Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp (2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp © (2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

RESPONSE ANALYSIS OF URBAN VANAME (Lito

Autor Shinta Kartawijaya

37 downloads 435 Views 357KB Size

Data uploaded manual by user so if you have question learn more, including how to report content that you think infringes your intellectual property rights, here.

Report DMCA / Copyright

Transcript

Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp © (2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

RESPONSE ANALYSIS OF URBAN VANAME (Litopenaeus Vannamei) WHICH IS EXPOSED TO CRUDE PROTEIN Zoothamniumpenaei ORAL AND MAINTAINED IN PONDS 1

M. Ferri Tahta Rohmin, 2Gunanti Mahasri, 3Fedik Abdul Rantam Mahasiswa Program Studi Bioteknologi Perikanan dan Kelautan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga 2 Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga 3 Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

1

Kampus B Unair, Jl. Airlangga, Surabaya Email : [email protected] ABSTRACT The objectives of this study were immune response, specific growth rate and survival rate of shrimp vaname (Litopenaeus vannamei) in ponds. The research method used was experimental to know the effect of feed use and added crude protein Zoothamnium penaei on vaname shrimp (Lithopenaeus vannamei) in pond. The sample used is shrimp vaname (Lithopenaeus vannamei) as much as 10,000 heads of juvenile stadia. The food used is commercial feed added crude protein Zoothamnium penaei with a dose of 150 μl / head, which is given 7 times every 7 days interval from the age of 1 day up to Shrimp aged 56 days in ponds. The results showed that there was an increase of immune response (increase of THC and DHC) due to feeding added by Zoothamnium penaei crude. The highest total of Haemocytes (THC) occurred in commercial-fed shrimp and added crude protein ie 56,58 x 106 cell / ml, And the lowest in shrimp shrimp that is not given its crude protein 23.57 x 106 cells / ml. Similarly, the highest Differential Haemosite Count (DHC) also occurred in shrimps fed commercial and added crude protein, 26.57% aged 60 days in ponds and 14.99% low on shrimp not given 90 day crude protein in ponds . Results of parasite shrimp infestation examination exposed with crude protein showed that the highest Zoothamnium penaei infestation was obtained in shrimp fed with artificial feed and not added crude protein Zoothamnium penaei that is 63,35% in shrimp age 90 days. While the shrimp were given artificial feed and added crude protein Zoothamnium penaei infestation Zoothamnium penaei highest of 14.27% in 90 days old shrimp.The highest specific rate of vaname shrimp growth also occurred in shrimp fed commercial and added crude protein Zoothamnium penaei highest of 53.46% and the lowest 16.15% in shrimps aged 90 days in ponds. The highest shrimp life occurrence occurred in commercial vaname shrimp and added crude protein Zoothamnium penaei age of 90 days which has a higher tendency than shrimp that is not given crude protein that is 72% and 21%. The addition of Zoothamnium crude protein to commercial feed as immunostimulant material may enhance immune response, specific growth and shelf life of 30, 60 and 90 days old shrimp in ponds, so that it can be developed as an immunostimulant material. Keyword: Litopenaeus Vannamei, Zoothamnium penaei, udang vanamei

JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 – M. Ferri Tahta Rohmin

Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp © (2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia terdapat dua jenis udang laut yang dapat dikembangkan budidayanya yaitu Udang Windu (Penaeus monodon Fab.) dan udang vaname (Litopenaeus vannamei). Udang windu adalah merupakan udang laut yang pernah mendapat kesempatan untuk di kembangkan dengan budidaya di tambak dan tingkat kelulushidupan dapat mencapai 90%. Di Indonesia udang windu pernah merupakan primadona andalan komoditas ekspor non migas dari sektor perikanan dan pernah menjadikan empat besar negara pengekspor udang dengan nilai ekspor sebesar 1,9 Dollar Amerika. Akan tetapi sejak awal tahun 1994 produksi udang dari sektor budidaya tambak cenderung terus menurun hingga mencapai titik mendatar. Menurunnya produksi ini dikarenakan adanya kasus kematian udang di tambak yang utama disebabkan oleh penyakit dan menurunnya kualitas air (Rukyani, 1996). Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian udang tersebut adalah penyakit yang disebabkan oleh White Spot Syndrome Virus (WSSV) menyerang udang pada berbagai tingkat umur hingga kematian mencapai 100 % (Ince at al., 2006). Untuk mengatasi kemerosotan produksi udang di Indonesia, sekitar tahun 2000 Pemerintah memperkenalkan udang putih Pasifik atau Litopenaeus vannamei. Udang ini menjadi salah satu spesies andalan bagi usaha budidaya tambak udang karena memiliki pertumbuhan yang cepat, dapat dibudidayakan dengan kepadatan tinggi, serta

permintaan pasar dunia yang cukup besar dengan harga yang cukup. Disamping itu salah satu alasan introduksi udang vaname ke Indonesia karena udang tersebut tahan terhadap penyakit seperti WSSV, memiliki toleransi yang tinggi terhadap perubahan kondisi lingkungan (Haliman dan Adijaya, 2005; Widodo dan Dian,2005). Upaya pemerintah untuk menggantikan dengan spesies baru tersebut memerlukan waktu yang lama. Seiring dengan pengembangan udang vanamei tersebut Pemerintah masih berusaha merevitalisasi tambak udang windu yang ideal. Sehingga udang windu masih menjadikan issue strategis dan diharapkan masih dapat pulih kembali seperti sebelumnya. Kenyataan yang terjadi sampai dengan saat ini pengembangan udang windu berjalan berdampingan dengan pengembangan udang vannamei dengan tujuan dapat meningkatkan nilai ekspor udang secara signifikan (DKP, 2003 dan 2005). Produksi udang sebelum terjadi kematian selalu terjadi peningkatan dari tahun 2012 sampai dengan 2015 berturut-turut sebesar 2.987,568 ton, 4.231,435 ton, 6.547, 679 ton dan 7.86,654 ton. Di sisi lain kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa peningkatan produksi udang vanamei terhambat karena serangan penyakit yang dapat disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasiter (Lightner, 2002). Krustacea memiliki sistem kekebalan non spesifik karena tidak memiliki kemampuan untuk mengingat antigen. Pada saat terjadi serangan bakteri, virus maupun jamur, kutikula udang yang keras merupakan pertahan fisik pertama

JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 – M. Ferri Tahta Rohmin

Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp © (2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia yang akan menghambat masuknya patogen. Apabila patogen tersebut dapat melewati pertahanan ekstrenal ini maka pertahanan internal pada tubuh udang akan menjadi pertahanan kedua melalui respon selular dan humoralnya (Van de Braak, 2002). Salah satu penyakit parasiter yang dapat menyebabkan kematian udang baik di tambak maupun tempat pembenihan adalah Zoothamniosis. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit parasiter pada udang vannamei yang disebabkan oleh Zoothamnium penaie. Penyakit ini menyebabkan udang sulit bernafas, sulit bergerak dan tidak dapat mencari makanan (Anonimus, 1996 ; Sindermann, 2007 dan Foster at al., 1998), udang sulit ganti kulit (moulting), menghambat pertumbuhan, menurunkan nilai ekonomi dan menyebabkan kematian hingga 91 % (Tonguthai, 2001). Disamping itu penyakit ini merupakan faktor predisposisi adanya infeksi sekunder oleh bakteri maupun virus. Usaha pencegahan dan penanggulangan sudah banyak dilakukan, antara lain dengan menggunakan sistem sirkulasi, dengan formalin, dan antibiotik. Menurut Chamratchakool (1996) pengobatan terhadap Zoothamniosis dengan formalin dosis 30 ppm dapat menekan kejadian penyakit ini, asam asetat 2 ppt efektif untuk larva (Tonguthai, 2001) dan banyak juga dengan menggunakan bahan-bahan kimia misalnya malacyt green, methylene blue. Mahasri (1996) melakukan penekanan infestasi Zoothamnium penaei dengan menggunakan aerasi dan pengaturan padat tebar yang menunjukkan

bahwa jumlah zooid Zoothamnium penaei menurun pada tingkat aerasi tinggi dan padat tebar rendah sampai sedang. Penggunakan filter biologis ikan bandeng juga dapat menekan serangan Zoothamniosis dari 89% menjadi 14% (Mahasri, 2004). Pencegahan dan pengobatan Zoothamniosis baik di tempat pembenihan maupun di tambak dengan antibiotik maupun bahan kimia lain dapat dikatakan sudah memberikan hasil yang cukup baik, akan tetapi menyebabkan patogen menjadi resisten dan residu yang terakumulasi pada udang sehingga mempengaruhi mutu udang. Smith at al. (2003) mengatakan bahwa untuk meningkatkan ketahanan tubuh udang baik di tempat pembenihan maupun di tambak dapat dilakukan dengan menggunakan imunostimulan. Selanjutnya mahasri (2007) mengatakan bahwa imunisasi dengan protein membran imunogenik Zoothamnium penaei dapat meningkatkan tingkat kelulushidupan udang hingga 93%. Selanjutnya dikatakan bahwa isolasi protein membran imunogenik dapat dilakukan dengan SDS-PAGE, ELISA dan Westrn Blotting. Hasil analisis menunjukkan bahwa ditemukan 7 buah protein ditemukan dan 3 protein bersifat imunogenik, yaitu protein membrane MP38, MP48 dan MP67. Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dikembangkan upaya pencegahan berbagai jenis penyakit dengan menggunakan bahan untuk imunostimulan dari crude protein Zoothamnium penaei yang secara laboratorik sudah terbukti dapat meningkatkan respon imun dan

JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 – M. Ferri Tahta Rohmin

Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp © (2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia kelulushidupan secara eksperimental laboratorik baik secara dipping maupun oral imunisasi (Mahasri, 2016 dan Yusuf, 2015). Akan tetapi uji efektivitas dan evaluasi bahan imunostimulan tersebut pada udang di tambak secara oral dengan dicampur pada pakan belum dilaksanakan, sehingga penelitian akan mengevaluasi penggunaan crude protein Zootamnium penaei sebagai bahan imunostimulan tersebut secara oral Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah pemaparan secara oral dari crude protein Zoothamnium penaei sebagai bahan imunostimulan dapat meningkatkan respon imun Udang vaname (Litopenaeus vannamei) yang dipelihara di Tambak? 2. Apakah pemaparan secara oral dari crude protein Zoothamnium penaei sebagai bahan imunostimulan dapat menurunkan infestasi Zoothamnium penaei pada Udang vaname (Litopenaeus vannamei) yang dipelihara di Tambak? 3. Apakah pemaparan secara oral dari crude protein Zoothamnium penaei sebagai bahan imunostimulan dapat meningkatkan kelulushidupan udang vaname (Litopenaeus vannamei) yang dipelihara di Tambak?

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental lapang yang dirancang sesuai dengan kondisi alami dari lingkungan dan tanpa adanya manipulasi, untuk menganalisis pemaparan secara oral dari crude protein Zoothamnium penaei, terhadap infestasi Zoothamnium penaei, infeksi bakteri Vibrio parahaemolitikus, respon THC dan DHC serta kelulushidupan (survival rate) udang vaname di tambak. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni samapai dengan September 2016, di daerah pertambakan di Desa Kedung Pandan (Tlocor), Kecamatan Jabon kabupaten Sidoarjo. Analisis infestasi Zoothamnium penaei dan infeksi bakteri Vibrio parahaemoliticus, respon imun THC dan DHC dilaksanakan di Laboratorium Kering, Fakultas Perikanan dan Kelautan dan Laboratorium Bakteriologi Fakultas Saint dan Teknologi, Universitas Airlangga. Penentuan kelulushidupan udang vanname dan parameter kualitas air dilaksanakan di lokasi penelitian. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas, tergantung dan kendali. Variabel bebas yaitu : Dosis crude protein Zoothamnium penaei yang dicampur dengan pakan buatan. Variabel tergantung adalah infestasi ektoparasit, respon imun aktivitas fagositosis dan kelulushidupan (survival rate/ SR) udang vaname. Variabel kendali

JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 – M. Ferri Tahta Rohmin

Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp © (2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia yaitu benih udang vaname stadia PL 15, tambak, kualitas air dan pakan udang.

yang positif terhadap jumlah udang yang diperiksa.

Definisi Operasional 1. Imunostimulan adalah suatu bahan atau senyawa kimia yang bila dimasukkan ke dalam tubuh udang mampu merangsang dan meningkatkan aktivitas sel imun dalam tubuh (sistem imun).

Kelulushidupan udang vaname (survival rate / SR) dinyatakan dengan persentase udang yang hidup selama pemeliharaan terhadap jumlah keseluruhan udang yang dipelihara, yang dilakukan pada saat akhir pemeliharaan yaitu pada saat panen umur 90 hari di Tambak. Rumus yang digunakan untuk mengukur menurut Effendi (1979) adalah:

2. Kelulushidupan (Survival Rate) merupakan perbandingan jumlah udang yang hidup pada akhir penelitian dengan jumlah udang yang hidup pada awal penelitian. 3. Total haemosit (THC / Total Haemocyte Count) yaitu jumlah sel haemosit dalam mililiter (sel/ml) sebagai bentuk respon imun akibat adanya infestasi dan pemberian crude protein Zoothamnium penaei. 4. Diferensial haemosit (DHC / Differential Haemocyte Count) yaitu berbagai jenis dan jumlah dari haemosit, yang dalam penelitian ini menunjukkan jumlah sel haemosit granular dalam persen. Pemeriksaan Infestasi Ektoparasit pada Udang Vaname Pengamatan infestasi ektoparasit dilakukan secara natif dengan metode Jhonson (1986), yaitu dengan melakukan pengerokan pada seluruh permukaan tubuh udang. Hasil kerokan ditaruh di atas gelas obyek, diberi air dan diperika dengan mikroskop dengan pembesaran 100X. Infestasi parasit dihitung dengan persentasi udang

SR= No x 100% Nt Keterangan: SR = Survival rate Kelangsungan hidup (%)

/

Nt = Jumlah udang hidup pada akhir penelitian No = Jumlah udang hidup pada awal penelitian Pengumpulan dan Analisis Data Data yang terkumpul dianalisis secara diskrptif yaitu disajikan dalam bentuk tabel dan gambar serta dilakukan penjelasan terhadap data tersebut (Steel and Torrie, 1992). Hasil Penelitian Hasil Penghitungan Total Haemocyte Count (THC) Udang Vaname Hasil Penghitungan Total haemocyte Count (THC) udang vaname yang dipapar crude protein Zoothamnium penaei secara oral pada umur 30, 60 dan 90 hari di

JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 – M. Ferri Tahta Rohmin

Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp © (2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

tambak disajikan pada Tabel 5.1. 90 hari di tambak yaitu 40,44 x 106 Sedangkan THC udang vaname pada Sel/ml. sedangkan THC terrendah saat ditebar tidak dapat dilakukan, terjadi pada udang umur 30 hari, karena benih masih terlalu kecil dan yaitu 24,26 x 106 Sel/ml yang terjadi mengalami kesulitan dalam pada udang 30 hari di tambak dan pengambilan darah. THC tertinggi tidak dipapar crude protein. ditemukan pada udang yang dipapar crude protein Zoothamnium penaei yang berumur 60 hari yaitu 53,27 x 106 Sel/ml, diikuti THC udang umur Tabel 5.1. Hasil Penghitungan Total Haemocyte Count (THC) pada Udang Vaname Umur Pemeliharaan (Hari)

30

Total Haemocyte Count (THC) Udang (106 Sel/ml) Tidak Dipapar dengan crude Dipapar protein Zoothamnium penaei protein penaei 24,26 38,33

60 25,27 26,27 90 Hasil Penghitungan Differential Haemocyte Count (DHC) Udang Vaname Penghitungan DHC juga dilkukan pada udang vaname yang berumur 30, 60 dan 90 hari. Hasil penghitungan DHC udang vaname yang dipapar crude protein Zoothamnium penaei maupun tidak ditambahkan crude protein Zoothamnium penaei dapat dilihat pada Tabel 5.2, yang menunjukkan

dengan crude Zoothamnium

53,27 40,44 bahwa pemaparan crude protein Zoothamnium penaei dapat meningkatkan respon imun udang vaname, yang ditunjukkan dengan meningkatnya DHC udang vaname. DHC tertinggi terjadi pada udang vaname yang dipapar dengan crude protein Zoothamnium penaei dan berumur 60 hari yaitu sedang yang terrendah ditemukan pada udang yang tidak dipapar crude protein Zoothamnium penaei pada umur 90 hari, yaitu 27,68% dan 15,8

7%. Tabel 5.2. Hasil Penentuan Differensial Haemocyte Count (DHC) pada UdangVaname Umur Pemeliharaan (Hari)

30

Diffrential Haemocyte Count (DHC) Udang (%) Tidak dipapar dengan crude Dipapar dengan crude protein Zoothamnium penaei protein Zoothamnium penaei 16,70 18,89

JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 – M. Ferri Tahta Rohmin

Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp © (2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia 60 17,61 15,87 90 Analisis Infestasi Zoothamnium penaei Pada Udang Vaname Hasil penelitian menunjukkan bahwa udang positif terinfestasi Zoothamnium penaei, yang terjadi pada udang baik yang dipapar maupun yang tidak dipapar crude protein Zoothamnium penaei. Hasil pemeriksaan infestasi parasit udang dipapar dengan crude protein menunjukkan bahwa infestasi tertinggi yaitu 14,27% terjadi pada udang umur 90 hari, sedang yang tidak dipapar menunjukkan angka yang lebih tinggi yaitu 63,35%. Infestasi terendah terjadi pada udang yang dipapar dengan crude protein yaitu 6,55% pada umur 30 hari di tambak, dan 17,96% pada udang yang tidak dipapar. Udang yang terinfestasi menunjukka gejala klinis ekor udang tidak terlihat seperti kipas jika berenang, udang berenang di permukaan dan bergerombol, pada

27,68 22,68 seluruh permukaan tubuh dan insang terdapat parasit yang menempel yang berwarna putih kecoklatan, saluran pencernaan kosong, permukaan tubuh dan insang keruh seperti berlumut. Sedang udang yang sehat (tidak terserang zoothamniosis) nampak jernih, transparan, bersih dan tidak ada perubahan warna pada seluruh permukaan tubuh dan insang, udang berenang aktif dan ekor membuka seperti kipas. Hasil identifikasi zooid Zoothamnium yang ditemukan sesuai dengan hasil identifikasi oleh Debaufer dan Buhse (1998), yaitu mempunyai peristom yang berbentuk lingkaran yang dikelilingi oleh silia, bagian dalam terdapat satu vokuola kontraktif dan beberapa vokuola makanan, nekleus dan mempunyai tangkai pada bagian posterior. Hasil pemeriksaan infestasi Zoothamnium penaei pada udang vaname dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Hasil Pemeriksaan Infestasi Zoothamnium penaei Pada Udang Vaname Umur Pemeliharaan (Hari)

30 60 90

Infestasi Zoothamnium penaei Udang Vaname (%) Tidak dipapar crude protein Dipapar crude Zoothanium penaei protein Zoothanium penaei 17,96 6,55 31,26 12,32 63,35 14,27

JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 – M. Ferri Tahta Rohmin

Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp © (2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

Penentuan Kelulushidupan Vaname

(SR)

Tingkat Udang

Kelulushidupan udang vaname dihitung pada saat panen yaitu pada hari ke 90. Hasil penghitungan

tingkat kelulushidupan udang vaname menunjukkan bahwa tingkat kelulushidupan udang vaname yang dipapar dengan crude protein Zoothanium penaei mencapai 71%, sedangkan yang tidak dipapar crude protein sebesar 22% (Tabel 5.4).

Tabel 5.4. Hasil Penentuan Tingkat Kelulushidupan Udang Vaname Perlakuan Tidak Diimunisasi Diimunisasi

Tingkat Kelulushidupan (%) 22 67

Kelulushidupan udang vaname yang Pemeriksaan Kualitas Air diimunisasi sebelum ditebar dan Hasil pemeriksaan kualitas dipelihara di tambak mencapai 67%, air selama 90 hari masa lebih tinggi dari pada yang tidak pemeliharaan dapat dilihat pada tabel diimunisasi yang hanya mencapai 5.6. 22% pada akhir masa pemeliharaan yaitu 90 hari. Tabel 5.6. Hasil Rata-Rata Pemeriksaan Kualitas Air Tambak selama 90 Hari Masa Pemeliharaan Parameter Suhu ( oC ) Salinitas ( o/oo ) Ph Oksigen Terlarut ( ppm ) Amoniak ( ppm )

Rata-rata Parameter /Kualitas Air Kisaran Selama Pemeliharaan Udang Nilai Normal 27 – 28 19 – 21 7,8 – 8,3 3,8 – 6,3

27 – 32 16 – 30 7,5 – 8,5 >3 – 7

0,07 – 0,08

Life Enjoy

" Life is not a problem to be solved but a reality to be experienced! "

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 KUDO.TIPS - All rights reserved.