HUKUM PELESTARIAN TERUMBU KARANG SEBAGAI PENYANGGA PRODUKTIVITAS PERIKANAN THE POTENTIAL OF CORAL REEF OF LAW AS FISHERY PRODUCTIVITY BUFFER

Hukum Pelestarian Terumbu Karang sebagai Penyangga Produktivitas Nelayan Lena Farsia dan Wardah

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 62, Th. XVI (April, 2014)

Autor Yenny Sutedja

147 downloads 297 Views 561KB Size

Data uploaded manual by user so if you have question learn more, including how to report content that you think infringes your intellectual property rights, here.

Report DMCA / Copyright

Transcript

Hukum Pelestarian Terumbu Karang sebagai Penyangga Produktivitas Nelayan Lena Farsia dan Wardah

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 62, Th. XVI (April, 2014), pp. 189-207.

HUKUM PELESTARIAN TERUMBU KARANG SEBAGAI PENYANGGA PRODUKTIVITAS PERIKANAN THE POTENTIAL OF CORAL REEF OF LAW AS FISHERY PRODUCTIVITY BUFFER Oleh: Lena Farsia dan Wardah *) ABSTRACT There is the fact that in Aceh, more than 60 percent of coral reef are bleaching. Scientiests also found that 80 percent of marine species in Aceh marine are going to death. It is a dangerous situation because coral reef are a protecting place for fish and other sea biotas. Huge fishes are also usually gathering around the coral reef that provide food for them. This research will be conducted at the coral reef ecosystem in Ujung Pancu, Kecamatan Peukan Bada, Great Aceh. The aims of the research are to analyze the rule of protecting coral reef in Aceh Province, to explain the efforts of coral reef protection in Ujong Pancu area in order to increase the fishing productivity, and to comprehend the challenges faced in preserving coral reef in Ujong Pancu area. The research shows that the legal basis for the coral reef conservation has regulated both in national and local law. It means that the government has been taking into account and giving proper attention to the conservation program. Moreover, the coral reef conservation in Ujung Pancu also got supports not only form the local government but also from the civitas academica but also from the local and international non governmental organizations. It is concluded that the barriers in coral reef preserving program in Ujung Pancu are minimalized. Keywords: Law, Potential of Coral Reef, Fishery.

PENDAHULUAN Negara archipelago atau kepulauan adalah istilah yang sering disebut untuk negara Indonesia. Sebagai bangsa Indonesia kita perlu bangga karena Indonesia merupakan negara kedua dengan garis pantai terpanjang didunia setelah Kanada. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia, termasuk terumbu karang. Secara geografis, Indonesia memiliki 116 pulau kecil dan kelompok pulau -pulau kecil yang mudah mengalami kerusakan ekologi. 1

*)

Lena Farsia, S.H., M.H., LL.M dan Wardah , S.H., M.H., LL.M., adalah Dosen Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Darussalam-Banda Aceh. 1 Yanti Fristikawati, Legal Protection of Indonesian Coral Reefs in Papua Province, Journal of East Asia and International Law, Vol.2, Issue 2 (Autumn 2009), hlm. 1. ISSN: 0854-5499

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 62, Th. XVI (April, 2014).

Hukum Pelestarian Terumbu Karang sebagai Penyangga Produktivitas Nelayan Lena Farsia dan Wardah

Jika kita berbicara mengenai pesisir Indonesia tentu saja kita berbicara mengenai pesisir Aceh. Hal ini dikarenakan Provinsi Aceh memiliki garis pantai sekitar 2.666.27 km dan wilayah laut sekitar 43.339.83 km2 yang merupakan wilayah pesisir terbesar di Pulau Sumatera.2 Namun ada sederet ancaman yang dihadapi oleh masyarakat pesisir Aceh. Pertama, dari segi perekonomian. Kekayaan alam yang dimiliki belum memberikan kesejahteraan bagi 25 persen penduduk pesisir saat ini yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Masih terdapat beratus masyarakat pesisir Aceh yang melarat dalam kepahitan hidup. Padahal ini sangat bertentangan dengan sumber daya alam kelautan yang berlimpah di daerah kita ini. Dari 61.767 orang nelayan di Aceh, 25 persen diantaranya terhimpit masalah ekonomi yang berkelanjutan.3 Ancaman yang kedua yang sangat krusial adalah berkurangnya terumbu karang. Bagi banyak orang mungkin mengira bahwa terumbu karang semata berguna sebagai estetika belaka. Namun sebetulnya berkurangnya terumbu karang juga menjadi ancaman bagi perekonomian masyarakat pesisir karena ikan semakin sulit didapat. Penggunaan bahan peledak dan pukat harimau oleh nelayan menjadi penyebab utama kerusakan ini.4 Terumbu karang merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai diversitas sangat tinggi yang terdapat di perairan laut dangkal, dan ditemukan di kawasan tropika. Ekosistem ini merupakan ekosistem yang sangat produktif di dunia, sama dengan ekosistem hutan bakau. Terumbu karang merupakan struktur biologi yang disusun seluruhnya dari aktivitas biologi, merupakan deposit CaCO3 yang diproduksi oleh terumbu karang jenis Phylum Cnidaria, Class Antozoa, dan Ordo Scleractinia. CaCO3 atau kalsium karbonat adalah senyawa kimia yang umum ditemukan dibatuan disemua bagian dunia. Merupakan komponen utama dari cangkang organisme laut, siput, mutiara, dan kulit telur. Bentuk yang paling umum alam adalah kapur, dan marmer,diproduksi oleh sedimentasi dari cangkang siput fosil kecil, kerang, dan karang selama jutaan tahun. Banyak 2

Kemiskinan, Mangrove dan Terumbu Karang, http://odcunsyiah.blogspot.com/2013/02/kemiskinan-mangrovedan-terumbu-karang.html, diakses 3 September 2012. 3 Ibid. 4 Ibid.

190

Hukum Pelestarian Terumbu Karang sebagai Penyangga Produktivitas Nelayan Lena Farsia dan Wardah

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 62, Th. XVI (April, 2014).

industri yang telah memanfaatkan kalsium kabronat. Industri yang menggunakan kalsium karbonat antara lain: (1) Industri pulp dan Kertas; (2) Pupuk dan pengapuran pertanian; (3) Makanan dan obat-obatan; (4) Gelas dan keramik; (5) Plastik dan komposit; (6) Konstruksi (beton, plester, aspal); (7) Industri ban mobil dan motor; (8) Industri Cat; (9) Industri pembuatan pipa PVC; (10) Industri pembuatan pasta gigi.5 Ekosistem terumbu karang mendukung produktivitas perikanan dan menyediakan protein utama untuk masyarakat. Kehadiran terumbu karang sangat dipengaruhi tekanan lingkungan, termasuk tekanan lingkungan oleh manusia. Misalnya sedimentasi yang terjadi di daerah pinggiran laut, pengambilan terumbu karang, pengeboman ikan karang, atau karena aktivitas manusia yang berjalan di tepi pantai dan tanpa sengaja menginjak atau menambatkan perahunya di terumbu karang .6 Pulau Weh, Aceh, mempunyai banyak pantai yang merupakan ekosistem terumbu karang. Misalnya di Pantai Iboih, Pantai Gapang, Krueng Raya, dan Priya Laot. Ekosistem terumbu karang mempunyai habitat pada kedalaman sekitar 5–10 meter. Selain itu, kawasan Ujong Pancu juga menyimpan potensi terumbu karang yang harus dilestarikan dari kerusakan terutama paska Tusnami tahun 2004.7 Salah satu indikasi kerusakan terumbu karang terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah sedang terjadi di bawah laut Indonesia. Karang mengalami pemutihan (bleaching) dengan cepat akibat tingginya suhu permukaan air laut. Lembaga konservasi, The Wildlife Conservation Society (WCS) mengatakan, kenaikan suhu permukaan laut yang dramatis diduga kuat bertanggung jawab atas kehancuran tersebut. WCS mengirimkan tim yang terdiri dari para ahli biologi untuk menginvestigasi pemutihan terumbu karang di Aceh. Survei dirasakan mendesak, sebab, lebih dari 60 persen karang di wilayah tersebut memutih. Para ilmuwan menemukan 80 persen spesies akan mati hanya dalam beberapa waktu ke depan. Pemutihan terumbu karang di perairan Aceh terus 5

Sumber: Calcium Carbonate, http://www.iba.co.id/produk/calcium-carbonate/, diakses 13 Desember 2013. http://lomba.kompasiana.com/ib-1000-tulisan/2010/07/29/konservasi-terumbu-karang-pulau-weh-aceh-denganpenggunaan-pelampung-penambat-mooring-buoys-206055.html, diakses 10 Agustus 2012. 7 Ibid. 6

191

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 62, Th. XVI (April, 2014).

Hukum Pelestarian Terumbu Karang sebagai Penyangga Produktivitas Nelayan Lena Farsia dan Wardah

meluas. Bila hal ini terus dibiarkan, maka tanaman tersebut bisa musnah yang akan berakibat laut di wilayah tersebut mudah tercemar .8 Menurut Koordinator Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh Jaringan KuALA, M. Arifsyah Nasution. Pemutihan terumbu karang tersebut sebagai tanda tanaman laut itu akan mati yang akhirnya laut di Aceh akan "gersang". Selama ini gangguan atau penyebab utama kerusakan terumbu karang di Aceh disebabkan oleh faktor manusia, dan perubahan dampak iklim berupa naiknya suhu permukaan laut mengakibatkan terjadinya pemutihan massal di hampir seluruh kawasan terumbu karang Aceh. Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh pada Maret 2010 melaporkan proses pemutihan hanya terjadi di kawasan pantai barat Aceh (Kabupaten Aceh Barat Daya dan Aceh Selatan). Tapi saat ini sebagaimana dilaporkan oleh Wildlife Conservation Society (WCS) Aceh Marine Program (anggota Jaringan KuALA) juga telah terjadi pemutihan di perairan utara Aceh, terutama di perairan Sabang9. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan permasalahan penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah pengaturan pelestarian terumbu karang di Provinsi Aceh? (2) Bagaimanakah bentuk pelestarian terumbu karang di kawasan Ujung Pancu yang berpotensi pada peningkatan produktivitas perikanan? (3) Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam upaya untuk melestarikan terumbu karang di pantai Ujung Pancu?

METODE PENELITIAN Teknik pengumpulan data akan dilakukan dengan penelitian lapangan (field research) dan penelitian kepustakaan (library research). Penelitian lapangan akan dilakukan dengan metode wawancara dengan responden yang telah ditentukan. Data yang akan diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif dan disajikan dalam bentuk deskriptif analisis.

8

Ibid. http://nusantara.tvonenews.tv/berita/view/39360/2010/05/20/terumbu_karang_aceh_terancam_musnah.tvOne, diakses 3 September 2012. 9

192

Hukum Pelestarian Terumbu Karang sebagai Penyangga Produktivitas Nelayan Lena Farsia dan Wardah

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 62, Th. XVI (April, 2014).

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Aceh Besar. Populasi untuk penelitian ini adalah masyarakat di Kawasan Ujong Pancu, Aceh Besar dan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam pelaksanaan program pelestarian terumbu karang ini. Dari populasi tersebut, ditentukan sejumlah sampel dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu dari keseluruhan populasi akan diambil beberapa orang yang diperkirakan dapat mewakili keseluruhan populasi yang terdiri dari: Masyarakat atau perwakilan komunitas masyarakat Ujong Pancu, Kabupaten Peukan Bada, Aceh Besar, Pegiat Lingkungan hidup khususnya yang bergerak dibidang kelautan dan perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling (kelayakan), yaitu di mana dari keseluruhan populasi diambil beberapa responden yang diperkirakan dapat mewakili populasi. Berhubungan dengan masalah yang diteliti yang diperkirakan dapat mewakili keseluruhan populasi.10 Adapun responden tersebut, yaitu: Masyarakat nelayan atau perwakilan dari masyarakat nelayan dikawasan Ujong Pancu, Aceh Besar, Ocean Diving Club (ODC) dan Jaringan KuALA. Data yang diperoleh dari hasil penelitian baik melalui penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan diolah dan dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu suatu penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif analisis yaitu apa yang dinyatakan responden baik tertulis maupun lisan yang dipelajari dan diteliti sebagai sesuatu yang utuh.

PEMBAHASAN 1) Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pada umumnya mayoritas penduduk Aceh yang tinggal dipesisir pantai berprofesi sebagai nelayan, sehingga mata pencaharian mereka pun sangat tergantung dari hasil tangkapan dilaut. Keberadaan ikan dilaut tentu saja sangat membantu perekonomian nelayan, berbagai carapun

10

Hadari Nawawi, 1987, Metode Penelitian Sosial, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, cetakan: 3,

hal.157.

193

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 62, Th. XVI (April, 2014).

Hukum Pelestarian Terumbu Karang sebagai Penyangga Produktivitas Nelayan Lena Farsia dan Wardah

ditempuh untuk bisa meraup hasil yang banyak dari laut, termasuk dari ekosistem Ujong Pancu yang merupakan lokasi favorit para pemancing dan nelayan di Aceh Besar. Ujong Pancu terletak di kabupaten Aceh Besar yang berjarak 12 Km dari Banda Aceh. 11 Sampai batas yang bisa ditempuh dengan kendaraan, Ujong Pancu termasuk kawasan perairan pantai yang dikelola oleh Panglima Laot Lhok Lamteungoh. Berdasarkan posisi geografis KKLD Ujong Pancu berada ± pada 5o 32’ – 5o 34’ LU dan 95o 08’ – 95o 15’ BT. KKLD Ujong Pancu merupakan salah satu wilayah perairan pantai yang dicadangkan oleh Kabupaten Aceh Besar sebagai kawasan konservasi perairan melalui Surat Keputusan Bupati Aceh Besar Nomor 190 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.12 Jauh sebelum musibah Tsunami dan gempa tahun 2004, kawasan Ujong Pancu, selain dikenal sebagai situs sejarah kejayaan Aceh masa lampau serta tempat para pemancing mencari ikan, juga dikenal kawasan yang pesisirnya hijau dengan hutan mangrove. Meski upaya restorasi mangrove gencar dilakukan pada masa rehab-rekon Aceh (2005-2009), tingkat keberhasilannya dibawah 5 % mengingat kondisi biofisik pesisir Ujong Pancu telah jauh berubah.13 Ocean Diving Club (ODC) Universitas Syiah Kuala dalam memperingati Reef Check Day yang tanggal 20-21 Oktober 2012 lalu telah melakukan kegiatan peduli lingkungan pesisir seperti survey kondisi terumbu karang, dan riset lapangan di Ujong Pancu menunjukkan bahwa telah berkurangnya luasan produktif ekosistem terumbu karang pasca pemutihan karang (bleaching) di perairan Utara Aceh.14 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan menjamin para nelayan untuk melakukan pengelolaan hasil laut.

11

Namun demikian pengelolaan sumber daya

http://theglobejournal.com/traveling/ujong-pancu-petualangan-mencari-laut-di-balik-bukit/index.php, diakses 28 Pebruari 2013. 12 Arifsyah M Nasution, Ujong Pancu: Penyelamatan Terumbu Karang dan Perikanan Pantai, http://salut.kuala.or.id/?p=194, diakses 23 September 2012. 13 Ibid. 14 http://theglobejournal.com/lingkungan/odc-lakukan-pemeriksaan-kesehatan-terumbu-karang/index.php, , diakses 26 Pebruari 2013.

194

Hukum Pelestarian Terumbu Karang sebagai Penyangga Produktivitas Nelayan Lena Farsia dan Wardah

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 62, Th. XVI (April, 2014).

perikanan di Aceh masih belum berjalan optimal karena dihadapkan pada beberapa kendala diantaranya15: a) Masih kurang tersedia sarana-prasarana pendukung kegiatan perikanan yang menyebabkan produktivitas rendah; b) Belum adanya tata ruang wilayah kelautan dan perikanan, menyebabkan rusaknya sumberdaya perikanan serta sarana permukiman nelayan; c) Adanya praktek illegal logging akibat rendahnya pengawasan serta belum tersedianya data dan informasi sumberdaya kelautan dan perikanan pascatsunami; d) Pelayanan terhadap masyarakat masih rendah akibat terbatasnya sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia aparatur. Kendala tersebut juga memberikan dampak kepada kelangsungan hidup terumbu karang sebagai penyangga kehidupan ikan di laut Aceh. Terumbu karang adalah kumpulan karang dan atau suatu ekosistem karang yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar laut lainnya serta biota lain yang hidup bebas di dalam perairan sekitarnya 16 . Terumbu karang merupakan ekosistem laut dangkal tropis yang paling kompleks dan produktif. Terumbu karang juga merupakan ekosistem yang rentan terhadap perubahan lingkungan, namun tekanan yang dialaminya semakin meningkat seiring dengan penambahan jumlah penduduk dan aktivitas masyarakat di wilayah pesisir. Tingginya tekanan ini diakibatkan oleh banyaknya manfaat dan fungsi yang disediakan oleh terumbu karang dengan daya dukung yang terbatas, sedangkan kebutuhan manusia terus bertambah sepanjang waktu.17

15

M. Adli Abdullah, Teuku Muttaqin, Pembagian Kewenangan Kelola Laut Aceh: Belajar dari Program Pengelolaan Bersama Perikanan di Aceh, Pusat Studi Hukom Adat laot dan Kebijakan Perikanan Univ. Syiah Kuala, 2012, hal. 21. Lihat juga M. Adli Abdullah, Sulaiman Tripa, Teuku Muttaqin, 2006, Selama Kearifan adalah Kekayaan, Eksistensi Panglima Laot dan Hukom Adat Laot, Kehati, Jakarta. Lihat juga Sulaiman Tripa, 2013, Prospek Hukum Adat Laot dalam Pengelolaan Perikanan di Kabupaten Pidie Jaya, Jurnal Yustisia, Vol. 8 No. 2. 16 Pasal 1 Keputusan Kepala Bappedal No. 47 Tahun 2001 tentang: Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang. 17 Fungsi dan Manfaat Terumbu Karang dan Perannya Terhadap Sistem Perikanan, http://web.ipb.ac.id/~dedi_s/index.php?option=com_content&task=view&id=22&Itemid=50, diakses 25 Desember 2012.

195

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 62, Th. XVI (April, 2014).

Hukum Pelestarian Terumbu Karang sebagai Penyangga Produktivitas Nelayan Lena Farsia dan Wardah

Secara alami, terumbu karang merupakan habitat bagi banyak spesies laut untuk melakukan pemijahan, peneluran, pembesaran anak, makan dan mencari makan (feeding & foraging), terutama bagi sejumlah spesies yang memiliki nilai ekonomis penting. Banyaknya spesies makhluk hidup laut yang dapat ditemukan di terumbu karang menjadikan ekosistem ini sebagai gudang keanekaragaman hayati laut. Saat ini, peran terumbu karang sebagai gudang keanekaragaman hayati menjadikannya sebagai sumber penting bagi berbagai bahan bioaktif yang diperlukan di bidang medis dan farmasi.18 Terumbu

karang

merupakan

ekosistem

laut

yang

paling

produktif

dan

tinggi

keanekaragamanhayatinya. Produktivitas primer yang tinggi dan kompleksnya habitat yang terdapat di ekosistem terumbu karang memungkinkan daerah ini berperan sebagai tempat pemijahan, tempat pengasuhan dan tempat mencari makan berbagai spesies ikan dan biota laut lainnya. Dengan demikian, secara otomatis produksi sekunder (ikan dan biota laut lain) di daerah terumbu karang juga sangat tinggi.19 Tingginya keanekaragaman jenis dan kelimpahan komunitas ikan di ekosistem terumbu disebabkan oleh tingginya variasi habitat terumbu atau beragamnya relung dari spesies-spesies ikan tersebut. Habitat di terumbu tidak hanya tersusun oleh komunitas karang saja, melainkan juga terdiri atas daerah berpasir, ceruk dan celah, daerah algae 20, serta zona-zona yang berbeda yang melintasi hamparan terumbu.21 Seperti diketahui, terumbu karang adalah tempat berlindung ikan dan makhluk laut lainnya. Ikan-ikan besar cenderung berkumpul di sekitar terumbu -- yang menyediakan pakan yang baik untuk mereka. Pemutihan karang terjadi ketika algae 22 yang hidup di jaringan karang mati. Ini adalah indikasi stres yang disebabkan perubahan lingkungan yang drastis -- salah satunya fluktuasi 18

Ibid. Ruswahyuni dan Pujiono Wahyu Purnomo, Kondisi Terumbu Karang Di Kepulauan Seribu Dalam Kaitan Dengan Gradasi Kualitas Perairan, Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, April 2009, hal.1. 20 Algae adalah organisme fotosintetis yang ukurannya bervariasi mulai dari ukuran kecil, satu sel hingga bentukbentuk yang komplek yang panjangnya hingga 65 meter. Sumber: Algae Research, http://botany.si.edu/projects/algae/, diakses 28 Pebruari 2013. 21 Ibid. 19

196

Hukum Pelestarian Terumbu Karang sebagai Penyangga Produktivitas Nelayan Lena Farsia dan Wardah

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 62, Th. XVI (April, 2014).

suhu laut. Karang yang mengalami penutihan bisa pulih atau bahkan mati. Ilmuwan menemukan, kejadian ini adalah akibat dari kenaikan suhu air laut di Laut Andaman -- area perairan yang meliputi wilayah Myanmar, Thailand, Andaman, Kepulauan Nicobar, dan wilayah utara Indonesia. Menurut data yang terdapat dalam situs National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), suhu di area ini naik drastis Mei lalu sampau 34 derajat Celcius -- atau naik 4 derajad dari suhu ratarata. Terumbu karang terbukti tidak dapat melindungi diri dari kenaikan suhu air laut. Mutlak diperlukan upaya internasional untuk menghentikan penyebab dan dampak perubahan iklim.23 Proses pengrusakan terumbu karang disebabkan oleh perubahan iklim karena aktifitas manusia, terjadi dalam berbagai cara, diantaranya melalui proses pemutihan pada terumbu karang yang semakin memanaskan suhu samudera, dan proses pengasaman laut sebagai hasil perubahan kimiawi laut karena pencemaran laut. 24 Kerusakan terumbu karang berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Jutaan manusia menggantungkan hidupnya pada terumbu karang yang merupakan penyangga kehidupan dan memberikan mata pencaharian.25

2) Pengaturan Pelestarian Terumbu Karang di Provinsi Aceh Dasar hukum pengaturan tentang pelestarian terumbu karang secara luas diatur didalam beberapa peraturan diantaranya undang-undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dimana didalam undang-undang ini mengatur mengenai kawasan konservasi dan konservasi terhadap jenis satwa dan tumbuhan yang dilindungi, termasuk kawasan konservasi perairan. Ada 3 hal yang diatur yaitu perlindungan, pengawetan dan pemanfataan. Aturan dalam UU ini dapat diterapkan baik pada kawasan konservasi darat maupun laut. Selain itu masih terdapat payung hukum lainnya yaitu undang-undang No. 23 Tahun 1997 23

Suhu Naik, Terumbu Karang di Aceh Rusak Parah, http://nasional.news.viva.co.id/news/read/171696pemutihan-karang-terparah-terjadi-di-aceh, diakses 4 September 2012. 24 Blake Armstrong, Maintaining the World's Marine Biodiversity: Using the Endangered Species Act to Stop the Climate Change Induced Loss of Coral Reefs, Hasting West-Nortwest Journal of Environmental Law and Policy, Vol. 18, Issue 2 (Summer 2012), hal. 429. 25

Mary Gray Davidson, Protecting Coral Reefs: The Principal National And International Legal Instruments, Harvard Environmental Law Review, Vo. 26, Issue 2 (2002), hal. 499.

197

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 62, Th. XVI (April, 2014).

Hukum Pelestarian Terumbu Karang sebagai Penyangga Produktivitas Nelayan Lena Farsia dan Wardah

tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang juga memberikan hak untuk pengelolaan lingkungan yang berkesinambungan. Demikian juga halnya dengan undang-undang 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.dan lebih detail mengenai pengelolaan sumber daya perikanan. Undang-undang ini menyatakan bahwa pengelolan sumber daya perikanan yang dilakukan secara terpadu dan terarah dengan melestarikan sumber daya ikan beserta lingkungannya. Disebut pula mengenai pembentukan daerah suaka perikanan dan perlindungan terhadap jenis ikan yang langka. Selain itu,

Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA)

memberi kewenangan kepada pemerintah Aceh untuk menjalankan manajemen pelestarian lingkungan baik darat maupun laut secara berlanjutan. Pasal 16 Ayat (1) huruf j dan Pasal 17 Ayat (1) huruf j menekankan kepada Pemerintah Aceh untuk melakukan pengendalian dan pengawasan lingkungan hidup. Hal ini merupakan amanat dari UUPA yang menjadi acuan dan kerangka hukum Pemerintah Aceh dalam mengendalikan urusan‐urusan internal provinsial. Urusan-urusan ini kecuali urusan pemerintahan yang bersifat nasional seperti politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan urusan tertentu dalam bidang agama, sebagaimana termaktub dalam Pasal 7 Ayat (2) UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. Dengan demikian segala hal yang terkait dengan proses perlindungan maupun konservasi lingkungan menjadi tanggungjawab pemerintah propinsi Aceh. Hal ini bisa dilihat dalam Pasal 149 UUPA: “Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu dengan memperhatikan tata ruang, melindungi sumber daya alam hayati, sumber daya alam nonhayati, sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, dan keanekaragaman hayati dengan memperhatikan hakhak masyarakat adat dan untuk ebesarbesarnya bagi kesejahteraan penduduk.” Selain itu juga Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan PP No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan juga mensyaratkan bagi pengelolaan sumber daya ikan dan ekosistemnya secara bijaksana.

198

Hukum Pelestarian Terumbu Karang sebagai Penyangga Produktivitas Nelayan Lena Farsia dan Wardah

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 62, Th. XVI (April, 2014).

Disamping aturan-aturan yang berada di tingkat nasional, provinsi Aceh juga menyediakan beberapa aturan lokal mengingat kebutuhan akan pelestarian terumbu karang perlu dengan segera dilaksanakan, diantaranya Qanun No. 16 tahun 2002 tentang Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Qanun No. 7 Tahun 2010 tentang Perikanan dan Qanun No. 2 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

3) Bentuk Pelestarian Terumbu Karang yang Berpotensi Peningkatan Perikanan Kegiatan pelestarian terumbu karang di kawasan Ujong Pancu, Pekan Bada, Aceh Besar dilakukan oleh pemerintah bekerjasama dengan LSM lokal dan Internasional serta melibatkan pihak kampus. Para pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut antara lain Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), LSM Lokal Jaringan KuALA, FFI dan Ocean Diving Club yang berada dibawah Fakultas MIPA Kelautan Universitas Syiah Kuala. a) Dinas Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan telah melakukan beberapa program kerja, yaitu: 26 1. Pembentukan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) diantaranya Rencana Zonasi daerah pesisir, termasuk di Ujung Pancu yang berguna untuk meningkatkan pendapatan masyarakat setempat yang berasal dari laut. Pembagian zona daerah pesisir di Ujung Pancu adalah sebagai berikut: a.

Zona inti; yaitu berlaku larangan penuh, hanya boleh menggunakan alat pancing saat mencari ikan, karena merupakan zona pemijahan ikan.

b.

Zona penyangga atau buffer zone; boleh menggunakan jaring dengan ukuran mata jaring yang telah ditentukan.

c.

Zona pemanfaatan yaitu penangkaJpan, dengan paradigma orang boleh melakukan penangkapan ikan tetapi dengan beberapa ketentuan.

26

Wawancara Nazaruddin, staf Seksi Pengelolaan Pesisir kantor DKP, tanggal 12 Agustus 2013

199

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 62, Th. XVI (April, 2014).

Hukum Pelestarian Terumbu Karang sebagai Penyangga Produktivitas Nelayan Lena Farsia dan Wardah

Penentuan zona dilakukan dengan memperhatikan ekologi dan kemampuan manusia untuk menjaganya, yang telah dilaksanakan dengan melakukan analisa MARXAN pada tahun 2009. Kesimpulan analisa tersebut untuk mendapatkan lokasi mana yang harus dilindungi. Berkaitan dengan penentuan lokasi, telah diadakan juga kerjasama dengan Jaringan KUALA, untuk menentukan zona yang rusak dan merupakan program dari Kementerian Jakarta dan dibiayai oleh DKP. 2. Penguatan peraturan yang berbasis Panglima Laot, yaitu dengan membentuk lembaga panglima laot dari tingkat provinsi hingga tingkat lhok (panglima laot lhok), yang tujuannya untuk: Penyelesaian sengketa antar nelayan dan memastikan upaya pelestarian laut serta untuk kelanjutan perikanan. b) Jaringan Kuala Selain DKP, LSM Lokal Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh (KuALA) adalah Jaringan beranggotakan lembaga maupun kelompok-kelompok masyarakat sipil non-pemerintah yang memiliki fokus kegiatan pada isu lingkungan, pemberdayaan dan pemantauan pengelolaan wilayah pesisir dan laut di Aceh. Jaringan KuALA didirikan atas dasar kesepahaman kolektif bahwa pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut harus memperhatikan prinsip-prinsip pelestarian ekosistem sehingga senantiasa dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kesejahteraan rakyat, terutama oleh kelompok-kelompok masyarakat yang menggantungkan matapencahariannya pada sumberdaya lingkungan, pesisir dan laut. Adapun sejumlah kegiatan Jaringan KuALA sampai dengan saat ini sesuai mandatnya (advokasi, koordinasi dan fasilitasi) adalah: 1. Advokasi pengembangan wacana dan penyusunan berbagai instrumen perikanan berkelanjutan dan berkeadilan di Aceh – Sumatra.

200

Hukum Pelestarian Terumbu Karang sebagai Penyangga Produktivitas Nelayan Lena Farsia dan Wardah

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 62, Th. XVI (April, 2014).

2. Advokasi Laut Utara Aceh (Banda Aceh – Sabang dan Aceh Besar) melalui sinergisasi kegiatan-kegiatan lembaga anggota dan mitra yang berbasis di Aceh Besar, Sabang dan Banda Aceh dengan fokus pengembangan Jejaring Konservasi Kawasan Perairan Berbasis Masyarakat (baca: berbasis lhok). 3. Advoksi Kebijakan Pengelolaan Pesisir: termasuk pengawalan RTRWA (Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh) bersama For Trust Aceh serta GIFF (Green Investment for Fisheries), yaitu telah menghasilkan Qanun pesisir dan Kajian serta Penyusunan Instrumen Subsidi Perikanan Berkelanjutan Green Subsidies For Fisheries (GSFF) bersama WWF Indonesia 4. Pengembangan Jaringan (Internal dan Eksternal) dan Program KuALA untuk memaksimalkan watchdog function KuALA, terutama terhadap kebijakan dan agenda pemerintah dan sektor swasta. Selain DKP dan Jaringan KuALA, Ocean Diving club (ODC) Universitas Syiah Kuala juga melakukan hal yang serupa yaitu dimulai sejak tahun 2009 telah melakukan beberapa kegiatan yang berhubungan dengan pelestarian terumbu karang, salah satu site yang hingga sekarang masih dimonitoring adalah Ujong Pancu.27 Tahun 2010, ODC telah menjadikan Ujong Pancu sebagai salah satu site. Hal-hal yang sudah dilakukan disini adalah pengambilan terumbu karang sebagai sample dan menelitinya, kemudian menentukan berbagai jenis ikan dan terumbu karang yang hidup dikawasan ini.28 Kegiatan monitoring terus berlanjut hingga sekarang, sebelumnya di tahun 2012, ODC kembali melakukan kegiatan monitoring terhadap kondisi terumbu karang yang melibatkan masyarakat sekitarnya. Tujuannya adalah untuk mengedukasi masyarakat atau kelompok pemuda untuk melakukan pengawasan terhadap perkembangan terumbu karang. Teknik yang dipergunakan dalam rangka untuk pengawasan perkembangan terumbu karang ini adalah dengan menggunakan metode Reef Check. Metode yang digunakan dalam Reef Check 27 28

http://kuala.or.id/ tanggal akses 21 September 2013 Wawancara dengan staff ODC tanggal 30 September 2013

201

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 62, Th. XVI (April, 2014).

Hukum Pelestarian Terumbu Karang sebagai Penyangga Produktivitas Nelayan Lena Farsia dan Wardah

merupakan metode yang sederhana namun dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Metode point transect yang digunakan memudahkan para pengambil data, orang awam sekalipun, untuk turut serta menjadi relawan (volunteer) dalam kegiatan ini. Kegiatan ini juga memiliki tujuan untuk membangkitkan awareness masyarakat mengenai pentingnya menjaga terumbu karang bagi kehidupan manusia.29 Kegiatan monitoring terumbu karang dengan melibatkan penduduk setempat khususnya penduduk dikawasan Ujung Pancu, adalah sebagai upaya untuk menyadarkan masyarakat sekitarnya untuk bisa lebih peduli terhadap pelestarian terumbu karang. Namun tidak semua penduduk dilibatkan, hanya kelompok pemuda saja yang akan melakukan kegiatan ini, hal ini disebabkan untuk melakukan penyelaman memerlukan prosedur sehingga tidak semua bisa melakukan penyelaman terutama sekali untuk kedalaman tertentu. Selain itu penduduk setempat akan membentuk kelompoknya sendiri sementara organisasi yang bergerak dibidang pelestarian terumbu karang (dalam hal ini ODC) hanya melatih 3-5 orang saja. Sejak tahun 2010 – 2013, kegiatan ODC hanya memonitoring dan melihat ada atau tidak adanya perubahan pada terumbu karang. Apabila ditemukan kerusakan, upaya yang dapat dilakukan oleh ODC adalah menjelaskan kondisi terumbu karang kepada masyarakat sekitarnya. Selain itu bisa juga dilakukan transplantasi terumbu karang. Transplantasi terumbu karang merupakan salah satu teknik pelestarian (rehabilitasi) terumbu karang yang semakin terdegradasi dengan teknik pencangkokan. Tujuan transplantasi pada dasarnya adalah untuk pelestarian ekosistem terumbu karang yang berperan dalam mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak atau untuk membangun daerah terumbu karang yang baru yang sebelumnya tidak ada. 30 Upaya lainnya adalah dengan menyadarkan masyarakat untuk bisa melindungi lingkungan dan mengajak pemerintah untuk dapat bekerjasama dengan masyarakat dan ODC untuk memelihara lingkungan. 29

30

http://www.reefcheck.org/ tanggal akses 21 September 2013

http://kampus.okezone.com/read/2013/09/16/373/866842/mahasiswa-ubh-berhasil-transplantasi-terumbukarang diakses tgl 16 September 2013

202

Hukum Pelestarian Terumbu Karang sebagai Penyangga Produktivitas Nelayan Lena Farsia dan Wardah

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 62, Th. XVI (April, 2014).

4) Hambatan dalam Pelestarian Terumbu Karang Ada beberapa hambatan yang ditemui dalam proses pelestarian terumbu karang ini hal ini seperti dikemukan oleh staf ODC: 31 a) Manusia, dimana dalam menangkap ikan biasanya tidak mempertimbangkan terhadap kerusakan lingkungan terutama sekali terumbu karang yang diakibatkan pemakaian alat penangkap ikan yang tidak ramah lingkungan. Misalnya menggunakan alat pancing pada segmen dimana tidak boleh dilakukan pemancingan dikawasan tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan tersangkutnya tali pancing diterumbu karang dan merusak pertumbuhan karang itu sendiri. Contohnya seperti yang terjadi dikawasan Lhok Mata Ie. b) Kondisi Alam, ini juga merupakan salah satu hambatan yang ditemui karena pada bagian kondisi alam ini juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan dibawah air, dan suhu tertentu. Contohnya di kawasan Lhok Keutapang. c) Ada beberapa jenis spesies pemakan terumbu karang seperti Bulu Babi. Menurut staff Dinas Kelautan dan Perikanan, ada beberapa hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pelestarian ekosistem laut yaitu masyarakat pengguna laut itu sendiri. Hal ini disebabkan masih minimnya kesadaran yang timbul dikalangan masyarakat akan pentingnya pelestarian laut dan ekosistem didalamnya guna keberlangsungan mata pencahariannya. Selain itu illegal logging juga memiliki peranan penting dalam proses terhambatnya

pelaksanaan

pelestarian,

deforestasi

hutan

mengakibatkan

terjadinya

percampuran air tawar dan air laut yang mengakibatkan ekosistem didalam laut menjadi rusak. Lebih lanjut lagi terjadinya pemanasan global, yang mengakibatkan terjadinya pemutihan pada terumbu karang seperti di Sabang dan Pulo Aceh.

31

Wawancara dengan staff ODC, tanggal 30 September 2013.

203

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 62, Th. XVI (April, 2014).

Hukum Pelestarian Terumbu Karang sebagai Penyangga Produktivitas Nelayan Lena Farsia dan Wardah

KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan pada bagian sebelumnya, hasil penelitian ini menyimpulkan sebagai berikut: Pertama, pengaturan mengenai pelestarian terumbu karang di Aceh saat ini secara nasional sudah memadai. Untuk tingkat nasional dan provinsi sudah memadai, namun untuk tingkat kabupaten, baru 1 (satu) kabupaten yang sudah mengeluarkan peraturan. Meskipun peraturan tersebut belum dapat dilaksanakan efektif karena kurangnya sosialisasi ke tingkat yang lebih rendah. Kedua, pelestarian terumbu karang di Ujung Pancu sudah dilaksanakan secara terorganisir baik oleh pemerintah daerah, civitas akademika dan beberapa LSM lokal dan internasional. Program rutin dilaksanakan setiap tahun untuk terus memantau kondisi terumbu karang dan perikanan di Ujung Pancu. Hasil pemantauan rutin tersebut diagendakan untuk dipublikasikan dalam sebuah konferensi bertaraf yang akan diadakan setiap 5 tahun sekali. Ketiga, hambatan-hambatan yang timbul dalam pelaksanaan pelestarian terumbu karang khususnya di kawasan Ujung Pancu dapat dikategorikan hampir bisa diminimalisir. Sebagaimana kita ketahui keterlibatan LSM lokal dalam memberikan edukasi kepada masyarakat

yang secara

langsung bersentuhan

dengan laut

sebagai

sumber mata

pencahariannya menunjukkan dampak yang positif. Selain itu masyarakat itu sendiri sudah mulai menunjukkan sikap kepedulian untuk melestarikan lingkungan laut. Sementara yang perlu disarankan adalah sebagai berikut: Pertama, hendaknya setiap kabupaten yang berada diprovinsi Aceh dapat mengikuti kebijakan yang sudah dilakukan oleh kabupaten Aceh Besar yaitu turut mengeluarkan aturan mengenai pelestarian terumbu karang di kawasan kabupaten masing-masing mengingat setiap kabupaten perlu menjaga ketersediaan ikan dilaut untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan lokal. Kedua, program yang saat ini sedang berlangsung, kiranya dapat dilanjutkan secara terus menerus agar keberlangsungan kehidupan biota laut dapat terus terjaga sehingga hasilnya

204

Hukum Pelestarian Terumbu Karang sebagai Penyangga Produktivitas Nelayan Lena Farsia dan Wardah

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 62, Th. XVI (April, 2014).

tidak hanya bisa dinikmati oleh masyarakat saat ini, tetapi juga dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang. Ketiga, Pemerintah perlu terus berkoordinasi dengan masyarakat lokal dan pihak terkait lainnya untuk terus meningkatkan rasa memiliki dan kesadaran akan pentingnya pelestarian terumbu karang.

DAFTAR PUSTAKA Anne Caillaud, Florence Damiens, Bernard Salvat, dan Clive Wilkinson, 2008, “Preventing Coral Grief: A Comparison of Australia and French Coral Reef Protecting Strategies in a Changing Climate”, Stanford Environmental Law Journal, Vo. 27, Issue 1. Blake Armstrong, 2012, “Maintaining the World's Marine Biodiversity: Using the Endangered Species Act to Stop the Climate Change Induced Loss of Coral Reefs”, Hasting WestNortwest Journal of Environmental Law and Policy, Vol. 18, Issue 2. M. Adli Abdullah, Teuku Muttaqin, 2012, Pembagian Kewenangan Kelola Laut Aceh: Belajar dari Program Pengelolaan Bersama Perikanan di Aceh, Pusat Studi Hukom Adat laot dan Kebijakan Perikanan Univ. Syiah Kuala, Banda Aceh. M. Adli Abdullah, Sulaiman Tripa, Teuku Muttaqin Mansur, 2006, Selama Kearifan adalah Kekayaan, Eksistensi Panglima Laot dan Hukum Adat Laot di Aceh, Lembaga Hukom Adat Laot , Banda Aceh. Mary Gray Davidson, 2002, “Protecting Coral Reefs: The Principal National And International Legal Instruments”, Harvard Environmental Law Review, Vo. 26, Issue 2. Nawawi Hadari, 1987, Metode Penelitian Sosial, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Ruswahyuni dan Pujiono Wahyu Purnomo, 2009, “Kondisi Terumbu Karang di Kepulauan Seribu dalam Kaitan Dengan Gradasi Kualitas Perairan”, Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, April.

205

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 62, Th. XVI (April, 2014).

Hukum Pelestarian Terumbu Karang sebagai Penyangga Produktivitas Nelayan Lena Farsia dan Wardah

Sulaiman Tripa, 2013, Prospek Hukum Adat Laot dalam Pengelolaan Perikanan di Kabupaten Pidie Jaya, Jurnal Yustisia, Vol. 8 No. 2. Yanti Fristikawati, 2009, “Legal Protection of Indonesian Coral Reefs in Papua Province”, Journal of East Asia and International Law, Vol.2, Issue 2. WJS. Poerwadarminta, 1984, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Internet Algae Research, http://botany.si.edu/projects/algae/. Arifsyah M Nasution, Ujong Pancu: Penyelamatan Terumbu Karang dan Perikanan Pantai, http://salut.kuala.or.id/?p=194. Calcium Carbonate, http://www.iba.co.id/produk/calcium-carbonate/. Kemiskinan, Mangrove dan Terumbu Karang, http://odcunsyiah.blogspot.com/2013/02/kemiskinanmangrove-dan-terumbu-karang.html. Konservasi Terumbu Karang Pulau Weh, Aceh dengan Penggunaan Pelampung Penambat (Mooring

Buoy),

http://lomba.kompasiana.com/ib-1000-tulisan/2010/07/29/konservasi-

terumbu-karang-pulau-weh-aceh-dengan-penggunaan-pelampung-penambat-mooring-buoys206055.html. Jason Buchheim, Coral Reef Bleaching, http://www.marinebiology.org/coralbleaching.htm. ODC

Lakukan

Pemeriksaan

Kesehatan

Terumbu

Karang,

http://theglobejournal.com/lingkungan/odc-lakukan-pemeriksaan-kesehatan-terumbukarang/index.php. Suhu

Naik,

Terumbu

Karang

di

Aceh

Rusak

Parah,

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/171696-pemutihan-karang-terparah-terjadi-di-aceh. Terumbu

Karang

Aceh

Terancam

Musnah,

http://nusantara.tvonenews.tv/berita/view/39360/2010/05/20/terumbu_karang_aceh_terancam _musnah.tvOne. 206

Hukum Pelestarian Terumbu Karang sebagai Penyangga Produktivitas Nelayan Lena Farsia dan Wardah

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 62, Th. XVI (April, 2014).

http://theglobejournal.com/traveling/ujong-pancu-petualangan-mencari-laut-di-balikbukit/index.php

Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

207

Life Enjoy

" Life is not a problem to be solved but a reality to be experienced! "

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 KUDO.TIPS - All rights reserved.