kelopak mata ini terbuka… awalnya aku menangis manusia di ujung mata mulai tersenyum tipis manusia pertama yg kulihat kata mereka aku boleh memanggilnya ibu ia menimang dengan irama senandung malam begitu seterusnya… hingga aku tenggelam dalam hitam aku hidup dalam tidurku sepasang mata terus perhatikan raga mungil ini perlahan wujud itu mengais pipi ini dengan lembut lalu wujud itu berkata “ia malaikatmu, dan ini adalah mimpimu”
malam itu aku menangis… tangisan yang memecah sunyi di belantara sepi ia terbangun dengan setengah mata terbuka lalu… ia menimang dengan irama senandung malam begitu seterusnya… hingga aku tenggelam dalam hitam
sampai di ujung umurnya aku selalu mengucap do’anya di sepertiga malam tanpa riuhnya aku mulai belajar bagaimana hidup mengukir kisahnya begitu sempurna… aku mulai belajar bagaimana waktu berguguran mengurai cerita cintanya begitu sempurna…
kata mereka tidak ada yang sempurna perlahan aku tercekat dalam kata-kata angin utara yang mendesak membuatku tak berkutik membuat jejak aku dihantui putus asa bagaimana jika aku tak sanggup? bagaimana jika aku gugup menghadapi hidup? sampai pada suatu akhir aku tersungkur
sekarang siapa? siapa yang akan menimangku dengan irama senandung malam hingga aku tenggelam dalam hitam?
disaat ketenangan mulai menghasutku aku teringat wujud rapuh itu ya aku ingat… kata mereka aku memanggilnya ibu
“tak perlu menjadi sempurna, hanya untuk sekedar mengejar mimpi dan asa, jadilah yang terbaik, lalu kejar angan tanpa harus menoleh berbalik” itu pesan terakhirnya pesan yang ia bawa dipelukan sang lahad dan di batu nisan itu namanya dipahat
Puisi Mutia Fitriyani
Aku tak tau apa yang harus kuLakukan tanpa dia
Dia yang seLaLu mengerti aku
Dia yang tak pernah Letih menasehatiku
Dia yang seLaLu menemani
DiaLah Ibu
Orang yang seLaLu menjagaku
Tanpa dia aku merasa hampa hidup di dunia ini
Tanpa.nya aku bukanlah apa-apa
Aku hanya seorang manusia Lemah
Yang membutuhkan kekuatan
Kekuatan cinta kasih dari ibu
Kekuatan yang Lebih dari apapun
Engkau sangat berharga bagiku
WaLaupun engkau seLaLu memarahiku
Aku tau
Itu bentuk perhatian dari mu
Itu menandakan kau peduLi denganku
Ya Allah,,
BerikanLah kesehatan pada ibuku
PanjangkanLah umur.nya
Aku ingin membahagiakan.nya
SebeLum aku atau dia tiada
Terimakasih Ibu
Atas apa yang teLah kau berikan padaku
Aku akan seLaLu menyanyangimu
kelopak mata ini terbuka…
awalnya aku menangis
manusia di ujung mata mulai tersenyum tipis
manusia pertama yg kulihat
kata mereka aku boleh memanggilnya ibu
ia menimang dengan irama senandung malam
begitu seterusnya…
hingga aku tenggelam dalam hitam
aku hidup dalam tidurku
sepasang mata terus perhatikan raga mungil ini
perlahan wujud itu mengais pipi ini dengan lembut
lalu wujud itu berkata
“ia malaikatmu, dan ini adalah mimpimu”
malam itu aku menangis…
tangisan yang memecah sunyi di belantara sepi
ia terbangun dengan setengah mata terbuka
lalu…
ia menimang dengan irama senandung malam
begitu seterusnya…
hingga aku tenggelam dalam hitam
sampai di ujung umurnya
aku selalu mengucap do’anya
di sepertiga malam tanpa riuhnya
aku mulai belajar bagaimana hidup mengukir kisahnya
begitu sempurna…
aku mulai belajar bagaimana waktu berguguran mengurai cerita cintanya
begitu sempurna…
kata mereka tidak ada yang sempurna
perlahan aku tercekat dalam kata-kata
angin utara yang mendesak
membuatku tak berkutik membuat jejak
aku dihantui putus asa
bagaimana jika aku tak sanggup?
bagaimana jika aku gugup menghadapi hidup?
sampai pada suatu akhir aku tersungkur
sekarang siapa?
siapa yang akan menimangku dengan irama senandung malam hingga aku tenggelam dalam hitam?
disaat ketenangan mulai menghasutku
aku teringat wujud rapuh itu
ya aku ingat…
kata mereka aku memanggilnya ibu
“tak perlu menjadi sempurna, hanya untuk sekedar mengejar mimpi dan asa, jadilah yang terbaik, lalu kejar angan tanpa harus menoleh berbalik”
itu pesan terakhirnya
pesan yang ia bawa dipelukan sang lahad
dan di batu nisan itu namanya dipahat