panjang dalam sejarah, khususnya di dunia Kristen. Pasalnya, Yahudi dianggap telah membunuh Yesus.
Suasana kebencian itu, misalnya, tampak dari tradisi di setiap Jumat Agung dalam Gereja Katolik Eropa untuk “menjewer” kuping orang Yahudi di dalam gereja sebagai balasan atas penghinaan mereka yang menyebabkan Yesus disalib (P.G.Aring, Christlichen Judenmission, Neukirchen, 1980, hlm 20 dan 21). Untunglah tradisi itu kini sudah tidak ada.
Namun yang lebih kejam, Yahudi yang punya kuping juga sering dibunuh. Di Eropa tengah, di Jerman tepatnya, pernah ada tuduhan “tumbal darah”. Klaim bahwa Yahudi mempraktikkan ritus pengorbanan anak-anak Kristen. Rumor semacam itu sering berakhir dengan serangan pada orang-orang Yahudi. Kebencian pada Yahudi terus berlanjut.
Kebencian itu memuncak ketika Adolf Hitler dengan Nazi-nya yang membantai 6,5 juta orang Yahudi menjelang Perang Dunia II. Lalu, rasa bersalah negara-negara Eropa atas tragedi memilukan ini adalah sebuah negara bagi warga Yahudi, sesuai tuntutan gerakan Zionisme.
Zionisme adalah sebuah gerakan politik kaum Yahudi yang tersebar di seluruh dunia untuk mendirikan negara Yahudi. Doktrin Zionisme dimaklumkan dalam Kongres Zionis Sedunia pertama di Basel, Swiss, tahun 1897. Deklarasi Balfour pada 1917, membantu merealisasikan hal itu. Seperti diketahui, Deklarasi Balfour merupakan surat dari James Arthur Balfour, Menlu Inggris ketika itu, pada seorang Yahudi Amerika bernama Baron Rothchild.
Isi deklarasi itu adalah jaminan pemerintah Inggris untuk berdirinya negara Yahudi di bumi Palestina. Negara Israel akhirnya berdiri pada 15 Mei 1948, dengan mengusir banyak orang Palestina dari kampung halaman mereka. Jadi, dahulu yang menjadi korban (Yahudi), akhirnya menjadi penindas bangsa lain (dalam hal ini Palestina). Karena itu, para tokoh dunia, mulai dari Paus Fransiskus dan Presiden SBY sudah mengecam serangan itu.
Berbagai unjuk rasa terus digelar di seluruh dunia di berbagai kota besar agar Israel menghentikan agresinya ke Gaza. Hal yang menarik, di antara pendemo adalah para rabi atau ulama Yahudi Ortodoks dengan pakaian khasnya. Kebencian pada Yahudi akibat agresi Israel ke Gaza, hendaknya tidak sampai membuat kita berlaku tidak adil pada kaum itu. Pasalnya, tidak setiap orang Yahudi setuju dengan kebijakan pemerintah Israel terhadap bangsa Palestina.