Transcript
TINJAUAN PUSTAKA
Kemiskinan Kemiskinan memiliki akar masalah yang berbeda-beda atau kekhasan masingmasing pada setiap tempat. Menurut Tjokrowinoto seperti dikutip Sulistiyani, kemiskinan tidak hanya menyangkut persoalan kesejahteraan (welfare) semata, tetapi kemiskinan menyangkut persoalan kerentanan (vulnerability), ketidakberdayaan (powerless), tertutupnya akses kepada pelbagai peluang kerja, menghabiskan sebagian besar penghasilannya untuk kebutuhan konsumsi, angka ketergantungan yang tinggi, rendahnya akses terhadap pasar, dan kemiskinan terefleksi dalam budaya kemiskinan yang diwarisi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam analisa ekonomi, kemiskinan bermakna adanya kesenjangan atau ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat akibat ketidakmerataan pembagian pendapatan nasional atau kurang idealnya distribusi pendapatan dalam suatu masyarakat (indeks gini dalam Sulistiyani). Hal ini berkaitan dengan pemerataan akses sumberdaya bagi semua segmentasi sosial masyarakat. Lebih spesifik lagi diungkapkan bahwa, kemiskinan bukan hanya suatu ketidakmampuan penduduk dalam memenuhi kebutuhan dasar bagi suatu kehidupan yang layak, tetapi juga berkaitan erat dengan keadaan sistem kelembagaan yang tidak mampu memberikan kesempatan yang adil bagi anggota masyarakat untuk memanfaatkan, memperoleh manfaat dari sumber yang tersedia (Jamasy 2004). Kemiskinan dapat digolongkan dalam beberapa jenis untuk mengenal substansinya masing-masing, yakni ada yang disebut kemiskinan absolut, kemiskinan struktural, kemiskinan natural, serta kemiskinan kultural. Selo Soemarjan dalam Ruwiyanto W,1994 mengungkapkan tentang kemiskinan struktural dimana lebih menjelaskan kondisi realistik dari kemiskinan tersebut. Kemiskinan struktural diartikannya sebagai kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka, seperti petani yang tidak memiliki tanah sendiri, kaum buruh yang tidak terpelajar
dan terlatih, pengusaha tanpa modal, termasuk golongan sangat lemah. Kemiskinan struktural menunjukkan bahwa terdapat ketidakberdayaan kaum miskin dalam peran, dan peluang memperoleh kesempatan untuk mendapatkan sumber daya, yang mengakibatkan pola ketergantungan, pola kelemahan, dan eksploitasi golongan miskin. Kemiskinan absolut menyangkut masalah ketidakmampuan pemenuhan kebutuhan dasar minimal yakni, kebutuhan ; pangan, sandang, papan, dan pendidikan serta kesehatan (Sulistiyani,2004). Kemiskinan juga dapat dikatakan absolut dimana warga mengalami kemiskinan jauh dibawah garis kemiskinan, karena keluarga yang miskin akan melahirkan kemiskinan yang baru, melalui ketiadaan sumber daya, lapangan kerja yang tersedia tidak dapat diakses, pendapatan semakin rendah, maka generasi yang lahir dari generasi miskin pun akan mengalami sumber daya yang lemah, seperti kekurangan gizi, sakit-sakitan, dan sebagainya. Aliran kemiskinan ini disebut lingkaran setan kemiskinan (vicious of circle seperti yang dikatakan oleh Todaro, atau David Smith yakni (self perpetuating poverty). Lingkaran kemiskinan atau kemiskinan turun temurun sama artinya dengan kemiskinan natural, yang diakibatkan oleh keterbatasan secara alamiah seperti kondisi sumberdaya alam dan lingkungan yang buruk, sehingga tidak dapat menyediakan fasilitas bagi komunitas disekitarnya untuk mengusahakan aktivitas produksi untuk memperoleh pendapatan ekonomi yang layak. Kemiskinan kultural adalah suatu kondisi miskin yang dihadapi oleh suatu komunitas, yang disebabkan oleh faktor budaya. Budaya yang hidup, diyakini dan dikembangkan dalam suatu masyarakat menyebabkan proses pelestarian kemiskinan dalam masyarakat itu sendiri. Menurut Friedman seperti dikutip Suharto et al.2005, kemiskinan didefinisikan sebagai keterkaitan kemiskinan dengan ketidaksamaan kesempatan dalam mengakumulasi basis kekuasaan sosial yang meliputi : 1. Modal produktif atau aset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan) 2. Sumber keuangan (pekerjaan, kredit)
3. Organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial) 4. Jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa 5. Pengetahuan dan ketrampilan 6. Informasi yang berguna untuk kemajuan hidup Tiga penyebab kemiskinan seperti telah didefinisikan tersebut, yakni: 1. Insufficentdeman for labor, yakni rendahnya Human capital deficiencies, difisiensi modal manusia berarti rendahnya kualitas sumberdaya manusia, seperti rendahnya pengetahuan, ketrampilan sehingga menyebabkan pekerjaan yang rendah pendapatannya dan rendahnya daya beli 2. Permintaan akan tenaga kerja sehingga meningkatkan pengangguran, pengangguran menyebabkan orang tidak memiliki pendapatan, daya beli rendah, akhirnya tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar 3. Discrimination, adanya perlakuan berbeda terhadap golongan tertentu terutama dalam aksesibilitas terhadap sumberdaya-sumberdaya dan adanya dominasi pihak tertentu terhadap sumberdaya tersebut Penyebab kemiskinan menurut BKPK dan lembaga Penelitian SMERU 2001, adalah : 1. Keterbatasan pendapatan, modal, dan sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar termasuk : Modal sumber daya manusia, misalnya pendidikan formal, ketrampilan, dan kesehatan yang memadai, Modal produksi, misalnya lahan dan akses terhadap kredit, Modal sosial misalnya jaringan sosial dan akses terhadap kebijakan dan keputusan politik, Sarana fisik, misalnya akses terhadap prasarana dan dasar jalan, listrik dan air bersih, termasuk hidup di daerah terpencil 2. Kerentanan dan ketidakmampuan menghadapi goncangan-goncangan karena: Krisis ekonomi ; kegagalan panen karena hama, banjir atau kekeringan, kehilangan pekerjaan (PHK), konflik sosial dan politik ; Korban kekerasan sosial dan rumah tangga ; bencana alam (longsor, gempa bumi, perubahan
iklim) ; dan Musibah (jatuh sakit, kebakaran, kecurian, atau ternak terserang wabah penyakit) 3. Tidak adanya suara yang mewakili dalam institusi negara dan masyarakat karena; (Tidak ada kepastian hukum; tidak ada perlindungan dari kejahatan; kesewenang-wenangan aparat ; ancaman dan intimidasi ; Kebijakan publik yang peka dan tidak mendukung upaya penanggulangan kemiskinan ; rendahnya posisi tawar masyarakat miskin). Kemiskinan sudah diuraikan secara jelas, maka perlu didukung dengan upaya penanggulangan kemiskinan sesuai pendekatan yang tepat. Gerakan pemberdayaan dan bantuan sosial adalah bentuk penanggulangan yang terus dilakukan. Bantuan sosial bertujuan untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang bersifat residual atau sementara yang didasarkan pada penyebabnya misalnya kemiskinan absolut dan kemiskinan natural. Sedangkan pendekatan pemberdayaan bertujuan membekali masyarakat miskin dengan modal, ketrampilan dan kesempatan untuk mengupayakan cara yang tepat dalam melakukan kegiatan ekonominya. Hal ini bisa dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan struktural, dan kemiskinan kultural.
Pemberdayaan Pemberdayaan menurut banyak pemikir mengartikannya sebagai konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat, utamanya Eropa (Pranaka dan Mulyarto, 1996). Konsep ini telah meluas diterima dan digunakan, dengan pengertian dan persepsi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Definisi pemberdayaan menurut Darmawan (2004), sebagai : a process of having enough energy enabling people to expand their capabilities, to have greater bargaining power to make their own decisions, and to more easily acces to a source of better living. Dari pengertian tersebut, makna pemberdayaan adalah : 1. Memperbesar peluang dalam melakukan pilihan-pilihan ekonomi dan politik
2. Meningkatkan derajat kebebasan seseorang atau suatu komunitas tertentu dalam mengembangkan kehidupannya 3. Meningkatkan kapasitas dalam penguasaan sumber daya ekonomi 4. Memiliki posisi dan kewenangan lebih besar dalam menentukan sesuatu Pemberdayaan menurut Mubyarto (1999), adalah upaya meningkatkan kemampuan dan memandirikan masyarakat. Artinya, pemberdayaan meliputi upaya untuk membangun daya masyarakat dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berusaha untuk mengembangkannya. Selanjutnya dikatakan juga, bahwa pemberdayaan masyarakat berarti upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Pemberdayaan menurut Kartasasmita dalam Sumarti dan Syaukat,2006 adalah melalui cara memberdayakan sektor ekonomi dan lapisan masyarakat yang masih tertinggal dalam tiga aspek yakni : (1) Menciptakan iklim yang memungkinkan potensi lapisan masyarakat itu berkembang, (2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat, (3) Mengembangkan perlindungan bagi si lemah, artinya mencegah persaingan yang tidak seimbang, menciptakan keadilan, dan mencegah eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pemberdayaan adalah sebuah proses dimana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagai pengkontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh ketrampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Person dikutip Suharto et al.2005). Pemberdayaan dengan demikian merupakan sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses bermakna, serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan bermakna, keadaan atau hasil yang
ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu : masyarakat berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencarian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan masyarakat di perdesaan sangat berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian, yang dilakukan oleh masyarakat desa atau proses pemberdayaan ekonomi rakyat, untuk meningkatkan taraf kehidupan mereka menjadi lebih baik. Sejak lama pemerintah melakukan upaya peningkatan taraf kehidupan rakyat melalui pemberdayaan ekonomi, hal ini seperti pendapat Mubyarto, yang menyatakan kegiatan seperti ini adalah kegiatan produksi bukan kegiatan konsumsi. Masyarakat digiring menjadi produsen dari bahan lokal dan kemampuannya sendiri untuk memenuhi permintaan (konsumen). Upaya pemberdayaan yang dilakukan di desa Hambapraing merupakan wujud pengentasan kemiskinan dimana 84% warga merupakan keluarga atau rumah tangga miskin (Laporan Tahunan Desa Hambapraing, 2006). Dalam program bantuan modal usaha bagi kelompok pengrajin tenun ikat diharapkan dapat menjadi produsen dari bahan lokal, serta kerampilan atau kemampuannya untuk memenuhi permintaan. Program pemberdayan yang sudah berjalan, diharapkan dapat berkelanjutan, jika melalui suatu perencanaan yang tepat sesuai dengan permasalahan yang menjadi kendalanya. Pentingnya peningkatan kemampuan dan kepandaian masyarakat, agar mampu mengembangkan komunikasi dan solidaritas antar mereka dalam kelompok, dan luar kelompok, sehingga pada akhirnya secara kritis mereka mampu berdiskusi untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi secara bersama pula. Pemberdayaan masyarakat juga terukur melalui jaminan pendapatan, pengembangan kemampuan pengrajin, serta akses usaha dan kesempatan kerja yang lebih luas (Sumarti dan Syaukat,2006).
Sumberdaya Manusia, Modal Fisik dan Modal Sosial Dalam mengembangkan suatu komunitas atau konsep pengembangan komunitas, mengandung unsur pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial (Cristenson dan Robinson,1984 dalam Soetomo,2006). Dengan kata lain, menurut Sanders dalam Soetomo,2006 bahwa pemanfaatan dan pendayagunaan energi dalam komunitas, harus meliputi energi sosial dan energi ekonomi. Potensi yang mendukung kedua unsur tersebut adalah sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam komunitas. Ketrampilan tenun ikat, merupakan warisan sumberdaya pengetahuan yang mendukung kegiatan ekonomi keluarga pengrajin, baik secara subsisten maupun komersial. Pengrajin tenun ikat, memiliki potensi yakni dalam hal ketrampilan atau pengetahuan, dan modal produksi yang meliputi kesediaan bahan baku maupun tenaga kerja. Bahan baku dapat berupa hasil bumi maupun bahan olahan yang dapat diperoleh dari dalam komunitas maupun dari luar komunitas. Sumberdaya manusia meliputi kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh individu dalam melakukan aktivitas produksi baik barang dan jasa. Modal ini mengacu pada suatu sumberdaya yang tidak dihabiskan dalam proses produksi barang (Haviland,1993 dalam Sumarti). Tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara langsung maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi. Faktor produksi tenaga kerja juga dikategorikan sebagai faktor produksi asli. Dalam faktor produksi tenaga kerja, terkandung unsur fisik, pikiran, serta kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja dapat dikelompokan berdasarkan kualitas (kemampuan dan keahlian) dan berdasarkan sifat kerjanya. Berdasarkan kualitasnya, tenaga kerja dapat dibagi menjadi tenaga kerja terdidik, tenaga kerja terampil, dan tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih. Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memerlukan pendidikan tertentu sehingga memiliki keahlian di bidangnya, misalnya dokter, insinyur, akuntan, dan ahli hukum. Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memerlukan kursus atau latihan bidang-bidang keterampilan tertentu sehingga terampil di bidangnya. Misalnya tukang listrik, montir, tukang las, pengrajin dan sopir. Sementara itu, tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja yang tidak
membutuhkan pendidikan dan latihan dalam menjalankan pekerjaannya, misalnya tukang sapu, pemulung, dan lain-lain. Berdasarkan sifat kerjanya, tenaga kerja dibagi menjadi tenaga kerja rohani dan tenaga kerja jasmani. Tenaga kerja rohani adalah tenaga kerja yang menggunakan pikiran, rasa, dan karsa, misalnya guru, editor, konsultan, pengacara, seniman, dan pengrajin. Sementara itu, tenaga kerja jasmani adalah tenaga kerja yang menggunakan kekuatan fisik dalam kegiatan produksi, misalnya tukang las, pengayuh becak, dan sopir.2 Ketrampilan pengrajin adalah sumber daya manusia yang dimiliki oleh hampir sebagian besar perempuan dalam komunitas, sehingga menjadi potensi yang terus dikembangkan. Tenaga kerja merujuk pada jumlah warga yang terampil maupun belum terampil sebagai potensi sumberdaya manusia dalam komunitas. Modal fisik atau dalam ilmu ekonomi disebut faktor produksi fisik adalah semua kekayaan yang terdapat di alam semesta dan barang mentah lainnya yang dapat digunakan dalam proses produksi (Griffin R: 2006). Faktor yang termasuk di dalamnya adalah tanah, air, dan bahan mentah (raw material). Hal ini merujuk pada ketersediaan bahan baku alam di komunitas yang dapat dikembangkan untuk produksi. Modal sosial merupakan salah satu konsep baru yang diposisikan setara dengan modal alam dan modal ekonomi. Modal sosial didefinisikan sebagai informasi, kepercayaan dan norma-norma timbal balik yang melekat dalam suatu sistem jaringan sosial
(Woolcock, 1998:153 dalam Nasdian dan Utomo, 2005).
Modal sosial dipahami sebagai bentuk institusi-institusi, relasi-relasi, dan normanorma yang membentuk kualitas dan kuantitas dari interaksi sosial dalam masyarakat. Modal sosial dapat didefinisikan sebagai serangkaian nilai dan norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota kelompok suatu masyarakat yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka (Fukuyama, 2002a). Selanjutnya menurut Soetomo 2006, jika para anggota kelompok itu masing-masing mengharapkan bahwa anggota-anggota yang lain akan berprilaku jujur, dan terpercaya maka mereka akan saling mempercayai. Dengan demikian kepercayaan 2
"http://id.wikipedia.org/wiki/Faktor produksi
atau trust, adalah unsur utama dalam pengertian atau konsep modal sosial. Kepercayaan ibarat pelumas yang membuat jalannya kelompok atau organisasi menjadi lebih efisien. Kepercayaan juga dapat mendorong seseorang bersedia menggunakan hasil kerja orang atau kelompok lain, bahkan kepercayaan dapat juga mendorong munculnya aktivitas atau tindakan bersama yang produktif atau menguntungkan. Uphoff menyatakan ketiga unsur dalam modal sosial meliputi jaringan, kepercayaan dan reciprocal atau timbal balik dalam hal saling menerima, saling membantu yang dapat muncul dalam interaksi sosial (dikutip Soetomo dalam Dasgupta dan Serageldin,2000). Menurut Coleman dalam Dasgupta, seperti dikutip Sumarti,2007 bahwa pengertian modal sosial menekankan pada adanya relasi sosial antara anggota masyarakat yang dipengaruhi oleh struktur sosial yang ada pada masyarakat yang dipengaruhi struktur sosial yang ada pada masyarakat tersebut. Selanjutnya menurut Woolcock dalam Coletta (2000), menyatakan empat dimensi modal sosial, yaitu : (1) ikatan yang kuat (integrasi), terutama terdapat dalam hubungan keluarga dan tinggal berdekatan (tetangga); (2) ikatan yang lemah (ikatan), terjadi dalam interaksi antara anggota komunitas; (3) institusi formal (integritas organisasi), meliputi lembaga negara dan efektifitasnya dalam berperan sesuai dengan kondisi dan norma-norma yang ada; (4) interaksi antara negara dan masyarakat (sinergi), yang merefleksikan bagaimana pemimpin dan lembaga-lembaga pemerintah berinteraksi dengan komunitas. Dari konsep tersebut diatas, maka beberapa hal yang dapat digarisbawahi dalam ketiga komponen tersebut dioperasionalkan seperti berikut. Sumber daya manusia, misalnya pendidikan formal, ketrampilan, kemampuan dan kesehatan yang memadai. Modal fisik, misalnya lahan, bahan baku, dan akses terhadap kredit. Modal sosial misalnya jaringan sosial, kepercayaan, kerjasama dan akses terhadap kebijakan dan keputusan politik. Dinamika Kelompok Dinamika kelompok terdiri atas dua kata yakni dinamika dan kelompok. Dinamika memiliki makna, tingkah laku individu secara langsung mempengaruhi
individu lain secara timbal balik. Dinamika dapat diartikan dengan adanya interaksi dan interdependensi antara individu dengan individu lainnya secara timbal balik dan antar individu dengan kelompok secara keseluruhan (Santosa,2004). Kelompok merupakan sekumpulan individu, atau suatu kesatuan sosial yang memiliki hubungan saling tergantung. Menurut Santosa (2004), kelompok terbentuk karena individu sebagai makluk hidup mempunyai kebutuhan dimana kebutuhan tersebut tidak terbatas, sementara potensi manusia untuk memenuhinya masih terbatas, sehingga seorang individu membutuhkan individu lain dalam wadah yang disebut
kelompok.
Sejumlah
individu
dapat
dikatakan
suatu
kelompok
(Soekanto,1990), apabila memenuhi ciri-ciri diantaranya, a) para anggota kelompok sering mengadakan hubungan tatap muka secara berkala; b) mempunyai status dan peran; c) mempunyai tujuan atau perasaan dan sikap bersama; d) adanya norma; dan e) memiliki rasa ketergantungan satu sama lain. Memperhatikan kedua definisi tersebut maka, dinamika kelompok berarti, suatu kelompok yang terdiri dari dua individu atau lebih yang mempunyai hubungan psikologis secara jelas antara anggota satu dengan anggota lain, baik dalam hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan, tujuan, sikap, peran dan status, hingga kesepakatan bersama atau norma. Dinamika kelompok menurut Cartwright dan Zander (1956), merupakan cabang ilmu-ilmu sosial yang berkembang untuk mempelajari secara komprehensif dan sistematis tentang suatu kondisi-kondisi yang memungkinkan berfungsinya suatu kelompok. Menurut Eysenck seperti dikutip Nitimihardjo,et al, 1993, dinamika kelompok berkaitan dengan konteks sosial budaya suatu masyarakat yang berfungsi untuk membantu individu dan kelompok sehingga memungkinkan mereka secara bersama memiliki pola-pola merasakan, menilai, berpikir, dan bertindak. Pengertian lain dikemukakan oleh Jenkins seperti dikutip oleh Nasdian,1988 bahwa dinamika kelompok (group dinamics) adalah kekuatan-kekuatan dalam kelompok yang menentukan perilaku kelompok dan perilaku anggota kelompok untuk mencapai tujuan kelompok. Menilai dinamika kelompok berarti menilai kekuatan-kekuatan yang muncul sebagai potensi didalam kelompok. Kekuatan-
kekuatan dalam kelompok tersebut yakni, tujuan kelompok, struktur kelompok, fungsi tugas, pembinaan kelompok, kekompakan kelompok (group cohesion), suasana kelompok, tekanan pada kelompok, dan efektivitas kelompok. Secara khusus aspek kekuatan kelompok tersebut bermakna sebagai berikut : 1. Tujuan Kelompok (Group Goals) Tujuan kelompok dipahami sebagai gambaran tentang suatu hasil yang diharapkan dapat dicapai oleh kelompok. Hasil tersebut dapat dicapai melalui usaha-usaha yang dilakukan oleh kelompok secara bersama. Anggota kelompok melakukan kegiatan atau berbuat sesuatu sesuai dengan tujuan kelompok karena kelompok mempunyai tujuan yang jelas dan anggota kelompok mengetahui arah kelompok. Tujuan sebagai salah satu unsur dinamika kelompok menjadi kuat melalui kegiatan anggota kelompok. Anggota kelompok yang berorientasi pada tujuan kelompoknya (group oriented motives) menggambarkan
kesetiaan atas kelompok sehingga dengan
tercapainya tujuan kelompok mengakibatkan masing-masing anggota kelompok merasakan puas. Tujuan kelompok sebagai salah satu unsur dinamika kelompok menjadi semakin lemah jika tujuan kelompok semakin tidak mendukung tujuan anggota kelompok. 2. Struktur Kelompok (Group Structure) Struktur kelompok yaitu hubungan antar individu-individu didalam kelompok yang disesuaikan dengan posisi dan peran masing-masing individu. Kelompok yang telah memiliki struktur yaitu kelompok yang telah memiliki hubungan yang stabil antara anggota kelompok. Struktur kelompok berhubungan dengan struktur kekuasaan atau pengambilan keputusan, tugas, dan pembagian kerja, struktur komunikasi dan aliran komunikasi dalam kelompok serta sarana bagi kelompok untuk berinteraksi. Struktur kelompok sebagai salah satu unsur dinamika kelompok menjadi semakin lemah jika pengambilan keputusan kelompok semakin didominasi oleh orang-orang tertentu. Struktur tugas menjadi semakin baik jika masing-masing anggota kelompok semakin merasakan terlibat dalam tugas-tugas kelompok. Semakin baik struktur tugas, maka struktur kelompok sebagai salah satu unsur dinamika kelompok semakin kuat.
3. Fungsi Tugas (Task Function) Fungsi tugas adalah segala kegiatan yang harus dilakukan kelompok untuk mencapai tujuan. Kriteria yang digunakan untuk melihat fungsi tugas adalah, fungsi memberi informasi, kelancaran arus-arus informasi menunjukkan fungsi tugas berjalan dengan baik, sehingga fungsi tugas sebagai salah satu unsur dinamika kelompok semakin kuat : fungsi memuaskan anggota, semakin tinggi tingkat kepuasan anggota kelompok, semakin kuat fungsi menyelenggarakan koordinasi maka fungsi tugas semakin baik, yang berarti tugas sebagai salah satu unsur dinamika kelompok semakin kuat. Fungsi menghasilkan inisiatif, semakin tinggi tingkat inisiatif kelompok, maka fungsi tugas semakin baik yang berarti fungsi tugas sebagai salah satu unsur dinamika kelompok semakin kuat; fungsi mengajak untuk berperan serta dalam setiap kegiatan kelompok maka fungsi tugas semakin baik, dan fungsi tugas semakin kuat : fungsi menjelaskan, semakin sering kelompok menjelaskan anggota tentang segala sesuatu yang kurang jelas, maka fungsi tugas semakin baik. Dengan demikian fungsi tugas sebagai salah satu unsur dinamika kelompok semakin kuat. 4. Pembinaan Kelompok (Group Building and Maintenance) Pembinaan kelompok dimaksudkan sebagai usaha untuk mempertahankan kehidupan kelompok. Usaha untuk mempertahankan kehidupan kelompok ditandai dengan adanya peran serta semua anggota kelompok, adanya kegiatan kelompok, adanya kesempatan mendapatkan anggota baru, dan adanya sosialisasi sebagai proses pendidikan yang membuat anggota mengetahui norma, tujuan dan lainnya dalam kelompok. Semua ciri tersebut ada dalam kelompok maka pembinaan kelompok sebagai salah satu unsur dinamika kelompok semakin kuat. 5. Kekompakan Kelompok (Group Cohesion) Kekompakan kelompok adalah adanya keterikatan anggota kelompok terhadap kelompoknya. Tingkat rasa keterikatan yang berbeda-beda menyebabkan adanya perbedaan kekompakan. Tingkat kekompakan kelompok yang lebih tinggi lebih terangsang untuk aktif dalam mencapai tujuan kelompok dibandingkan dengan kelompok yang kekompakan kelompoknya rendah. 6. Suasana Kelompok (Group Atmosphere)
Suasana kelompok yang dimaksud adalah setia kawan dan rasa hangat yang terjalin antar anggota, rasa takut dan saling mencurigai, sikap saling menerima, atau sebaliknya saling menolak, dan sebagainya. Kelompok yang menarik minat yakni kelompok yang memiliki suasana dimana anggotanya merasa saling menerima atau diterima, menghargai atau dihargai. Suasana kelompok dipengaruhi oleh faktor hubungan antar anggota kelompok, kebebasan berperan serta dan juga lingkungan fisik. Faktor-faktor tersebut juga memiliki andil dalam keberlangsungan kelompok kerajinan tenun ikat. Suasana yang dibangun berdasarkan kesamaan ketrampilan, kedekatan domisili, dan hubungan kekeluargaan menunjukkan bahwa kelompok yang memiliki suasana yang positif menghadirkan keberlanjutan dalam usaha bersama, dibandingkan dengan kelompok yang bekerja secara individual dan tidak berinteraksi antar anggota yang satu dengan yang lainnya. 7. Tekanan pada kelompok (Group Pressure) Tekanan pada kelompok ialah segala sesuatu yang menimbulkan ketegangan pada kelompok untuk menumbuhkan dorongan berbuat sesuatu dan tercapainya tujuan kelompok. Ada dua bentuk yang dapat menimbulkan tekanan pada kelompok yakni sistem penghargaan dan hukuman bagi anggota kelompok. Memberi penghargaan kepada anggota kelompok yang berbuat baik, atau menghukum anggota kelompok yang berbuat salah terhadap kelompoknya menimbulkan ketegangan psikologis, sehingga mempengaruhi dorongan berbuat sesuatu demi tercapainya tujuan kelompok. 8. Efektifitas Kelompok (Group Efectivity) Efektifitas kelompok mempunyai pengaruh timbal balik. Kelompok yang efektif meningkatkan kedinamisan kelompok. Kelompok yang dinamis meningkatkan efektifitasnya. Efektifitas dilihat dari segi produktivitas, moral dan kepuasan anggota. Tercapainya tujuan kelompok dipakai mengukur produktivitas. Semangat dan sikap anggota dipakai mengukur moral, misalnya para anggota merasa bangga dan bahagia berasosiasi dengan kelompoknya. Keberhasilan anggota mencapai tujuan pribadi dipakai mengukur kepuasan anggota. Semakin berhasil kelompok mencapai tujuannya, semakin bangga anggota berasosiasi dengan anggota kelompoknya dan
semakin puas anggota karena tujuan pribadinya tercapai, maka kelompok semakin efektif. Dengan demikian efektifitas kelompok sebagai salah satu unsur dinamika kelompok semakin kuat. Kekuatan-kekuatan tersebut sebagai potensi yang dimiliki oleh kelompok secara internal sehingga menunjang keberlangsungan suatu kelompok, demikian halnya dengan kelompok pengrajin. Sebagai kelompok bentukan yang berkumpul, dapat dikenal dinamika yang terjadi didalamnya sehubungan dengan proses yang sudah berjalan selama ini. Dengan mengenal dinamika kelompok melalui aspekaspek kekuatan tersebut, maka dapat diketahui cara pengembangan kelompok tersebut ke arah yang lebih tepat dan bermanfaat. Unsur keragaan anggota bermakna unsur-unsur yang dimiliki oleh anggota pengrajin, meliputi ketrampilan, usia, kecakapan, latar belakang pendidikan, ketokohan dan status sosial. Keragaan anggota dapat disebut sebagai sumberdaya dan karakteristik yang dimiliki oleh anggota maupun kelompok. Pengembalian modal identik dengan kemampuan suatu kelompok dalam melaksanakan fungsi dan kewajiban dalam hal modal usaha. Kedua hal ini juga merupakan unsur atau ukuran yang menyebabkan dinamisnya suatu kelompok dalam keberfungsiannya.
Intervensi Program Pemberdayaan Masyarakat: PPK dan P3DM dalam Usaha Kerajinan Tenun ikat tradisional merupakan salah satu seni kerajinan tangan warisan secara turun temurun tentang teknik menghasilkan pakaian, dan hal ini diajarkan kepada anak cucu demi kelestariannya. Tenun ikat tradisional bermakna proses produksi menggunakan bahan yang masih asli, dan proses pengerjaan yang lama, serta bentuknya yang orisinil, dan harga yang lebih mahal. Hal ini yang membedakannya dengan tenun ikat komersial. Di Nusa Tenggara Timur, setiap daerah memiliki ciri khas tenun ikat, yang dibedakan melalui motif/corak pada kain tenunannya. Motif tersebut akan menandakan identitas si pemakainya, atau identitas suku. Motif binatang dan manusia sangat menonjol pada tenunan Sumba Timur, dibanding daerah lain yang menonjolkan motif tumbuhan. Secara khusus, kain
tenunan Sumba Timur memiliki ciri khas yang terdiri dari 3 (tiga) macam yakni : tenunan polos tanpa motif putih atau hitam, tenunan ikat bermotif kuda, ayam, manusia, burung kakatua, tugu perang, udang, rusa, buaya, singa (mahang), ular naga dan sebagainya, dan tenunan songket yang disebut lawu pahikungu yang biasa dipakai oleh kaum perempuan (dalam Beding dan Lestari,2002). Menurut Dorce3, kain tenun ikat tradisional di NTT secara umum, secara adat dan budaya memiliki fungsi yakni : a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Sebagai busana sehari-hari untuk melindungi dan menutupi tubuh. Sebagai busana yang dipakai dalam tari-tarian pada pesta/upacara adat. Sebagai alat penghargaan dan pemberian perkawinan (mas kawin) Sebagai alat penghargaan dan pemberian dalam acara kematian Fungsi hukum adat sebagai denda adat utk mengembalikan keseimbangan sosial yang terganggu. Dari segi ekonomi sebagai alat tukar. Sebagai prestise dalam strata sosial masyarakat. Sebagai mitos, lambang suku yang diagungkan karena menurut corak atau desain tertentu akan melindungi mereka dari gangguan alam, bencana, roh jahat dan lain-lain Sebagai alat penghargaan kepada tamu yang datang
Dalam masyarakat tradisional Nusa Tenggara Timur tenunan sebagai harta milik keluarga yang bernilai tinggi karena kerajinan tangan ini sulit dibuat karena dalam proses pembuatan dan penuangan motif tenunan hanya berdasarkan imajinasi penenun sehingga dari segi ekonomi memiliki harga yang cukup mahal. Tenunan sangat bernilai dipandang dari nilai simbolis yang terkandung didalamnya, termasuk arti dari ragam hias yang ada karena ragam hias tertentu yang terdapat pada tenunan memiliki nilai spiritual dan mistik menurut adat. Pada mulanya tenunan dibuat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sebagai busana penutup dan pelindung tubuh, kemudian berkembang untuk kebutuhan adat (pesta, upacara, tarian, perkawinan, kematian dll), hingga sekarang merupakan bahan busana resmi dan modern yang didesain sesuai perkembangan mode untuk memenuhi permintaan atau kebutuhan konsumen.
3
dorce dalam www.kompas.com
Dalam perkembangannya, kerajinan tenun merupakan salah satu sumber pendapatan rumah tangga atau kepala keluarga masyarakat Nusa Tenggara Timur terutama masyarakat di pedesaan. Pada umumnya wanita di pedesaan menggunakan waktu luangnya untuk menenun dalam upaya meningkatkan pendapatan keluarganya dan kebutuhan busananya. Pekerjaan menghasilkan tenunan adalah pengrajin tenun ikat tradisional, karena dari komoditas ini dapat menghasilkan pendapatan rumah tangga. Oleh sebab itu, potensi ini menjadi salah satu hal yang penting untuk dikembangkan, apalagi penduduk tidak semata-mata hanya bertumpu pada pertanian. Sumber perubahan dan pembaruan dalam suatu komunitas dapat berasal dari dalam maupun luar komunitas tersebut. Menururt Soetomo, 2006 bahwa sumber perubahan dari dalam berupa asal mula tumbuhnya niat atau kehendak untuk berubah sampai asal usul tampilnya berbagai bentuk ide baru, sedangkan dari luar bermakna kontak langsung maupun tidak langsung yang terjadi secara alamiah antara komunitas dengan lingkungan luar komunitas. Bentuknya seperti pemberian motivasi, penyuluhan dan pengenalan ide-ide baru yang secara sengaja diprogramkan dari luar. Dalam proses pengembangan masyarakat, banyak komunitas apabila dilihat secara objektif, menunjukkan kondisi kehidupannya yang sangat membutuhkan peningkatan melalui perubahan dan pembaruan, tetapi prakarsa dari dalam masyarakat sendiri untuk melakukannya tidak kunjung datang. Dari kondisi ini, dipertimbangkan bahwa perlu intervensi dari luar untuk mendorong tumbuhnya perubahan dan pembaruan tersebut. Intervensi bermakna campurtangan atau ikut serta mempengaruhi proses yang berlangsung kearah yang dituju bersama. Intervensi yang dilakukan harus menghindari atau tidak menimbulkan ketergantungan,
tetapi
justru
mendorong
terjadinya
kesinambungan
atau
keberlanjutan. Intervensi dapat dikatakan menumbuhkan keberlanjutan apabila masyarakat yang tadinya statis menjadi tergerak untuk melakukan perubahan dan pembaruan terus berlangsung walaupun intervensi sudah berakhir. Sebaliknya jika masyarakat yang tadinya statis menjadi tergerak saat ada intervensi, dan seiring berhentinya intervensi, masyarakat juga kembali statis, dapat disimpulkan belum terjadi keberlanjutan.
Program Pengembangan Kecamatan atau PPK dan Program Penguatan dan Pengembangan Desa Menuju Desa Mandiri atau P3DM, adalah program pengembangan masyarakat yang hadir di Desa Hambapraing. Pendekatan yang dilakukan oleh kedua program ini bersifat partisipatif. Tujuan kedua program ini adalah pemberdayaan masyarakat, memperbaiki tata pemerintahan di tingkat lokal, serta kelembagaan pemerintahan lokal. Pemberdayaan masyarakat dilakukan pada sisi usaha ekonomi masyarakat lokal, yakni salah satunya usaha kerajinan tenun ikat. Usaha kerajinan tenun ikat dipandang sebagai potensi lokal yang dapat dikembangkan sesuai kemampuan masyarakat. Bentuk pemberdayaan yang dilakukan melalui bantuan modal dan pembentukan kelompok. Kelompok usaha kerajinan dalam program PPK berjumlah lima kelompok dan dalam program P3DM adalah dua kelompok. Dari ketujuh kelompok tersebut, terjadi dinamika keaktifannya masingmasing, yang menunjukkan bahwa masalah yang dihadapi kelompok merupakan akibat belum adanya pemberdayaan yang menyeluruh. Indikator yang dilihat secara faktual adalah keberlanjutan pengembalian modal yang sudah dikucurkan. Artinya, lancar dan tidaknya pengembalian modal, sebagai contoh kelompok tenun ikat dalam program PPK, menjadi salah satu kelompok usaha yang berhasil karena dapat mengembalikan modal, dibanding kelompok usaha lain. Intervensi kedua program akan menumbuhkan keberlanjutan apabila, tampak perubahan yang terus menerus dalam usaha pengrajin, dan perjalanan kelompok yang ada. Dari kondisi yang ada di komunitas, maka intervensi secara menyeluruh dan terencana sangat dibutuhkan untuk menunjang ke arah perubahan yang dituju, yakni pemberdayaan pengrajin. Yang dilakukan adalah mengidentifikasi masalah yang sesungguhnya dihadapi, lalu dilanjutkan dengan pemecahan masalah agar menunjang aktivitas mereka secara lebih terencana dan berkelanjutan.
Kerangka Pikir Usaha kerajinan tenun ikat merupakan salah satu potensi yang dimiliki oleh masyarakat, selain mata pencarian lain seperti petani, nelayan, dan sebagainya. Kerajinan ini adalah ketrampilan yang dimiliki oleh sebagian besar kaum perempuan,
tanpa ditampik juga oleh laki-laki. Selain ketrampilan, dukungan bahan baku alami (sumber daya alam) yang ada disekitar komunitas dapat membantu proses produksi. Dukungan modal sosial juga berpengaruh dalam usaha kerajinan tenun ikat karena berhubungan dengan nilai-nilai kerjasama, dan saling percaya dalam melaksanakan aktivitas atau proses kerja pengrajin. Ketiga hal ini adalah potensi yang tentu mempunyai pengaruh yang besar dalam proses kerja usaha kerajinan. Sebagai salah satu usaha skala kecil kerap menghadapi kendala atau masalah baik dari diri pengrajin maupun kondisi di luar diri pengrajin, sehingga belum memberi kontribusi yang menguntungkan bagi pengrajinnya. Masalah yang dihadapi oleh kelompok pengrajin meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal kelompok yakni rendahnya ketrampilan, terbatasnya modal usaha, rendahnya produksi, hingga motivasi dan kerjasama dalam kelompok. Faktor eksternal meliputi keterbatasan dalam hal akses pasar dan informasi permintaan produk, jaringan usaha, akses sumberdaya ketrampilan, dan teknik menenun yang baru. Kelemahan tersebut mengakibatkan keterbatasan akses sumberdaya dan terhambatnya pertumbuhan usaha kerajinan. Hal ini menyebabkan kesejahteraan pengrajin belum terjamin atau masih mengalami kemiskinan. Kemiskinan dapat diberantas melalui upaya pemberdayaan masyarakat khususnya pengrajin sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu aktivitas yang dapat memberi solusi bagi kemajuan dan perkembangan usaha kerajinan tenun ikat tradisional. Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah pembentukan kelompok untuk jenis usaha ini, melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Penguatan Desa menuju Desa Mandiri (P3DM). Sebagai kelompok bentukan, terjadi perbedaan keaktifan dalam kelompok tersebut sehingga dari tujuh kelompok yang dibentuk, yang masih aktif adalah dua kelompok. Kelompok ini dibentuk dan diberi modal, untuk bahan baku produksi. Dalam perjalanannya, dinamika keaktifan kelompok berbeda satu sama lainnya. Ada kelompok yang masih aktif, kurang aktif dan ada yang sudah tidak aktif lagi. Hal ini dilihat dari sisi pengembalian modal
usaha (pinjaman), unsur-unsur kekuatan kelompok yang menunjang dinamisnya suatu kelompok, serta keragaan anggota. Faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika kelompok adalah aspek-aspek kekuatan kelompok yakni, tujuan kelompok, suasana kelompok, struktur kelompok, kekompakan kelompok, fungsi tugas, pembinaan kelompok, tekanan pada kelompok, dan efektifitas kelompok. Selain itu, dipengaruhi juga oleh unsur keragaan anggota dan pengembalian modal atau pinjaman. Pengembalian modal adalah salah satu ukuran keberhasilan dalam pelaksanaan program PPK dan P3DM, yang berhubungan dengan jangka waktu dan jumlah pengembalian modal. Keragaan anggota merujuk pada karakter anggota, usia, ketrampilan, dan pengaruh status sosial juga, sehingga mempengaruhi kontribusi anggota terhadap kelompoknya. Berdasarkan aspek tersebut, dapat diketahui keadaan kelompok yang ada, masalah yang dihadapi, hingga program atau cara pembenahan dan penguatan kelompok yang tepat. Dari analisa masalah maupun kelemahan yang dihadapi, maka diharapkan kelompok pengrajin tenun ikat dapat diperkuat eksistensinya bagi perkembangan usaha anggota kelompok tersebut. Berkembangnya kelompok pengrajin akan menunjang pemberdayaan pengrajin yang terukur melalui tercapainya pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok, adanya pengembangan kemampuan pengrajin, serta mempunyai akses usaha dan kesempatan kerja yang lebih luas. Tercapainya pemberdayaan pengrajin akan membantu mereka keluar dari lingkaran kemiskinan. Usaha ini akan berhasil jika didukung oleh kerjasama dan kemauan semua stakeholder atau pihak-pihak yang berkepentingan untuk menumbuhkan usaha kecil dalam komunitas, sebagai salah satu unsur penopang perekonomian rakyat. Selanjutnya kerangka pikir dapat dilihat dalam gambar 1
Gambar 1. Kerangka Pikir Penguatan Kelompok Pengrajin Tenun Ikat Tradisional
Penguatan Kelompok Pengrajin Tenun Ikat Tradisional Sumber daya dan Potensi Pengrajin : 1.Ketrampilan 2.Modal Fisik 3.Modal Sosial
Dinamika Kelompok Pengrajin 1.Pengembalian Pinjaman/Modal 2.Aspek - Aspek Kekuatan dalam Kelompok 3. Keragaan Anggota
Intervensi Pihak Luar : 1. PPK 2. P3DM
Keterangan : : Mempengaruhi
Pemberdayaan Pengrajin 1.Mempunyai akses usaha dan kesempatan kerja 2.Bertambahnya kemampuan pengrajin 3.Adanya jaminan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok