Pada masa pendudukan Jepang, pendidikan Indonesia semakin memburuk. Pendidikan tingkat dasar hanya satu (pendidikan 6 tahun), hal ini dikarenakan untuk memudahkan pengawasan. Para pelajar wajib mempelajari Bahasa Jepang. Mereka juga harus mempelajari adat istiadat Jepang dan lagu kebangsaan Jepang (Kimigayo) serta gerak sebelum memulai pelajaran. Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar di semua sekolah dan dianggap sebagai mata pelajaran wajib.
Sementara itu perguruan tinggi ditutup pada tahun 1943. Beberapa perguruan tinggi yang dibuka lagi adalah Perguruan Tinggi Kedokteran (Ika Daigaku) di Jakarta dan Perguruan Tinggi Teknik (Kogyo Daigaku) di Bandung. Jepang juga membentuk Akademi Pamong Praja (Konkoku Gakuin) di Jakarta, serta Perguruan Tinggi Hewan di Bogor. Saat itu perguruan tinggi di Indonesia mengalami kemunduran dan kemerosotan yang tajam.
Keuntungannya pada masa Jepang yaitu penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Melalui sekolah-sekolah itulah Jepang melakukan indoktrinisasi. Menurut Jepang, kader-kader dibentuk untuk mempelopori dan melaksanakan konsepsi kemakmuran Asia Raya. Namun bagi bangsa Indonesia tugas berat itu merupakan persiapan bagi pemuda terpelajar untuk mencapai kemerdekaan.
Ketika sudah dididik untuk selang waktu beberapa tahun, para pelajar dianjurkan untuk masuk ke militer. Mereka diajarkan untuk masuk ke organisasi Heiho (sebagai pembantu prajurit). Selain itu juga, para pemuda dianjurkan untuk masuk ke barisan seinendan dan keibodan (pembantu polisi).
Mereka dilatih baris-berbaris meskipun hanya bersenjata kayu. Dalam seinendan mereka dijadikan barisan pelopor atau suisintai. Barisan pelopor itu mendapat pelatihan yang berat. Latihan militer itu kelak berguna bagi bangsa Indonesia.
Pada masa pendudukan Jepang, pendidikan Indonesia semakin memburuk. Pendidikan tingkat dasar hanya satu (pendidikan 6 tahun), hal ini dikarenakan untuk memudahkan pengawasan. Para pelajar wajib mempelajari Bahasa Jepang.
Mereka juga harus mempelajari adat istiadat Jepang dan lagu kebangsaan Jepang (Kimigayo) serta gerak sebelum memulai pelajaran. Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar di semua sekolah dan dianggap sebagai mata pelajaran wajib.
Sementara itu perguruan tinggi ditutup pada tahun 1943. Beberapa perguruan tinggi yang dibuka lagi adalah Perguruan Tinggi Kedokteran (Ika Daigaku) di Jakarta dan Perguruan Tinggi Teknik (Kogyo Daigaku) di Bandung.
Jepang juga membentuk Akademi Pamong Praja (Konkoku Gakuin) di Jakarta, serta Perguruan Tinggi Hewan di Bogor. Saat itu perguruan tinggi di Indonesia mengalami kemunduran dan kemerosotan yang tajam.
Keuntungannya pada masa Jepang yaitu penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Melalui sekolah-sekolah itulah Jepang melakukan indoktrinisasi. Menurut Jepang, kader-kader dibentuk untuk mempelopori dan melaksanakan konsepsi kemakmuran Asia Raya. Namun bagi bangsa Indonesia tugas berat itu merupakan persiapan bagi pemuda terpelajar untuk mencapai kemerdekaan.
Ketika sudah dididik untuk selang waktu beberapa tahun, para pelajar dianjurkan untuk masuk ke militer. Mereka diajarkan untuk masuk ke organisasi Heiho (sebagai pembantu prajurit). Selain itu juga, para pemuda dianjurkan untuk masuk ke barisan seinendan dan keibodan (pembantu polisi).
Mereka dilatih baris-berbaris meskipun hanya bersenjata kayu. Dalam seinendan mereka dijadikan barisan pelopor atau suisintai. Barisan pelopor itu mendapat pelatihan yang berat. Latihan militer itu kelak berguna bagi bangsa Indonesia.