SELAMA 50 tahun aku dipaksa menjadi orang bisu. Selama 50 tahun warga kampung mungkin sudah menganggap aku sebagai batu berlumut. Namun karena kau bersama puluhan anak muda tiba-tiba berniat membongkar gundukan menyerupai kuburan dan ingin memakamkan kembali siapa pun yang dibunuh dan dikubur di gundukan batu menyerupai makam di Bukit Mangkang, aku harus menceritakan kisah pembantaian konyol kepada 24 perempuan tangguh itu kepadamu.
Aku tak akan mengisahkan cerita lama kepada para penganggit kisah sepertimu. Aku tak akan bercerita tentang Lembulunyu dan 23 pasukan berani mati yang begitu ganas menyiksa para serdadu yang tersesat di hutan. Aku tak akan berkisah tentang perempuan-perempuan yang bisa berubah jadi lembu-lembu terbang meskipun hujan terus-menerus menghajar rerimbun pohon jati.
“Tetapi orang-orang sudah telanjur percaya pada cerita lama. Orang-orang telanjur percaya di Bukit Mangkang terkubur Lembulunyu bersama perempuan-perempuan tangguh yang setiap Kamis malam bisa dimintai nomor togel. Orang juga percaya Lembulunyu—yang bisa menghilang dan menyusup ke tubuh lembu paling tambun saat dikejar-kejar musuh—tak ditembak oleh serdadu, tetapi minum racun bersama 23 perempuan lain setelah sebelumnya mereka membunuh lebih dari 100 serdadu dengan menanduk lambung atau menginjak-injak kepala hingga pecah,” katamu.
“Kau percaya pada kisah konyol yang diembuskan oleh para serdadu culas yang sedang mabuk itu?”
“Apakah salah percaya pada hal-hal yang menakjubkan? Bukankah kisah-kisah para nabi di kitab-kitab suci juga menakjubkan?”
Masalahnya kita tak hidup pada zaman para nabi. Masalahnya kita tak hidup di kitab-kitab suci, di alam yang serba-ajaib. Karena itu, sebaiknya percayailah kisahku. Kisah tentang pembantaian dalang bernama Sitaresmi dan 23 perempuan lain yang kelak kau ketahui sebagai sinden dan penabuh gamelan itu.
SELAMA 50 tahun aku dipaksa menjadi orang bisu. Selama 50 tahun warga kampung mungkin sudah menganggap aku sebagai batu berlumut. Namun karena kau bersama puluhan anak muda tiba-tiba berniat membongkar gundukan menyerupai kuburan dan ingin memakamkan kembali siapa pun yang dibunuh dan dikubur di gundukan batu menyerupai makam di Bukit Mangkang, aku harus menceritakan kisah pembantaian konyol kepada 24 perempuan tangguh itu kepadamu.
Aku tak akan mengisahkan cerita lama kepada para penganggit kisah sepertimu. Aku tak akan bercerita tentang Lembulunyu dan 23 pasukan berani mati yang begitu ganas menyiksa para serdadu yang tersesat di hutan. Aku tak akan berkisah tentang perempuan-perempuan yang bisa berubah jadi lembu-lembu terbang meskipun hujan terus-menerus menghajar rerimbun pohon jati.
“Tetapi orang-orang sudah telanjur percaya pada cerita lama. Orang-orang telanjur percaya di Bukit Mangkang terkubur Lembulunyu bersama perempuan-perempuan tangguh yang setiap Kamis malam bisa dimintai nomor togel. Orang juga percaya Lembulunyu—yang bisa menghilang dan menyusup ke tubuh lembu paling tambun saat dikejar-kejar musuh—tak ditembak oleh serdadu, tetapi minum racun bersama 23 perempuan lain setelah sebelumnya mereka membunuh lebih dari 100 serdadu dengan menanduk lambung atau menginjak-injak kepala hingga pecah,” katamu.
“Kau percaya pada kisah konyol yang diembuskan oleh para serdadu culas yang sedang mabuk itu?”
“Apakah salah percaya pada hal-hal yang menakjubkan? Bukankah kisah-kisah para nabi di kitab-kitab suci juga menakjubkan?”
Masalahnya kita tak hidup pada zaman para nabi. Masalahnya kita tak hidup di kitab-kitab suci, di alam yang serba-ajaib. Karena itu, sebaiknya percayailah kisahku. Kisah tentang pembantaian dalang bernama Sitaresmi dan 23 perempuan lain yang kelak kau ketahui sebagai sinden dan penabuh gamelan itu.
maaf kalau salah