Demokrasi politik yang bertujuan membentuk suatu republik no tiranik ataukebebasan adalah?
richard8888
Jujur saja, saya tidak mengenal semua tetangga saya. Selama ini, saya pun tidak ada keinginan untuk mengenal mereka. Yang penting mereka mengurus dirinya sendiri, dan saya mengurus diri saya sendiri. Urusan selesai. Semua sama-sama senang. Di sisi lain, ketika menonton TV, atau membaca koran, saya juga sering merasa terasing dengan orang-orang yang diberitakan di dalamnya. Ada koruptor, orang-orang fanatik agama, para pencinta uang dan kuasa, serta orang-orang di penjuru lain Indonesia yang tidak saya kenal, dan tidak ada keinginan untuk mengenal. Saya merasa tidak sebangsa dengan mereka. Sebagai warga negara, apakah ini adalah sikap yang tepat? Apakah banyak orang yang berpikir dengan pola seperti saya? Jika banyak orang merasa seperti saya, apakah Indonesia masih bisa disebut sebagai negara, apalagi sebagai bangsa? Menurut saya, ketidakpedulian politis kini mulai menjadi gejala umum di berbagai kalangan masyarakat, terutama anak-anak muda yang lebih terpikat untuk membeli, mengumpulkan, dan memamerkan kekayaan ekonomis mereka. Di sisi lain, para parasit, yakni orang-orang yang banyak menuntut dan terus menghisap sumber daya, tanpa ada keinginan untuk berkorban demi kepentingan yang lebih besar, terus bertambah. Memang, mereka membayar pajak. Tetapi, itu pun dilakukan atas dasar rasa takut, dan bukan pada kesadaran penuh untuk melindungi dan mengembangkan negara. Dengan kata lain, para parasit adalah orang-orang yang terus dengan bersemangat menghisap semua sumber daya yang ada untuk kesenangan hidup mereka, sambil tidak mau berkorban untuk melindungi sekaligus mengembangkan negara mereka. Keberadaan mereka juga memiliki sebab. Jajaran penguasa politis di Indonesia berbentuk oligarki, yakni sistem pemerintahan yang dikendalikan oleh sekelompok orang-orang kaya, dan bekerja untuk kepentingan orang kaya belaka. Banyak orang yang tidak puas dengan kebijakan-kebijakan politis yang lahir, maka mereka pun lari ke dalam ruang-ruang pribadi mereka, menjadi parasit, dan tidak lagi peduli dengan politik. Dalam arti ini, para penguasa politis gagal menciptakan negara yang memberikan keadilan, kemakmuran, serta kecerdasan untuk semua orang. Di dalam tulisan ini, saya akan mencoba memahami segala kekacauan politis di atas dengan menggunakan kerangka teoritis filsafat politik Aristoteles. Untuk itu, saya akan membaca langsung tulisan-tulisan Aristoteles di dalam buku filsafat politiknya yang termasyur, yakni Politics. Argumen yang ingin saya ajukan adalah, bahwa krisis politis di Indonesia terjadi, karena krisis demokrasi, dan teori Aristoteles tentang demokrasi bisa memberikan sebuah cara baru untuk memimpin negara dengan cara-cara yang demokratis. Karena keterbatasan bahasa, maka saya menggunakan edisi bahasa Inggris yang telah diterjemahkan dan disunting oleh Jonathan Barnes. Di samping itu, saya juga akan mencoba menerapkan beberapa ide dasar Aristoteles tentang demokrasi untuk konteks Indonesia. Lepas dari rentang waktu dan tempat yang jauh berbeda dengan konteks kita di Indonesia, saya percaya, bahwa pemikiran Aristoteles masih bisa memberikan beberapa inspirasi untuk kehidupan politik kita di Indonesia dewasa ini. Untuk itu, tulisan ini akan dibagi ke dalam empat bagian. Awalnya, saya akan memperkenalkan sosok pribadi sekaligus latar belakang pemikiran Aristoteles. (1) Pada bagian ini, saya banyak terbantu oleh tulisan Christopher Shields, Internet Encyclopedia of Philosophy, dan Stanford Encyclopedia of Philosophy. Kemudian, saya akan memberikan komentar kritis dan kontekstual Indonesia atas ide-ide Aristoteles yang tertuang di dalam buku The Politics. (2) Untuk ini, saya menggunakan versi terjemahan dari Jonathan Barnes. Saya juga banyak terbantu dari tulisan Thomas R. Martin, Neel Smith, dan Jennifer F. Stuart tentang Aristoteles. Berikutnya, saya akan mencoba menyimpulkan beberapa gagasan dasar Aristoteles, dan melihat kemungkinan penerapannya di Indonesia. (3) Tulisan ini akan ditutup dengan kesimpulan, sekaligus catatan kecil saya atas pemikiran Aristoteles. 1. Aristoteles, Hidup dan Pemikirannya Sebagaimana dicatat oleh Shields, pendapat orang tentang pribadi Aristoteles seolah terbelah dua. Di satu sisi, ia dianggap sebagai orang yang, walaupun amat cerdas, menyebalkan, arogan, dan suka mendominasi pembicaraan, tanpa mau mendengarkan pendapat orang lain.[