Kelas: XI Mata Pelajaran: Sejarah Materi: Penjajahan Belanda Kata kunci: Tanam Paksa, Usaha Swasta,
Saya akan mencoba menjawab pertanyaan ini dengan dua jawaban:
Jawaban pendek:
Dampak Tanam Paksa dan dampak Usaha Swasta:
- pemerintah Belanda mendapatkan keuntungan besar
- meningkatnya jumlah perkebunan di Indonesia (saat itu disebut Hindia Belanda)
- terjadinya kelaparan karena berkurangnya lahan pertanian padi
Dampak Usaha Swasta:
- pengusaha Belanda mendapat keuntungan besar
- produksi hasil perkebunan meningkat
- adanya trasnmigrasi untuk memenuhi kebutuhan buruh di perkebunan Belanda
- dilaksanakannya politik Etis (politik Balas Budi)
Jawaban panjang:
Tanam Paksa adalah kebijakan pemerintahan penjajah di Hindia Belanda yang mewajibkan sebagian lahan pertanian untuk dikhususkan untuk ditanami dengan tanaman ekspor, seperti karet, kopi, kina, teh dan tembakau. Kebijakan ini disebut dengan “cultuurstelsel” dalam Bahasa Belanda. Kebijakan ini diterapkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch yang memerintah pada tahun 1830–1833.
Dengan kebijakan ini, petani di Hindia Belanda, terutama di Jawa, diwajibkan menanam tanaman produksi di lahannya. Bila tidak ada lahan, mereka wajib bekerja di perkebunan milik pemerintah Belanda.
Akibat kebijakan ini pemerintah Belanda mendapatkan keuntungan sangat besar, karena mendapat penghasilan dari penjualan hasil bumi dari koloninya ini. Karena kebijakan ini menguntungkan, pemerintah Belanda mendorong dibukanya lahan-lahan perkebunan baru, untuk menanam tanaman produksi seperti teh, kopi dan karet.
Namun karena banyaknya lahan pertanian padi yang diubah menjadi lahan perkebunan, dan karena petani dipaksa menanam tanaman produksi dan bukan padi, terjadi penurunan produksi padi di Jawa. Akibatnya terjadi kelaparan di Jawa akibat kebijakan ini.
Melihat keuntungan besar ini, para pengusaha Belanda melobi pemerintah Belanda untuk menghapus monopoli dan mengijinkan investasi swasta. Monopoli akhirnya dihapus saat Partai Liberal berkuasa di Belanda pada tahun 1870an, dan dimulailah masa Usaha Swasta atau masa Liberal.
Dengan dihapuskanya monopoli, pengusaha Belanda dapat membuka sendiri perkebunan mereka di Hindia Belanda. Para pengusaha ini mendapatkan keuntungan besar dari perkebunan ini.
Karena beberapa lahan perkebunan, misalnya di Lampung dan Sumatera Utara, memiliki penduduk sedikit dan kekurangan buruh, maka didatangkanlah buruh dari Jawa, sebagai pekerja perkebunan. Ini memulai proses transmigrasi di Indonesia.
Meski keuntungan yang didapat pengusaha Belanda besar, penduduk pribumi menderita karena harus bekerja dengan gaji kecil dan kondisi berat. Kondisi memprihatinkan ini akhirnya mencuat setelah ditulis oleh penulis Multatuli (nama asli Eduard Douwes Dekker) dalam novelnya “Max Havelaar”, yang bercerita tentang penderitaan pekerja pribumi di perkebunan kopi milik pengusaha Belanda.
Akibat tulisan ini, pemerintah Belanda menjalankan politik Etis atau Politik Balas Budi yang berusaha meningkatkan pendidikan dan kondisi kehidupan penduduk asli Hindia Belanda. Politik Etis ini melahirkan kalangan berpendidikan yang kemudian menjadi pendorong Kebangkitan Nasional Indonesia
Kelas: XI
Mata Pelajaran: Sejarah
Materi: Penjajahan Belanda
Kata kunci: Tanam Paksa, Usaha Swasta,
Saya akan mencoba menjawab pertanyaan ini dengan dua jawaban:
Jawaban pendek:
Dampak Tanam Paksa dan dampak Usaha Swasta:
- pemerintah Belanda mendapatkan keuntungan besar
- meningkatnya jumlah perkebunan di Indonesia (saat itu disebut Hindia Belanda)
- terjadinya kelaparan karena berkurangnya lahan pertanian padi
Dampak Usaha Swasta:
- pengusaha Belanda mendapat keuntungan besar
- produksi hasil perkebunan meningkat
- adanya trasnmigrasi untuk memenuhi kebutuhan buruh di perkebunan Belanda
- dilaksanakannya politik Etis (politik Balas Budi)
Jawaban panjang:
Tanam Paksa adalah kebijakan pemerintahan penjajah di Hindia Belanda yang mewajibkan sebagian lahan pertanian untuk dikhususkan untuk ditanami dengan tanaman ekspor, seperti karet, kopi, kina, teh dan tembakau. Kebijakan ini disebut dengan “cultuurstelsel” dalam Bahasa Belanda. Kebijakan ini diterapkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch yang memerintah pada tahun 1830–1833.
Dengan kebijakan ini, petani di Hindia Belanda, terutama di Jawa, diwajibkan menanam tanaman produksi di lahannya. Bila tidak ada lahan, mereka wajib bekerja di perkebunan milik pemerintah Belanda.
Akibat kebijakan ini pemerintah Belanda mendapatkan keuntungan sangat besar, karena mendapat penghasilan dari penjualan hasil bumi dari koloninya ini. Karena kebijakan ini menguntungkan, pemerintah Belanda mendorong dibukanya lahan-lahan perkebunan baru, untuk menanam tanaman produksi seperti teh, kopi dan karet.
Namun karena banyaknya lahan pertanian padi yang diubah menjadi lahan perkebunan, dan karena petani dipaksa menanam tanaman produksi dan bukan padi, terjadi penurunan produksi padi di Jawa. Akibatnya terjadi kelaparan di Jawa akibat kebijakan ini.
Melihat keuntungan besar ini, para pengusaha Belanda melobi pemerintah Belanda untuk menghapus monopoli dan mengijinkan investasi swasta. Monopoli akhirnya dihapus saat Partai Liberal berkuasa di Belanda pada tahun 1870an, dan dimulailah masa Usaha Swasta atau masa Liberal.
Dengan dihapuskanya monopoli, pengusaha Belanda dapat membuka sendiri perkebunan mereka di Hindia Belanda. Para pengusaha ini mendapatkan keuntungan besar dari perkebunan ini.
Karena beberapa lahan perkebunan, misalnya di Lampung dan Sumatera Utara, memiliki penduduk sedikit dan kekurangan buruh, maka didatangkanlah buruh dari Jawa, sebagai pekerja perkebunan. Ini memulai proses transmigrasi di Indonesia.
Meski keuntungan yang didapat pengusaha Belanda besar, penduduk pribumi menderita karena harus bekerja dengan gaji kecil dan kondisi berat. Kondisi memprihatinkan ini akhirnya mencuat setelah ditulis oleh penulis Multatuli (nama asli Eduard Douwes Dekker) dalam novelnya “Max Havelaar”, yang bercerita tentang penderitaan pekerja pribumi di perkebunan kopi milik pengusaha Belanda.
Akibat tulisan ini, pemerintah Belanda menjalankan politik Etis atau Politik Balas Budi yang berusaha meningkatkan pendidikan dan kondisi kehidupan penduduk asli Hindia Belanda. Politik Etis ini melahirkan kalangan berpendidikan yang kemudian menjadi pendorong Kebangkitan Nasional Indonesia