lia808
Kisah Seorang Penjual Koran Kumpulan Tugas Sekolahku Di ufuk timur, matahari belum tampak. Udara pada pagi hari terasa dingin. Alam pun masih diselimuti embun pagi. Seorang anak mengayuh sepedanya di tengah jalan yang masih lengang. Siapakah gerangan anak itu? Ia adalah seorang penjual Koran, yang bernama Ipiin. Menjelang pukul lima pagi, ia telah sampai di tempat agen koran dari beberapa penerbit. “Ambil berapa Ipiin?” tanya Bang Ipul. “Biasa saja.”jawab Ipiin. Bang Ipul mengambil sejumlah koran dan majalah yang biasa dibawa Ipiin untuk langganannya. Setelah selesai, ia pun berangkat. Ia mendatangi pelanggan-pelanggan setianya. Dari satu rumah ke rumah lainnya. Begitulah pekerjaan Ipiin setiap harinya. Menyampaikan koran kepada para pelanggannya. Semua itu dikerjakannya dengan gembira, ikhlas dan rasa penuh tanggung jawab Ketika Ipiin sedang mengacu sepedanya, tiba-tiba ia dikejutkan dengan sebuah benda. Benda tersebut adalah sebuah bungkusan plastik berwarna hitam. Ipiin jadi gemetaran. Benda apakah itu? Ia ragu-ragu dan merasa ketakutan karena akhir-akhir ini sering terjadi peledakan bom dimana-mana. Ipiin khawatir benda itu adalah bungkusan bom. Namun pada akhirnya, ia mencoba membuka bungkusan tersebut. Tampak di dalam bungkusan itu terdapat sebuah kardus. “Wah, apa isinya ini?’’tanyanya dalam hati. Ipiin segera membuka bungkusan dengan hati-hati. Alangkah terkejutnya ia, karena di dalamnya terdapat kalung emas dan perhiasan lainnya. “Wah apa ini?”tanyanya dalam hati. “Milik siapa, ya?” Ipiin membolak-balik cincin dan kalung yang ada di dalam kardus. Ia makin terperanjat lagi karena ada kartu kredit di dalamnya. “Lho,…ini kan milik Pak Edison. Kasihan sekali Pak Edison , rupanya ia telah kecurian.”gumamnya dalam hati. Apa yang diperkirakan Ipiin itu memamg benar. Rumah Pak Edison telah kemasukan maling tadi malam. Karena pencuri tersebut terburu-buru, bungkusan perhiasan yang telah dikumpulkannya terjatuh. Ipiin dengan segera memberitahukan Pak Edison. Ia menceritakan apa yang terjadi dan ia temukan. Betapa senangnya Pak Edison karena perhiasan milik istrinya telah kembali. Ia sangat bersyukur, perhiasan itu jatuh ke tangan orang yang jujur. Sebagai ucapan terima kasihnya, Pak Edison memberikan modal kepada Ipiin untuk membuka kios di rumahnya. Kini Ipiin tidak lagi harus mengayuh sepedanya untuk menjajakan koran. Ia cukup menunggu pembeli datang untuk berbelanja. Sedangkan untuk mengirim koran dan majalah kepada pelanggannya, Ipiin digantikan oleh saudaranya yang kebetulan belum mempunyai pekerjaan. Itulah akhir dari sebuah kejujuran yang akan mendatangkan kebahagiaan di kehidupan kelak.
Eriyanto adalah seorang remaja yang tinggal di Sukabumi. Ia berasal dari kalangan keluarga yang kurang mampu. Kedua orang tuanya hanyalah seorang pemelihara ternak milik orang lain. Eri sangat hobi dan mahir dalam bermain sepakbola. Maka dari Eri ingin menjadi punggawa timnas Indonesia. Walaupun Eri tahu bahwa ia berasal dari keluarga yang kurang berada.
Eriyanto hanya bersekolah sampai tamat jenjang SMP, karena keterbatasan ekonomi. Sehari-hari Eriyanto hanya bekerja membantu orang tuanya merawat ternak dan mencarikannya makan rumput.
Beruntung bagi Eri, ia bertemu dengan Nur Iskandar, seorang pelatih sekolah sepakbola di sukabumi, yang dulunya juga seorang pemain timnas Indonesia. Pak Iskan mengajak Eri untuk bergabung dengan timnya, setelah ia melihat bakat Eri saat bermain sepakbola bersama teman-temannya.
“Kamu Eri ya?” tanya pak Iskan.
“Benar pak. Ada apa ya?” Eri balik bertanya.
“Apakah kamu mau bergabung dengan SSB milik saya” ajak sang pelatih.
“Tapi...saya tidak mempunyai uang untuk membiaya semua biaya di SSB bapak” jawab Eri.
“Tenang saja, kamu saya beri keringanan biaya untuk berlatih di SSB saya” ujar pelatih.
“Terima kasih pak, terima kasih banyak” jawab Eri dengan bersemangat.
Setelah beberapa bulan berlatih di SSB milik pak Iskan, Eri mendapat informasi jika ada seleksi untuk membela timnas di kejuaraan AC Milan Junior Camp. Eri sangat antusias dengan kabar tersebut, akan tetapi Eri berpikir dari mana dia bias mendapat uang untuk mendaftar di seleksi tersebut. Namun Eri ingat, ia masih mempunyai tabungan di celengan tanah liatnya.
Di rumah Eri bercerita kepada kedua orang tuanya.
“Bapak...Ibu... Eri minta izin mau ikut seleksi timnas” ujar Eri.
“Seleksi timnas? Uang dari mana?” tanya ibu Eri.
“Mungkin dengan uang di celengan, Eri dapat mengikuti seleksi tersebut” jawab Eri.
“Ya sudah, mungkin bapak dan ibu hanya bias beri kamu uang beberapa” jawab bapak Eri tanda setuju
Lalu hari itupun tiba. Dengan diantar sang pelatih, Eri berangkat menuju lokasi seleksi. Pada saat seleksi Eri tampak bermain bagus. Hari seleksipun akhirnya selesai. Tinggal menunggu hasilnya.
Hari pengumuman tiba, Eri berangkat menuju lokasi pengumuman. Sesampainya disana, Eri langsung menuju papan pengumuman. Lalu ia melihat bahwa namanya tercantum dalam anggota timnas yang mengikuti kejuaraan AC Milan Junior Camp. Eri pun kembali ke rumah, dengan diantar sang pelatih.
Sesampainya di rumah Eri langsung memeluk kedua orang tuanya dan berkata “Pak..Bu.. Eri masuk timnas”.
“Alhamdulillah” jawab kedua orang tua Eri dengan bangga disertai sujud syukur dari mereka.
Setelah beberapa hari menunggu, hari keberangkatan garuda muda menuju Milan akhirnya tiba juga. Dengan iringan doa Eriyanto dkk akhirnya berangkat menuju Milan, Italia.
Di sana mereka menjalani pertandingan demi pertandingan dan tidak disangka timnas Indonesia masuk ke final menghadapi tim tuan rumah. Di pertandingan ini Eri bermain sangat bagus. Dan akhirnya timnas Indonesia berhasil mengalahkan tim Italia dengan skor 1-0. Belum selesai kebahagiaan Eri setelah berhasil menjuarai kejuaraan AC Milan Junior Camp, ia juga terpilih sebagai pemain terbaik di kejuaraan tersebut.
Rombongan timnas muda ini akhirnya pulang menuju Indonesia. Sesampainya di Indonesia, sambutanpun dating dari berbagai pihak dan kebahagiaan tersendiri bagi Eriyanto bisa membanggakan kedua orang tuanya walaupun dengan segala keterbatasan di keluarga tersebut.
Kumpulan Tugas Sekolahku
Di ufuk timur, matahari belum tampak. Udara pada pagi hari terasa dingin. Alam pun masih diselimuti embun pagi. Seorang anak mengayuh sepedanya di tengah jalan yang masih lengang. Siapakah gerangan anak itu? Ia adalah seorang penjual Koran, yang bernama Ipiin.
Menjelang pukul lima pagi, ia telah sampai di tempat agen koran dari beberapa penerbit. “Ambil berapa Ipiin?” tanya Bang Ipul. “Biasa saja.”jawab Ipiin. Bang Ipul mengambil sejumlah koran dan majalah yang biasa dibawa Ipiin untuk langganannya. Setelah selesai, ia pun berangkat.
Ia mendatangi pelanggan-pelanggan setianya. Dari satu rumah ke rumah lainnya. Begitulah pekerjaan Ipiin setiap harinya. Menyampaikan koran kepada para pelanggannya. Semua itu dikerjakannya dengan gembira, ikhlas dan rasa penuh tanggung jawab
Ketika Ipiin sedang mengacu sepedanya, tiba-tiba ia dikejutkan dengan sebuah benda. Benda tersebut adalah sebuah bungkusan plastik berwarna hitam. Ipiin jadi gemetaran. Benda apakah itu? Ia ragu-ragu dan merasa ketakutan karena akhir-akhir ini sering terjadi peledakan bom dimana-mana. Ipiin khawatir benda itu adalah bungkusan bom. Namun pada akhirnya, ia mencoba membuka bungkusan tersebut. Tampak di dalam bungkusan itu terdapat sebuah kardus.
“Wah, apa isinya ini?’’tanyanya dalam hati. Ipiin segera membuka bungkusan dengan hati-hati. Alangkah terkejutnya ia, karena di dalamnya terdapat kalung emas dan perhiasan lainnya. “Wah apa ini?”tanyanya dalam hati. “Milik siapa, ya?” Ipiin membolak-balik cincin dan kalung yang ada di dalam kardus. Ia makin terperanjat lagi karena ada kartu kredit di dalamnya. “Lho,…ini kan milik Pak Edison. Kasihan sekali Pak Edison , rupanya ia telah kecurian.”gumamnya dalam hati.
Apa yang diperkirakan Ipiin itu memamg benar. Rumah Pak Edison telah kemasukan maling tadi malam. Karena pencuri tersebut terburu-buru, bungkusan perhiasan yang telah dikumpulkannya terjatuh. Ipiin dengan segera memberitahukan Pak Edison. Ia menceritakan apa yang terjadi dan ia temukan. Betapa senangnya Pak Edison karena perhiasan milik istrinya telah kembali. Ia sangat bersyukur, perhiasan itu jatuh ke tangan orang yang jujur.
Sebagai ucapan terima kasihnya, Pak Edison memberikan modal kepada Ipiin untuk membuka kios di rumahnya. Kini Ipiin tidak lagi harus mengayuh sepedanya untuk menjajakan koran. Ia cukup menunggu pembeli datang untuk berbelanja. Sedangkan untuk mengirim koran dan majalah kepada pelanggannya, Ipiin digantikan oleh saudaranya yang kebetulan belum mempunyai pekerjaan. Itulah akhir dari sebuah kejujuran yang akan mendatangkan kebahagiaan di kehidupan kelak.
Cerpen Ekonomi
Keterbatasan Bukan Penghalang Keberhasilan
Eriyanto adalah seorang remaja yang tinggal di Sukabumi. Ia berasal dari kalangan keluarga yang kurang mampu. Kedua orang tuanya hanyalah seorang pemelihara ternak milik orang lain. Eri sangat hobi dan mahir dalam bermain sepakbola. Maka dari Eri ingin menjadi punggawa timnas Indonesia. Walaupun Eri tahu bahwa ia berasal dari keluarga yang kurang berada.
Eriyanto hanya bersekolah sampai tamat jenjang SMP, karena keterbatasan ekonomi. Sehari-hari Eriyanto hanya bekerja membantu orang tuanya merawat ternak dan mencarikannya makan rumput.
Beruntung bagi Eri, ia bertemu dengan Nur Iskandar, seorang pelatih sekolah sepakbola di sukabumi, yang dulunya juga seorang pemain timnas Indonesia. Pak Iskan mengajak Eri untuk bergabung dengan timnya, setelah ia melihat bakat Eri saat bermain sepakbola bersama teman-temannya.
“Kamu Eri ya?” tanya pak Iskan.
“Benar pak. Ada apa ya?” Eri balik bertanya.
“Apakah kamu mau bergabung dengan SSB milik saya” ajak sang pelatih.
“Tapi...saya tidak mempunyai uang untuk membiaya semua biaya di SSB bapak” jawab Eri.
“Tenang saja, kamu saya beri keringanan biaya untuk berlatih di SSB saya” ujar pelatih.
“Terima kasih pak, terima kasih banyak” jawab Eri dengan bersemangat.
Setelah beberapa bulan berlatih di SSB milik pak Iskan, Eri mendapat informasi jika ada seleksi untuk membela timnas di kejuaraan AC Milan Junior Camp. Eri sangat antusias dengan kabar tersebut, akan tetapi Eri berpikir dari mana dia bias mendapat uang untuk mendaftar di seleksi tersebut. Namun Eri ingat, ia masih mempunyai tabungan di celengan tanah liatnya.
Di rumah Eri bercerita kepada kedua orang tuanya.
“Bapak...Ibu... Eri minta izin mau ikut seleksi timnas” ujar Eri.
“Seleksi timnas? Uang dari mana?” tanya ibu Eri.
“Mungkin dengan uang di celengan, Eri dapat mengikuti seleksi tersebut” jawab Eri.
“Ya sudah, mungkin bapak dan ibu hanya bias beri kamu uang beberapa” jawab bapak Eri tanda setuju
Lalu hari itupun tiba. Dengan diantar sang pelatih, Eri berangkat menuju lokasi seleksi. Pada saat seleksi Eri tampak bermain bagus. Hari seleksipun akhirnya selesai. Tinggal menunggu hasilnya.
Hari pengumuman tiba, Eri berangkat menuju lokasi pengumuman. Sesampainya disana, Eri langsung menuju papan pengumuman. Lalu ia melihat bahwa namanya tercantum dalam anggota timnas yang mengikuti kejuaraan AC Milan Junior Camp. Eri pun kembali ke rumah, dengan diantar sang pelatih.
Sesampainya di rumah Eri langsung memeluk kedua orang tuanya dan berkata “Pak..Bu.. Eri masuk timnas”.
“Alhamdulillah” jawab kedua orang tua Eri dengan bangga disertai sujud syukur dari mereka.
Setelah beberapa hari menunggu, hari keberangkatan garuda muda menuju Milan akhirnya tiba juga. Dengan iringan doa Eriyanto dkk akhirnya berangkat menuju Milan, Italia.
Di sana mereka menjalani pertandingan demi pertandingan dan tidak disangka timnas Indonesia masuk ke final menghadapi tim tuan rumah. Di pertandingan ini Eri bermain sangat bagus. Dan akhirnya timnas Indonesia berhasil mengalahkan tim Italia dengan skor 1-0. Belum selesai kebahagiaan Eri setelah berhasil menjuarai kejuaraan AC Milan Junior Camp, ia juga terpilih sebagai pemain terbaik di kejuaraan tersebut.
Rombongan timnas muda ini akhirnya pulang menuju Indonesia. Sesampainya di Indonesia, sambutanpun dating dari berbagai pihak dan kebahagiaan tersendiri bagi Eriyanto bisa membanggakan kedua orang tuanya walaupun dengan segala keterbatasan di keluarga tersebut.