LutfiNeuer
PROSA GURU Sebuah Prosa oleh Fianty Empat Tahun menelusuri jalan akademik Memutar otak Mengatur strategi Membangun paradigma Merajut kecintaan dan semangat Penghujung waktu terdengar dan tercetus bait “Kami calon manusia pendidik bertekad ….mengabdi pada masyarakat, menyebarkan ilmu, dan mencerdaskan anak bangsa…” He…he…kedengarannya serius. Hai…tapi tunggu…tunggu dulu…”sepertinya ada yang salah dalam bait itu…apa ya..??? Cita-cita????….memang itu yang akan jadi lakon hidup guru… Jadi sukses dalam karier guru????…ah itu sih tergantung Jadi konglomerat ??? wah itu namanya ketelingsut … Tapi apa mungkin ya…. Beberapa bulan yang lalu…aku coba berlabuh pada sebuah institusi pendidikan Lebih kerennya sih “Sekolah favorit” Tampak dari kejauhan gedung itu megah… Tampak ketengah halamannya luas…waw Tampak ke dalam …lebih luar biasa… Tiba-tiba…hatiku berkata…ayo bangun…bangun…bangun… Lihat…lihat…dihadapanmu ada anak-anak bangsa yang menggeliat kesakitan Tolong mereka…angkat mereka…antarkan mereka ke depan pintu gerbang kebaikan, kesuksesan, kemandirian, dan bla..bla… Mereka sakit!!!!……. Ya…sakit sikapnya…sakit otaknya…sakit Harapannya… Dalam analogiku …mereka itu laksana tembikar yang tergastur apik namun tak Tersentuh dalam proses Mereka itu laksana kayu..kayu yang kerap menopang pada dahan lain Mereka itu laksana air…air yang mulai terkontaminasi oleh formula asing yang berakibat virus… Pikirkan…!!!.pikirkan!!! Tersadar diriku…rekeningku bertuliskan angka-angka yang lumayan… fantastis…tidak juga… Lumayan…ya…sangatlah…. Sekadar mampir ke warteg dan singgah ke kontrakan yang beraroma rupa Setahun sudah impianku terbangun di gedung megah itu… Rumah sendiri… Status sosial merangkak naik Kata-kata motivasi terbangun… Selamat tinggal kemiskinan dan aku benci kemiskinan….. Namun…..langkah-langkahku demikian beratnya..manakala tuntutan hidupku berubah dan takdir masih mengakrabi dalam sebuah dilema…. Aku seorang pahlawan.. Sepanjang jaman…sebagai penjual jasa…pahlawan tanpa tanda jasa Pahlawan yang hidup di rumah kontrakan Pahlawan yang menopang jalan hidupnya dengan kedua kakinya Pahlawan yang teronggok di sampah untuk mengais tambahan Pahlawan yang tergopoh-gopoh melebarkan sayap lesnya untuk harapan Pahlawan yang hanya bisa beli obat warungan dan berharap rembes-an Namun….dihari guru ini….akhirnya aku pun punya penghargaan Terdengar merdu… Dan membangkitkan bulu roma Untuk menafsirkan makna seorang guru Dari bentangan nada indah… “Kita jadi pintar dibimbing Pak guru…Kita jadi pandai dibimbing Bu guru “guru bak pelita, penerang dalam gulita…jasamu tiada tara” Akhirnya…kuputuskan untuk melanjutkan hidupku dalam prosa guruku dan aku ingin meniru sapa syair sang pujangga Jadilah engkau seperti pohon di puncak bukit yang tumbuh tegak dan rimbun; Kalau engkau tidak bisa seperti pohon di puncak bukit, jadilah engkau seperti pohon yang tumbuh di tepi jalan untuk menaungi pejalan kaki dari teriknya matahari; Kalau engkau tidak bisa seperti pohon yang tumbuh di tepi jalan, jadilah engkau seperti semak belukar yang tumbuh di tanggul sungai untuk menahan lajunya air; Kalau engkau tidak bisa seperti semak belukar yang tumbuh di tanggul sungai, jadilah engkau seperti bunga bakung yang diam-diam berbunga di musim kemarau dan penghujan; Kalau engkau tidak bisa seperti bunga bakung, jadilah engkau seperti rumput manis yang tumbuh di jalan setapak, yang membawa orang pada mata air kehidupan, sebab tidak semua orang harus menjadi besar, kuat dan perkasa, tetapi sejauh mana engkau membuat hidupmu bermakna. (Khalil Gibran) Semoga teladan itu tetap menghiasi diri kita Dan semangat untuk bangkit pun tetap menyala Menjadi pelita yang selalu menerangi Langkah-langkah anak bangsa…. Selamat Hari Guru Semoga Allah Meridhoi kita
Sebuah Prosa oleh Fianty Empat Tahun menelusuri jalan akademik Memutar otak Mengatur strategi Membangun paradigma Merajut kecintaan dan semangat Penghujung waktu terdengar dan tercetus bait “Kami calon manusia pendidik bertekad ….mengabdi pada masyarakat, menyebarkan ilmu, dan mencerdaskan anak bangsa…” He…he…kedengarannya serius. Hai…tapi tunggu…tunggu dulu…”sepertinya ada yang salah dalam bait itu…apa ya..??? Cita-cita????….memang itu yang akan jadi lakon hidup guru… Jadi sukses dalam karier guru????…ah itu sih tergantung Jadi konglomerat ??? wah itu namanya ketelingsut … Tapi apa mungkin ya…. Beberapa bulan yang lalu…aku coba berlabuh pada sebuah institusi pendidikan Lebih kerennya sih “Sekolah favorit” Tampak dari kejauhan gedung itu megah… Tampak ketengah halamannya luas…waw Tampak ke dalam …lebih luar biasa… Tiba-tiba…hatiku berkata…ayo bangun…bangun…bangun… Lihat…lihat…dihadapanmu ada anak-anak bangsa yang menggeliat kesakitan Tolong mereka…angkat mereka…antarkan mereka ke depan pintu gerbang kebaikan, kesuksesan, kemandirian, dan bla..bla… Mereka sakit!!!!……. Ya…sakit sikapnya…sakit otaknya…sakit Harapannya… Dalam analogiku …mereka itu laksana tembikar yang tergastur apik namun tak Tersentuh dalam proses Mereka itu laksana kayu..kayu yang kerap menopang pada dahan lain Mereka itu laksana air…air yang mulai terkontaminasi oleh formula asing yang berakibat virus… Pikirkan…!!!.pikirkan!!! Tersadar diriku…rekeningku bertuliskan angka-angka yang lumayan… fantastis…tidak juga… Lumayan…ya…sangatlah…. Sekadar mampir ke warteg dan singgah ke kontrakan yang beraroma rupa Setahun sudah impianku terbangun di gedung megah itu… Rumah sendiri… Status sosial merangkak naik Kata-kata motivasi terbangun… Selamat tinggal kemiskinan dan aku benci kemiskinan….. Namun…..langkah-langkahku demikian beratnya..manakala tuntutan hidupku berubah dan takdir masih mengakrabi dalam sebuah dilema…. Aku seorang pahlawan.. Sepanjang jaman…sebagai penjual jasa…pahlawan tanpa tanda jasa Pahlawan yang hidup di rumah kontrakan Pahlawan yang menopang jalan hidupnya dengan kedua kakinya Pahlawan yang teronggok di sampah untuk mengais tambahan Pahlawan yang tergopoh-gopoh melebarkan sayap lesnya untuk harapan Pahlawan yang hanya bisa beli obat warungan dan berharap rembes-an Namun….dihari guru ini….akhirnya aku pun punya penghargaan Terdengar merdu… Dan membangkitkan bulu roma Untuk menafsirkan makna seorang guru Dari bentangan nada indah… “Kita jadi pintar dibimbing Pak guru…Kita jadi pandai dibimbing Bu guru “guru bak pelita, penerang dalam gulita…jasamu tiada tara” Akhirnya…kuputuskan untuk melanjutkan hidupku dalam prosa guruku dan aku ingin meniru sapa syair sang pujangga Jadilah engkau seperti pohon di puncak bukit yang tumbuh tegak dan rimbun; Kalau engkau tidak bisa seperti pohon di puncak bukit, jadilah engkau seperti pohon yang tumbuh di tepi jalan untuk menaungi pejalan kaki dari teriknya matahari; Kalau engkau tidak bisa seperti pohon yang tumbuh di tepi jalan, jadilah engkau seperti semak belukar yang tumbuh di tanggul sungai untuk menahan lajunya air; Kalau engkau tidak bisa seperti semak belukar yang tumbuh di tanggul sungai, jadilah engkau seperti bunga bakung yang diam-diam berbunga di musim kemarau dan penghujan; Kalau engkau tidak bisa seperti bunga bakung, jadilah engkau seperti rumput manis yang tumbuh di jalan setapak, yang membawa orang pada mata air kehidupan, sebab tidak semua orang harus menjadi besar, kuat dan perkasa, tetapi sejauh mana engkau membuat hidupmu bermakna. (Khalil Gibran) Semoga teladan itu tetap menghiasi diri kita Dan semangat untuk bangkit pun tetap menyala Menjadi pelita yang selalu menerangi Langkah-langkah anak bangsa…. Selamat Hari Guru Semoga Allah Meridhoi kita