Dam[pak [pembentukan parlemen tandingan terhadap kehidupan hukum [politik dan ketatanegaraan? Mohon dijawab dengan jawaban [pribadi yang logis no kopas internet.terima kasih
Sedkit menguak fakta di balik munculnya fenomena DPR Tandingan sesungguhnya cukup menarik dan juga rumit karena untuk mengkaji dan menganalisi fenomena pertama di Negeri Indonesia ini setidaknya ada beberapa perspektif yang dapat kita gunakan. Kita akan mencoba menganalisis factor dan mengapa lahir dualisme DPR di Negara ini.
Pertama, apa motif sebenarnya di balik kemunculannya. Sebagai respon terhadap “gerakan sapu bersihnya seluruh pimpinan dan alat kelengkapan DPR oleh KMP” Atau sebagaimana diungkap oleh Andi Arif -mantan jubir presiden- sebagai skenario pemakzulan Jokowi dari kalangan KIH (Koalisi Indonesia Hebat) sendiri. Karena jika Presiden memusuhi Dewan Rakyat maka akan dapat dimakzulkan, namun pada akhirnya Jokowi tak terpancing untuk mendukungnya. Bahkan sebaliknya, Belakangan ini terlihat Jokowi dan JK menolak keberadaan DPR Tandingan versi koalisi yang mengusungnya sendiri itu.
Kedua, pro kontra DPR Tandingan dengan basis pledoi sesuai dengan masing-masing kepentingan politiknya adalah salah satu indikator sistem parlemen yang sarat dengan kepentingan tarik ulur kekuasaan. Di mana DPR KMP membuat alat kelengkapan dewan yang di isi oleh partai pendukung KMP tanpa mengisakan kursi untuk KIH. Sebuah keniscayaan dalam konteks kekuasaan demokrasi. Pengamat pun terbelah ada yang menyampaikan sah-sah saja. Ada juga yang menyatakan inkonstitusional.
Jika dicermati secara jeli maka fenomena DPR Tandingan mencerminkan fakta-fakta politik sebagai berikut :
Pertama, Dominasi pimpinan dan alat kelengkapan DPR oleh KMP menimbulkan reaksi counter of politic dari KIH dengan mensinyalir adanya dugaan “hidden agenda” di balik dominasi KMP. Dengan kata lain lahirnya DRP tandingan merupakan bentuk protes dari KIH karena tidak memiliki kursi dalam struktur DPR
Kedua, Pasca Pilpres yang dimenangkan oleh KIH. KMP menjadi sakit hati yang pertarungan politiknya diteruskan di pentas DPR yang akhirnya dimenangkan secara telak oleh KMP.
Ketiga, Kedua fakta politik di atas menunjukkan bahwa eksekutif (presiden wakil presiden dengan kabinet yang dibentuknya) dan legislatif adalah 2 pilar penting yang menopang sistem demokrasi. Penguasaan atas dua badan tersebut menunjukkan kendali terhadap kekuasaan demokrasi di negeri ini. Sekalipun pada faktanya kekuasaan demokrasi dishare juga dengan alat kelengkapan negara yang lain seperti KPK, MK, Jaksa Agung, MA dan lain-lain. Tetapi sesungguhnya gelanggang utama pertarungan politiknya tetap ada pada kedua badan legislatif dan eksekutif.
Keempat, Skenario politik maupun rekayasa politik menjadi keniscayaan yang senantiasa melingkupi fakta politik demokrasi. Tidak ada fakta politik yang tulus benar-benar murni menjadikan politik sebagai jalan untuk melayani rakyat. Melainkan yang ada dan dominan nampak di permukaan adalah atas nama tujuan melayani rakyat sebagai jalan memperoleh kekuasaan untuk kepentingan kelompok. Sistem koalisi antar parpol yang dibangun baik KIH maupun KMP dipenuhi dengan semangat dan syahwat politik kekuasaan.
Benar adanya sebuah statement yang dilontarkan oleh seorang pakar hukum tata negara yang tidak mau disebut namanya. Bahwa para politisi itu jika sudah masuk ke gelanggang legislatif DPR maka baju parpolnya akan dilepas semua diganti dengan baju kepentingan komisi proyek. Sementara kepentingan politik koalisi parpol pemenang pilpres akan mendominasi seluruh struktur kabinet meski mau disebut dengan nama apapun.
Secara sederhana yang nampak sekarang adalah KMP mendominasi rekayasa politik DPR. Dan KIH mendominasi rekayasa politik Kabinet. Seberapa jauh rekayasa politik antar koalisi itu didedikasikan untuk kepentingan rakyat. Sangat tergantung pada basis ideologi negara apa yang dipakai acuan. Sistem politik dan sistem ekonomi apa sebagai pilar penting penentu kebijakan negara yang diterapkan di atas basis ideologi negara. Sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalis liberalis adalah sistem yang dibangun di atas bangunan ideologi negara kapitalis sekuler. Indonesia secara faktual dalam banyak kebijakan negara mengadopsi sistem ini. Perdebatan politik oleh para politisi maupun pengambil kebijakan negara kemudian hanyalah di seputar persoalan siapa memperoleh apa dengan cara apa.
Sedkit menguak fakta di balik munculnya fenomena DPR Tandingan sesungguhnya cukup menarik dan juga rumit karena untuk mengkaji dan menganalisi fenomena pertama di Negeri Indonesia ini setidaknya ada beberapa perspektif yang dapat kita gunakan. Kita akan mencoba menganalisis factor dan mengapa lahir dualisme DPR di Negara ini.
Pertama, apa motif sebenarnya di balik kemunculannya. Sebagai respon terhadap “gerakan sapu bersihnya seluruh pimpinan dan alat kelengkapan DPR oleh KMP” Atau sebagaimana diungkap oleh Andi Arif -mantan jubir presiden- sebagai skenario pemakzulan Jokowi dari kalangan KIH (Koalisi Indonesia Hebat) sendiri. Karena jika Presiden memusuhi Dewan Rakyat maka akan dapat dimakzulkan, namun pada akhirnya Jokowi tak terpancing untuk mendukungnya. Bahkan sebaliknya, Belakangan ini terlihat Jokowi dan JK menolak keberadaan DPR Tandingan versi koalisi yang mengusungnya sendiri itu.
Kedua, pro kontra DPR Tandingan dengan basis pledoi sesuai dengan masing-masing kepentingan politiknya adalah salah satu indikator sistem parlemen yang sarat dengan kepentingan tarik ulur kekuasaan. Di mana DPR KMP membuat alat kelengkapan dewan yang di isi oleh partai pendukung KMP tanpa mengisakan kursi untuk KIH. Sebuah keniscayaan dalam konteks kekuasaan demokrasi. Pengamat pun terbelah ada yang menyampaikan sah-sah saja. Ada juga yang menyatakan inkonstitusional.
Jika dicermati secara jeli maka fenomena DPR Tandingan mencerminkan fakta-fakta politik sebagai berikut :
Pertama, Dominasi pimpinan dan alat kelengkapan DPR oleh KMP menimbulkan reaksi counter of politic dari KIH dengan mensinyalir adanya dugaan “hidden agenda” di balik dominasi KMP. Dengan kata lain lahirnya DRP tandingan merupakan bentuk protes dari KIH karena tidak memiliki kursi dalam struktur DPR
Kedua, Pasca Pilpres yang dimenangkan oleh KIH. KMP menjadi sakit hati yang pertarungan politiknya diteruskan di pentas DPR yang akhirnya dimenangkan secara telak oleh KMP.
Ketiga, Kedua fakta politik di atas menunjukkan bahwa eksekutif (presiden wakil presiden dengan kabinet yang dibentuknya) dan legislatif adalah 2 pilar penting yang menopang sistem demokrasi. Penguasaan atas dua badan tersebut menunjukkan kendali terhadap kekuasaan demokrasi di negeri ini. Sekalipun pada faktanya kekuasaan demokrasi dishare juga dengan alat kelengkapan negara yang lain seperti KPK, MK, Jaksa Agung, MA dan lain-lain. Tetapi sesungguhnya gelanggang utama pertarungan politiknya tetap ada pada kedua badan legislatif dan eksekutif.
Keempat, Skenario politik maupun rekayasa politik menjadi keniscayaan yang senantiasa melingkupi fakta politik demokrasi. Tidak ada fakta politik yang tulus benar-benar murni menjadikan politik sebagai jalan untuk melayani rakyat. Melainkan yang ada dan dominan nampak di permukaan adalah atas nama tujuan melayani rakyat sebagai jalan memperoleh kekuasaan untuk kepentingan kelompok. Sistem koalisi antar parpol yang dibangun baik KIH maupun KMP dipenuhi dengan semangat dan syahwat politik kekuasaan.
Benar adanya sebuah statement yang dilontarkan oleh seorang pakar hukum tata negara yang tidak mau disebut namanya. Bahwa para politisi itu jika sudah masuk ke gelanggang legislatif DPR maka baju parpolnya akan dilepas semua diganti dengan baju kepentingan komisi proyek. Sementara kepentingan politik koalisi parpol pemenang pilpres akan mendominasi seluruh struktur kabinet meski mau disebut dengan nama apapun.
Secara sederhana yang nampak sekarang adalah KMP mendominasi rekayasa politik DPR. Dan KIH mendominasi rekayasa politik Kabinet. Seberapa jauh rekayasa politik antar koalisi itu didedikasikan untuk kepentingan rakyat. Sangat tergantung pada basis ideologi negara apa yang dipakai acuan. Sistem politik dan sistem ekonomi apa sebagai pilar penting penentu kebijakan negara yang diterapkan di atas basis ideologi negara. Sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalis liberalis adalah sistem yang dibangun di atas bangunan ideologi negara kapitalis sekuler. Indonesia secara faktual dalam banyak kebijakan negara mengadopsi sistem ini. Perdebatan politik oleh para politisi maupun pengambil kebijakan negara kemudian hanyalah di seputar persoalan siapa memperoleh apa dengan cara apa.