VioletaCET
Sejak pagi-pagi hari sekali kami sudah mempersiapkan semuanya. Sebagaimana yang diminta oleh Majikanku. Bagian dalam rumah dan halaman juga dirapihkan karena akan datang banyak tamu, orang-orang penting. Dinding rumah juga sudah dibersihkan sejak beberapa hari yang lalu. walau biasanya pun tetap selalu bersih, cat putihnya tampak lebih cerah sekarang. Secerah hari ini, melengkapi lapangan rumput -yang walau tak seberapa besar, tampak rapih.
Pagi ini semua memang tampak lebih sibuk dari hari-hari biasanya. Entah mengapa, Sang Majikan tidak mengatakan sebabnya. Kami yang bekerja di rumah ini hanya ditugaskan pekerjaan masing-masing. Ada yang mengawasi Tuan Muda yang baru berusia 1 tahun selagi Nyonya Majikan mempersiapkan yang lain. Ada juga yang ditugaskan di dapur. Aku sendiri ikut membantu Ayahku mempersiapkan halaman rumah, maklum aku masih kecil. Masih seumuran anak-anak di Sekolah Rakyat, hanya saja aku tidak seberuntung mereka.
Matahari kian tinggi walau hari masih pagi. Banyak tamu berdatangan, mereka datang dengan kendaraannya dan diparkir di tepi jalan sana. Mereka berpakaian rapih, yang laki-laki berpakaian jas dan yang wanita hampir semuanya berkebaya. Tampaknya mereka bukanlah orang sembarangan.
Beberapa hari terakhir Ayah bercerita mengenai kekuasaan penjajah yang sudah mulai runtuh karena negaranya dibom. Ibuku juga menambahkan bahwabanyak tokoh-tokoh pergerakan Nasional tengah mempersiapkan sesuatu yang besar. Aku pun lantas bertanya-tanya apakah ini saatnya kami sebagai masyarakat pribumi terlepas dari kesengsaraan panjang ini?
Tepat jam 10:00 pagi, semua yang telah hadir tidak perlu lagi menunggu lama, suara teks yang dibacakan itu sungguh menggugah. Isinya menggetarkan rasa yang tak dapat terungkap. Aku kenal sekali dengan suara itu, walau aku tak dapat melihat beliau karena posisiku dibelakang dan tertutup orang-orang di depanku.
Teks Proklamasi itu dibacakan pada 17 Agustus 1945 jam 10:00 pagi ini di Jl. Pegangsaan Timur No. 56, di rumah bercat putih di mana tadi aku ikut mempersiapkan acara ini. Betapa bangga aku telah menjadi bagian dari kemerdekaan Tanah Air ku walau hanya sedikit saja yang sudah aku lakukan. Harapanku semoga BAngsa ini terus bersatu dan damai karena tidak ada yang lebih berharga selain kemerdekaan dari penjajahan. Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu bahasa: Indonesia.
Pagi ini semua memang tampak lebih sibuk dari hari-hari biasanya. Entah mengapa, Sang Majikan tidak mengatakan sebabnya. Kami yang bekerja di rumah ini hanya ditugaskan pekerjaan masing-masing. Ada yang mengawasi Tuan Muda yang baru berusia 1 tahun selagi Nyonya Majikan mempersiapkan yang lain. Ada juga yang ditugaskan di dapur. Aku sendiri ikut membantu Ayahku mempersiapkan halaman rumah, maklum aku masih kecil. Masih seumuran anak-anak di Sekolah Rakyat, hanya saja aku tidak seberuntung mereka.
Matahari kian tinggi walau hari masih pagi. Banyak tamu berdatangan, mereka datang dengan kendaraannya dan diparkir di tepi jalan sana. Mereka berpakaian rapih, yang laki-laki berpakaian jas dan yang wanita hampir semuanya berkebaya. Tampaknya mereka bukanlah orang sembarangan.
Beberapa hari terakhir Ayah bercerita mengenai kekuasaan penjajah yang sudah mulai runtuh karena negaranya dibom. Ibuku juga menambahkan bahwabanyak tokoh-tokoh pergerakan Nasional tengah mempersiapkan sesuatu yang besar. Aku pun lantas bertanya-tanya apakah ini saatnya kami sebagai masyarakat pribumi terlepas dari kesengsaraan panjang ini?
Tepat jam 10:00 pagi, semua yang telah hadir tidak perlu lagi menunggu lama, suara teks yang dibacakan itu sungguh menggugah. Isinya menggetarkan rasa yang tak dapat terungkap. Aku kenal sekali dengan suara itu, walau aku tak dapat melihat beliau karena posisiku dibelakang dan tertutup orang-orang di depanku.
Teks Proklamasi itu dibacakan pada 17 Agustus 1945 jam 10:00 pagi ini di Jl. Pegangsaan Timur No. 56, di rumah bercat putih di mana tadi aku ikut mempersiapkan acara ini. Betapa bangga aku telah menjadi bagian dari kemerdekaan Tanah Air ku walau hanya sedikit saja yang sudah aku lakukan. Harapanku semoga BAngsa ini terus bersatu dan damai karena tidak ada yang lebih berharga selain kemerdekaan dari penjajahan. Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu bahasa: Indonesia.