Dalam kaitanya dengan kasus Bank Century tahun 2009 terdapat beberapa pelangaaran kebijakan dan perundang undangan diantaranya yaitu pelanggaran atas pemberian fasilitas surat utang atau Letter of credit (L/C) Bank Century kepada 10 debitur, kemudian pemberian kredit kepada debitur yang bersifat fiktif seperti L/C yang diajukan Bank Century terhadap impor oleh PT Sakti Persada Raya yang kenyataanya impor tersebut tidak ada. Adanya penggelapan dana milik Bank Century oleh Dewi Tantular serta pelanggaran perbankan dalam hal pencucian uang (money laundering). Berdasarkan aturan POJK No. 4 Tahun 2016 mengenai faktor-faktor penilaian tingkat kesehatan bank salah satunya adalah profil risiko (risk profile) yang didalamnya memuat resiko operasional. Bank Century merupakan salah satu Bank yang tidak memenuhi kriteria Bank yang sehat. Diminta: 1. Berikan analisis anda, apa resiko operasional yang dimaksud? 2. Apa saja yang menjadi parameter atau Indikator Penilaian risiko inheren operasional? 3. Jelaskan salah satu sumber atau penyebab terjadinya Risiko operasional pada kasus Bank Century!
Resiko operasional yang dimaksud adalah risiko yang terkait dengan kegagalan atau ketidakcukupan proses internal, sistem, atau personel dalam sebuah lembaga keuangan seperti Bank Century. Resiko operasional mencakup risiko kerugian yang timbul akibat kegagalan dalam operasional sehari-hari, termasuk pelanggaran kebijakan dan perundang-undangan, penggelapan dana, dan pencucian uang.
Parameter atau indikator penilaian risiko inheren operasional dapat meliputi:
a) Kompleksitas operasional: Menilai tingkat kompleksitas dari proses operasional bank, termasuk jumlah produk dan layanan yang ditawarkan, serta keterkaitan antara departemen dan unit bisnis.
b) Pengelolaan perubahan: Mengukur kemampuan bank dalam mengelola perubahan dalam operasionalnya, termasuk perubahan teknologi, regulasi, atau struktur organisasi.
c) Pengendalian internal: Menilai efektivitas dan kecukupan pengendalian internal yang diterapkan dalam bank, termasuk kebijakan, prosedur, pemisahan tugas, dan pemantauan internal.
d) Infrastruktur teknologi informasi: Menilai keandalan, keamanan, dan ketersediaan sistem teknologi informasi yang digunakan dalam operasional bank.
e) Kualifikasi dan pengembangan karyawan: Mengukur tingkat kecakapan, keahlian, dan pengembangan karyawan bank dalam menjalankan tugas operasionalnya.
f) Keandalan data dan pelaporan: Menilai keakuratan, konsistensi, dan kelengkapan data yang digunakan dalam pelaporan operasional bank.
Salah satu sumber atau penyebab terjadinya risiko operasional pada kasus Bank Century adalah pelanggaran kebijakan dan perundang-undangan yang dilakukan oleh pihak Bank Century. Contohnya adalah pemberian fasilitas surat utang (Letter of Credit) kepada 10 debitur tanpa mematuhi prosedur yang seharusnya. Selain itu, juga terdapat pemberian kredit fiktif kepada debitur seperti L/C yang diajukan oleh Bank Century untuk impor oleh PT Sakti Persada Raya yang pada kenyataannya tidak ada.
Pelanggaran tersebut menunjukkan kegagalan dalam penerapan pengendalian internal yang memadai di Bank Century. Ketidaktepatan prosedur dan pelanggaran kebijakan mengakibatkan risiko operasional dalam bentuk kerugian finansial dan reputasi bagi bank. Kegagalan dalam mengenali risiko operasional dan mengelolanya dengan baik juga menjadi faktor yang menyebabkan Bank Century tidak memenuhi kriteria bank yang sehat berdasarkan aturan POJK No. 4 Tahun 2016.
Jawaban:
Resiko operasional yang dimaksud adalah risiko yang terkait dengan kegagalan atau ketidakcukupan proses internal, sistem, atau personel dalam sebuah lembaga keuangan seperti Bank Century. Resiko operasional mencakup risiko kerugian yang timbul akibat kegagalan dalam operasional sehari-hari, termasuk pelanggaran kebijakan dan perundang-undangan, penggelapan dana, dan pencucian uang.
Parameter atau indikator penilaian risiko inheren operasional dapat meliputi:
a) Kompleksitas operasional: Menilai tingkat kompleksitas dari proses operasional bank, termasuk jumlah produk dan layanan yang ditawarkan, serta keterkaitan antara departemen dan unit bisnis.
b) Pengelolaan perubahan: Mengukur kemampuan bank dalam mengelola perubahan dalam operasionalnya, termasuk perubahan teknologi, regulasi, atau struktur organisasi.
c) Pengendalian internal: Menilai efektivitas dan kecukupan pengendalian internal yang diterapkan dalam bank, termasuk kebijakan, prosedur, pemisahan tugas, dan pemantauan internal.
d) Infrastruktur teknologi informasi: Menilai keandalan, keamanan, dan ketersediaan sistem teknologi informasi yang digunakan dalam operasional bank.
e) Kualifikasi dan pengembangan karyawan: Mengukur tingkat kecakapan, keahlian, dan pengembangan karyawan bank dalam menjalankan tugas operasionalnya.
f) Keandalan data dan pelaporan: Menilai keakuratan, konsistensi, dan kelengkapan data yang digunakan dalam pelaporan operasional bank.
Salah satu sumber atau penyebab terjadinya risiko operasional pada kasus Bank Century adalah pelanggaran kebijakan dan perundang-undangan yang dilakukan oleh pihak Bank Century. Contohnya adalah pemberian fasilitas surat utang (Letter of Credit) kepada 10 debitur tanpa mematuhi prosedur yang seharusnya. Selain itu, juga terdapat pemberian kredit fiktif kepada debitur seperti L/C yang diajukan oleh Bank Century untuk impor oleh PT Sakti Persada Raya yang pada kenyataannya tidak ada.
Pelanggaran tersebut menunjukkan kegagalan dalam penerapan pengendalian internal yang memadai di Bank Century. Ketidaktepatan prosedur dan pelanggaran kebijakan mengakibatkan risiko operasional dalam bentuk kerugian finansial dan reputasi bagi bank. Kegagalan dalam mengenali risiko operasional dan mengelolanya dengan baik juga menjadi faktor yang menyebabkan Bank Century tidak memenuhi kriteria bank yang sehat berdasarkan aturan POJK No. 4 Tahun 2016.