Pemodelan Persamaan Struktural : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dan Faktor-Faktor Pendukungnya

Jurnal Teknik Industri, Vol. 18, No.02, Agustus 2017, pp. 159~167 ISSN 1978-1431 print / ISSN 2527-4112 online https://doi.org/10.22219/JTIUMM.Vol18.N

14 downloads 457 Views 756KB Size

Data uploaded manual by user so if you have question learn more, including how to report content that you think infringes your intellectual property rights, here.

Report DMCA / Copyright

Transcript

Jurnal Teknik Industri, Vol. 18, No.02, Agustus 2017, pp. 159~167 ISSN 1978-1431 print / ISSN 2527-4112 online https://doi.org/10.22219/JTIUMM.Vol18.No2.159-167

Pemodelan Persamaan Struktural : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dan Faktor-Faktor Pendukungnya Farid Wajdi*, Rb. Tri Joko Wibowo Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Serang Raya Jl. Raya Serang Cilegon KM.5, Serang, BANTEN 42116, Telp. 0254-8235007/Fax. 0254-8235008 *Surel: [email protected]

Abstract The application of knowledge management in an organization requires the enabler factors that should be identified of its readiness before implementation. This study examined knowledge management implementation model with the variables of organizational leadership, culture, and structure as predictor of technology infrastructure variable. The purpose of this study was to examine the fitness of the proposed model with data in the field, as well as to know the relationship between these factors. Data were collected through questionnaire using likert scale 1-5 on 112 respondents from a manufacturing company in Cilegon, Banten. Modeling was done using residual correlation and regression of knowledge sharing indicators and indicator of knowledge management team function. It showed the appropriate result but not yet reached the expected value of Chi-Square of 73.502 with p = 0.010, GFI = 0.907, RMSEA = 0.069, AGFI = 0.848, and RMR = 0.041. Overall the modified model shows results that match the criteria of Goodness of Fit. The results of model analysis also showed that there was an indirect influence of leadership variables on technology infrastructure, through cultural mediators and organizational structures, but direct influence of the leadership on the technology infrastructure was not explained. Keywords: Knowledge management, organization, SEM

Abstrak Penerapan manajemen pengetahuan dalam organisasi membutuhkan faktor-faktor pendukung yang perlu diidentifikasi kesiapannya sebelum implementasi. Studi ini merupakan pengujian model implementasi manajemen pengetahuan menggunakan variabel-variabel kepemimpinan, budaya, dan struktur organisasi sebagai prediktor infrastruktur teknologi. Tujuan dari studi ini adalah menguji kesesuaian model yang diajukan dengan data di lapangan, serta mengetahui hubungan diantara faktorfaktor. Data dikumpulkan melalui kuesioner menggunakan skala likert 1-5 pada 112 orang responden perusahaan manufaktur di Cilegon, Banten. Pemodelan dilakukan dengan menggunakan korelasi residual dan regresi dari indikator berbagi pengetahuan dan fungsi tim manajemen. Hasil studi memperlihatkan bahwa model yang telah dimodifikasi sesuai dengan kriteria Goodness of Fit yang digunakan, namun belum mencapai batas nilai Chi-Square yang diharapkan yaitu 73.502 dengan p=0.010, GFI=0.907, RMSEA=0.069, AGFI=0.848, dan RMR=0.041. Hasil analisis model juga menunjukkan bahwa adanya pengaruh tidak langsung variabel kepemimpinan terhadap infrastruktur teknologi, melalui mediator budaya dan struktur organisasi, namun dalam model tersebut tidak menjelaskan tentang pengaruh langsung kepemimpinan terhadap infrastruktur teknologi. Kata kunci: manajemen pengetahuan, organisasi, SEM

1. Pendahuluan Manajemen pengetahuan (MP) memiliki beberapa definisi dan telah diterapkan dalam berbagai sektor. Davenport [1] mendefinisikan manajemen pengetahuan sebagai

Diterima 23 Maret, 2017; Direvisi 17 Mei, 2017; Disetujui 14 Juli, 2017 159

Jurnal Teknik Industri, Vol. 18, No.02, Agustus 2017, pp. 159~167 ISSN 1978-1431 print / ISSN 2527-4112 online

proses mendapatkan, mendistribusikan, dan menggunakan pengetahuan secara efektif. Sementara Duhon [2] mendefinisikannya sebagai disiplin yang terintegrasi dalam mengidentifikasi, mendapatkan, mengevaluasi, mendapatkan kembali, dan berbagi seluruh aset pengetahuan suatu perusahaan yang dapat berupa basis data, dokumen, kebijakan, prosedur, dan keahlian dan pengalaman pegawai yang belum terekam sebelumnya. Walaupun definisi ini sangat berorientasi pada korporasi, namun manajemen pengetahuan juga telah diterapkan pada organisasi non-profit [3],[4]. Organisasi harus memperhatikan pengelolaan manajemen pengetahuan yang efektif sehingga bernilai strategis. Menurut Drukker [5] pengetahuan merupakan satusatunya modal daya saing yang berkelanjutan sehingga perlu dikelola dengan baik dalam setiap organisasi. Namun Birkinshaw [6] mengingatkan bahwa implementasi manajemen pengetahuan harus efektif, dengan mengoptimalkan faktor-faktor pendukungnya. Oleh karena itu identifikasi kesiapan faktor-faktor tersebut dan menyiapkan infrastruktur mutlak diperlukan untuk keberhasilan implementasi MP sehingga dapat tercipta budaya berbagi pengetahuan sehingga pengetahuan organisasi dapat tumbuh dan berkembang [7]. Lee dan Choi [8] menyatakan bahwa implementasi MP membutuhkan enablers, processes dan organizational performance. Enablers mempengaruhi mekanisme dalam mengembangkan pengetahuan dengan mendorong menciptakan, melindungi dan memfasilitasi pertukaran pengetahuan di dalam organisasi [9]. Sedangkan processes merupakan aktifitas yang terstruktur dalam mengatur pengetahuan secara efektif. Organizational performance merupakan tingkat pencapaian organisasi dalam merealisasikan tujuan-tujuannya [10]. Organizational performance dapat diukur melalui tingkat kecepatan pembelajaran organisasi dan tingkat profitabilitas dari adanya manajemen pengetahuan yang dimilikinya [11]. Berbagai studi menyebutkan jumlah faktor-faktor pendukung (enablers) yang berbeda-beda, misalnya menurut Syed-Ikhsan and Rowland [12], mereka mengidentifikasi lima faktor, yaitu: organizational culture, organizational structure, technology, human sources dan political factors. Sementara itu Ngoc [13] menyebutkan empat faktor, yaitu: organizational communication system, communal culture, transformational leadership dan information technology. Kedua studi diatas selanjutnya menyebutkan bahwa budaya (culture) dan kepemimpinan (political factors; transformational leadership) memiliki pengaruh paling kuat dalam implementasi manajemen pengetahuan, sementara infrastruktur teknologi (technology) adalah faktor yang paling lemah pengaruhnya. Budaya organisasi terbentuk dari anggota organisasi yang dibentuk oleh manajemen. Disana terdapat standart moral organisasi, hak-hak kepegawaian, dan struktur organisasi yang digunakan. Budaya organisasi membentuk dan mengendalikan perilaku-perilaku dalam organisasi, termasuk mempengaruhi bagaimana tiap individu merespon berbagai macam situasi yang terjadi dalam organisasi dan mengiinterpretasikan posisi organisasi terhadap lingkungannya [14]. Kepemimpinan menentukan bentuk struktur organisasi bersifat sentralistik atau fungsionalistik yang mana hal ini akan menentukan perilaku-perilaku individual didalamnya. Pada organisasi yang sentralistik, proses pembuatan keputusannya selalu tergantung pada pimpinan puncak, sedangkan pada organisasi yang bersifat fungsionalistik, terjadi pendelegasian tugas dan wewenang yang telah ditentukan dalam tugas dan fungsi jabatan yang berlaku. Selain itu, bentuk struktur organisasi dapat dilihat melalui pembagian personil dalam sejumlah lokasi, divisi dan fungsinya masingmasing. Model struktur organisasi akan berpengaruh terhadap efektifitas manajemen pengetahuan dalam organisasi [11]. Adapun infrastruktur teknologi merupakan media untuk mempermudah komunikasi dalam organisasi. Dukungan infrastruktur teknologi diperlukan untuk menjalankan manajemen pengetahuan. Oleh karena itu organisasi

160

Jurnal Teknik Industri, Vol. 18, No.02, Agustus 2017, pp. 159~167 ISSN 1978-1431 print / ISSN 2527-4112 online

harus berinvestasi untuk pengadaan infrastruktur teknologi untuk menunjang kinerja manajemen pengetahuan [15]. Kepemimpinan berpengaruh langsung dalam susunan struktur organisasi dan budaya organisasi. Selanjutnya dengan asumsi bahwa segala keputusan dalam organisasi baik yang sifatnya fungsionalistik, maupun yang sentralistik harus sepengetahuan pimpinan, maka kepemimpinan mempengaruhi pengadaan infrastruktur teknologi baik secara langsung maupun tidak langsung melalui mediator budaya organisasi dan struktur organisasi. Berdasarkan hal tersebut, maka kami ingin mengujinya dilapangan pada sebuah perusahaan manufaktur untuk mengetahui (1) kesesuaian model dengan data di lapangan, (2) pengaruh kepemimpinan terhadap fasilitas infrastruktur teknologi, dan (3) peran budaya organisasi dan struktur organisasi. 2. Metode Penelitian Pengumpulan data lapangan dilakukan melalui kuesioner yang disebarkan pada 112 karyawan pada sebuah perusahaan manufaktur di Cilegon, Banten. Pertanyaan dalam kuesioner disusun berdasarkan variabel-variabel pendukung manajemen pengetahuan yang dibagi kedalam variabel eksogen: kepemimpinan, dan variabelvariabel endogen: struktur, budaya, dan infrastruktur teknologi. Model hubungan antar variabel dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1 Model penelitian dan indikator  

Penjelasan masing – masing variabel adalah sebagai berikut : Kepemimpinan (LEAD), diukur dengan indikator adanya kebijakan berorientasi pada manajemen pengetahuan (T1), adanya kebijakan mendukung pertukaran pengetahuan (T2), adanya visi kebutuhan pengetahuan organisasi (T3). Struktur organisasi (STRUCT) diukur dengan indikator adanya tugas pokok dan fungsi tim manajemen pengetahuan (S1), adanya unit kerja manajemen pengetahuan yang mandiri dan profesional (S2), adanya tim manajemen pengetahuan yang berdedikasi dan berpengetahuan tinggi (S3).

Wajdi and Wibowo; Pemodelan Persamaan Struktural : Penerapan Manajemen Pengetahuan… 161

Jurnal Teknik Industri, Vol. 18, No.02, Agustus 2017, pp. 159~167 ISSN 1978-1431 print / ISSN 2527-4112 online



Budaya organisasi (CULT) diukur dengan indikator adanya aktifitas berbagi pengetahuan (K1), adanya kegiatan terjadwal untuk berbagi pengetahuan (K2), dan adanya pengetahuan yang terdokumentasi (K3).  Infrastruktur teknologi (TECH) diukur dengan indikator adanya media manajemen pengetahuan online yang dapat diakses dengan cepat (I1), adanya media mnajemen pengetahuan online untuk melakukan pencarian informasi/pengetahuan (I2), adanya media mnajemen pengetahuan online yang mudah digunakan (I3). Pengisian jawaban oleh responden pada kuesioner disusun dengan skala likert 1-5 (1= sangat tidak setuju, 5=sangat setuju). Kemudian data yang terkumpul dianalisis berdasarkan model pada Gambar 3 dengan software SPSS Amos 23 . Pengolahan data dilakukan dengan tujuan sebagaimana berikut : 1. Menguji kesesuaian model dengan data dilapangan. Model dikatakan layak apabila memenuhi salah satu kriteria yang diajukan (memenuhi lebih banyak kriteria, lebih bagus). Kriterianya adalah sebagai berikut:  Chi-Squares: model yang baik jika nilai chi-squares yang kecil denganp≥0.05.  Goodness of Fit Index (GFI): model yang baik jika nilai GFI ≥0.9.  Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA): model yang baik jika nilai RMSEA ≤0.08.  Adjusted Goodness of Fit (AGFI): model yang baik jika nilai AGFI ≥0.80.  Root Mean Squares Residual (RMR): model yang baik jika nilai RMR ≤0.05. 2. Menganalisis bobot regresi masing-masing variabel laten dengan p

Life Enjoy

" Life is not a problem to be solved but a reality to be experienced! "

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 KUDO.TIPS - All rights reserved.