Gan Minta Kata-Kata Novel Singkat Gan..! Boleh yh.. Jgn Bnyk-bnyk.! Thanks
Tiara3Putri
Ttg sahabat Cahaya mentari pagi menyinari sebuah kota kecil yang indah dan damai. Setiap pagi, udara selalu terasa sejuk. Terdapat satu pasar tradisional yang cukup besar. Setiap pagi, pasar tersebut selalu dipenuhi ibu-ibu yang berbelanja bahan pangan. Tak lama kemudian, jalan-jalan mulai sesak dipenuhi oleh kendaraan, baik yang beroda dua maupun yang beroda empat. Kota ini tidak memiliki terminal bus, sehingga kebanyakan warganya berangkat bekerja dengan menggunakan kendaraan roda dua. Ada juga yang menggunakan angkot. Anak-anak berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki atau bersepeda.
Kota ini hanya memiliki satu sekolah besar yang terdiri dari empat lantai. Lantai pertama untuk siswa SD, lantai kedua untuk siswa SMP dan lantai ketiga untuk siswa SMA. Sedangkan di lantai paling atas terdapat sebuah perpustakaan sekolah dan sebuah aula besar yang biasa digunakan untuk acara-acara sekolah. Sekolah tersebut bila dilihat dari atas berbentuk huruf U kotak yang menghadap ke utara. Di bagian tengah terdapat lapangan rumput besar yang sekaligus digunakan sebagai lapangan untuk upacara setiap hari senin. Sedangkan di sebelah selatan sekolah terdapat sebuah gudang yang berpagar cukup tinggi dan lahan parkir di sebelahnya.
Setiap kelas memiliki desain interior yang sama, yaitu dua puluh meja dan bangku untuk berdua yang berjajar menghadap papan tulis besar. Masing-masing meja memiliki laci untuk meletakkan buku dan sebagian besar sudah dicoret-coret oleh anak-anak menggunakan cairan penghapus pulpen. Di atas papan tulis terdapat patung garuda dan foto presiden dan wakil presiden di sebelah kanan dan kirinya. Meja guru terletak di sebelah pojok kelas dan terdapat kalender tahun 1997 di belakangnya. Jendela-jendela besar untuk ventilasi terletak di sisi kiri kelas bila dilihat dari meja murid.
Waktu hampir menunjukkan pukul tujuh pagi. Anak-anak mulai memadati kelas. Di lantai dua, terdapat banyak kelas untuk murid SMP kelas satu, dua, dan tiga. Beberapa anak datang lebih pagi untuk menyalin PR. Kebanyakan murid-murid perempuan berkumpul di pojok kelas untuk bergosip ria. Sedangkan para murid laki-laki bergurau dengan saling melempar kertas dan kapur tulis. Kemudian saat-saat yang tidak ditunggu telah tiba. Bel sekolah berbunyi dengan sangat nyaring, menandakan dimulainya pelajaran.
Tak lama kemudian, seorang guru tampan beralis tebal dan menjadi idaman murid-murid perempuan di sekolah masuk ke kelas 1 – C . Pak Tri namanya. Tidak heran ia menjadi idaman karena tekstur wajahnya yang hampir mirip dengan bintang film India. Pelajaran yang dia beri menjadi momok yang mengerikan selama dua jam pelajaran bagi para murid, murid laki-laki tentunya.
Kurang lebih lima belas menit kemudian, terdengar ketukan di pintu kelas. Terlihat seorang guru BP yang sudah agak tua dengan rambutnya yang memutih berdiri di sana. Ibu Heni namanya. Beliau adalah guru BP paling sabar di sekolah ini. Di sampingnya berdiri seorang anak laki-laki 12 tahun. Rambutnya hitam lurus dan wajahnya bersih. Tubuhnya sedikit kurus dengan seragam SMP putih biru yang baru dan rapi. Tas hitam selempang yang ia gunakan tampak sudah lama sekali dipakai, terlihat beberapa helai benang yang menggantung dari samping tas. Ia terlihat sangat tegang layaknya anak yang baru saja pertama kali masuk ke kelas.
Pak Tri segera menyambut Ibu Heni dan anak tersebut di depan pintu kelas. Setelah berbincang-bincang sejenak, Pak Tri mempersilakan anak tersebut masuk.
“Nah, anak-anak, kita kedatangan teman baru, namanya Andhika Wibowo. Ia dari luar kota dan baru saja pindah ke sekolah ini. Semoga kalian bisa cepat berkenalan dengan dia.”
Andhika sesekali menunduk ke bawah menghindari tatapan anak-anak di dalam kelas. Sifatnya memang pemalu dan juga introvert.
“Silakan pilih tempat duduk. Ada beberapa yang kosong.”
Andhika memilih tempat duduk kosong di paling belakang. Saat berjalan menuju ke belakang, banyak anak yang bisik-bisik mengomentarinya. Ada yang bisik-bisik dia cakep, ada yang bisik-bisik dia pendiam, ada yang bisik-bisik mengomentari tas dan sepatunya yang butut, dan juga ada yang bisik-bisik merencanakan sesuatu yang iseng untuk Andhika. Salah satunya adalah Gondo.
Sejak masih SD, Gondo sudah dikenal oleh guru dan teman-temannya sebagai muridpaling nakal di sekolah. Ia memang pandai dalam berolahraga, terlihat dari tubuhnya yang tegap dan tinggi serta warna kulitnya yang sawo matang karena sering terbakar matahari. Rambutnya selalu ia potong cepak. Wajahnya menunjukkan wataknya yang keras dan berjiwa pemimpin. Ia sangat lemah dalam urusan pelajaran sekolah. Beruntung sekali, dua orang sahabat dekatnya, Yoga dan Fandi selalu setia membantunya sehingga nilainya masih cukup untuk membuatnya naik kelas.
Cahaya mentari pagi menyinari sebuah kota kecil yang indah dan damai. Setiap pagi, udara selalu terasa sejuk. Terdapat satu pasar tradisional yang cukup besar. Setiap pagi, pasar tersebut selalu dipenuhi ibu-ibu yang berbelanja bahan pangan. Tak lama kemudian, jalan-jalan mulai sesak dipenuhi oleh kendaraan, baik yang beroda dua maupun yang beroda empat. Kota ini tidak memiliki terminal bus, sehingga kebanyakan warganya berangkat bekerja dengan menggunakan kendaraan roda dua. Ada juga yang menggunakan angkot. Anak-anak berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki atau bersepeda.
Kota ini hanya memiliki satu sekolah besar yang terdiri dari empat lantai. Lantai pertama untuk siswa SD, lantai kedua untuk siswa SMP dan lantai ketiga untuk siswa SMA. Sedangkan di lantai paling atas terdapat sebuah perpustakaan sekolah dan sebuah aula besar yang biasa digunakan untuk acara-acara sekolah. Sekolah tersebut bila dilihat dari atas berbentuk huruf U kotak yang menghadap ke utara. Di bagian tengah terdapat lapangan rumput besar yang sekaligus digunakan sebagai lapangan untuk upacara setiap hari senin. Sedangkan di sebelah selatan sekolah terdapat sebuah gudang yang berpagar cukup tinggi dan lahan parkir di sebelahnya.
Setiap kelas memiliki desain interior yang sama, yaitu dua puluh meja dan bangku untuk berdua yang berjajar menghadap papan tulis besar. Masing-masing meja memiliki laci untuk meletakkan buku dan sebagian besar sudah dicoret-coret oleh anak-anak menggunakan cairan penghapus pulpen. Di atas papan tulis terdapat patung garuda dan foto presiden dan wakil presiden di sebelah kanan dan kirinya. Meja guru terletak di sebelah pojok kelas dan terdapat kalender tahun 1997 di belakangnya. Jendela-jendela besar untuk ventilasi terletak di sisi kiri kelas bila dilihat dari meja murid.
Waktu hampir menunjukkan pukul tujuh pagi. Anak-anak mulai memadati kelas. Di lantai dua, terdapat banyak kelas untuk murid SMP kelas satu, dua, dan tiga. Beberapa anak datang lebih pagi untuk menyalin PR. Kebanyakan murid-murid perempuan berkumpul di pojok kelas untuk bergosip ria. Sedangkan para murid laki-laki bergurau dengan saling melempar kertas dan kapur tulis. Kemudian saat-saat yang tidak ditunggu telah tiba. Bel sekolah berbunyi dengan sangat nyaring, menandakan dimulainya pelajaran.
Tak lama kemudian, seorang guru tampan beralis tebal dan menjadi idaman murid-murid perempuan di sekolah masuk ke kelas 1 – C . Pak Tri namanya. Tidak heran ia menjadi idaman karena tekstur wajahnya yang hampir mirip dengan bintang film India. Pelajaran yang dia beri menjadi momok yang mengerikan selama dua jam pelajaran bagi para murid, murid laki-laki tentunya.
Kurang lebih lima belas menit kemudian, terdengar ketukan di pintu kelas. Terlihat seorang guru BP yang sudah agak tua dengan rambutnya yang memutih berdiri di sana. Ibu Heni namanya. Beliau adalah guru BP paling sabar di sekolah ini. Di sampingnya berdiri seorang anak laki-laki 12 tahun. Rambutnya hitam lurus dan wajahnya bersih. Tubuhnya sedikit kurus dengan seragam SMP putih biru yang baru dan rapi. Tas hitam selempang yang ia gunakan tampak sudah lama sekali dipakai, terlihat beberapa helai benang yang menggantung dari samping tas. Ia terlihat sangat tegang layaknya anak yang baru saja pertama kali masuk ke kelas.
Pak Tri segera menyambut Ibu Heni dan anak tersebut di depan pintu kelas. Setelah berbincang-bincang sejenak, Pak Tri mempersilakan anak tersebut masuk.
“Nah, anak-anak, kita kedatangan teman baru, namanya Andhika Wibowo. Ia dari luar kota dan baru saja pindah ke sekolah ini. Semoga kalian bisa cepat berkenalan dengan dia.”
Andhika sesekali menunduk ke bawah menghindari tatapan anak-anak di dalam kelas. Sifatnya memang pemalu dan juga introvert.
“Silakan pilih tempat duduk. Ada beberapa yang kosong.”
Andhika memilih tempat duduk kosong di paling belakang. Saat berjalan menuju ke belakang, banyak anak yang bisik-bisik mengomentarinya. Ada yang bisik-bisik dia cakep, ada yang bisik-bisik dia pendiam, ada yang bisik-bisik mengomentari tas dan sepatunya yang butut, dan juga ada yang bisik-bisik merencanakan sesuatu yang iseng untuk Andhika. Salah satunya adalah Gondo.
Sejak masih SD, Gondo sudah dikenal oleh guru dan teman-temannya sebagai muridpaling nakal di sekolah. Ia memang pandai dalam berolahraga, terlihat dari tubuhnya yang tegap dan tinggi serta warna kulitnya yang sawo matang karena sering terbakar matahari. Rambutnya selalu ia potong cepak. Wajahnya menunjukkan wataknya yang keras dan berjiwa pemimpin. Ia sangat lemah dalam urusan pelajaran sekolah. Beruntung sekali, dua orang sahabat dekatnya, Yoga dan Fandi selalu setia membantunya sehingga nilainya masih cukup untuk membuatnya naik kelas.