Karena di dalam atmosfer bumi, selalu ada massa udara yang naik ke atas. Sedangkan semakin tinggi suatu tempat, atmosfernya semakin tipis. Saat udara memasuki wilayah yang atmosfernya semakin menipis, udara tersebut cenderung memuai. Pemuaian tersebut menyebabkan udara harus mengerahkan energi yang ia punya untuk menghalau udara lain yang sudah mengisi tempat di situ supaya ia bisa mendapat ruang untuk memuai. Akibatnya, setelah itu udara menjadi kehabisan energi, dan pergerakan molekul udara itu sendiri menjadi melambat. saat pergerakan molekul udara gesit, udara akan menjadi panas, sedangkan saat pergerakannya tidak gesit, udara itu akan dingin. Karena pergerakan molekulnya melambat, suhu udara yang naik tersebut berubah menjadi sejuk. jadi Semakin tinggi puncak gunung pemuaian udara akan semakin besar, sehingga udara tersebut menjadi semakin sejuk.
Mengenai fenomena ini, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin, memiliki jawabannya. Pria lulusan S1 Astronomi ITB serta S2 dan S3 Astronomi Kyoto University itu mengatakan penyebabnya adalah sama dengan penyebab mengapa permukaan Bumi tetap hangat meskipun saat malam hari.
Thomas mengatakan, saat siang hari Matahari memanasi permukaan Bumi. Permukaan Bumi yang menjadi panas ini kemudian memantulkan atau memancarkan kembali gelombang inframerah, atau yang disebut juga sebagai gelombang panas, dari Matahari.
Gelombang panas ini itu akan dilepas begitu saja ke antariksa kalau di atmosfer Bumi tidak ada zat-zat perangkap panas seperti karbon dioksida dan uap air.
“Tapi karena adanya karbon dioksida dan uap air, maka panas itu ditahan. Panas itu ditangkap oleh karbon dioksida dan uap air,” papar Thomas ketika ditemui beberapa waktu lalu.
Peristiwa inilah yang disebut sebagai efek rumah kaca.
Karena di dalam atmosfer bumi, selalu ada massa udara yang naik ke atas. Sedangkan semakin tinggi suatu tempat, atmosfernya semakin tipis. Saat udara memasuki wilayah yang atmosfernya semakin menipis, udara tersebut cenderung memuai. Pemuaian tersebut menyebabkan udara harus mengerahkan energi yang ia punya untuk menghalau udara lain yang sudah mengisi tempat di situ supaya ia bisa mendapat ruang untuk memuai. Akibatnya, setelah itu udara menjadi kehabisan energi, dan pergerakan molekul udara itu sendiri menjadi melambat. saat pergerakan molekul udara gesit, udara akan menjadi panas, sedangkan saat pergerakannya tidak gesit, udara itu akan dingin. Karena pergerakan molekulnya melambat, suhu udara yang naik tersebut berubah menjadi sejuk. jadi Semakin tinggi puncak gunung pemuaian udara akan semakin besar, sehingga udara tersebut menjadi semakin sejuk.
Penjelasannya =
Mengenai fenomena ini, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin, memiliki jawabannya. Pria lulusan S1 Astronomi ITB serta S2 dan S3 Astronomi Kyoto University itu mengatakan penyebabnya adalah sama dengan penyebab mengapa permukaan Bumi tetap hangat meskipun saat malam hari.
Thomas mengatakan, saat siang hari Matahari memanasi permukaan Bumi. Permukaan Bumi yang menjadi panas ini kemudian memantulkan atau memancarkan kembali gelombang inframerah, atau yang disebut juga sebagai gelombang panas, dari Matahari.
Gelombang panas ini itu akan dilepas begitu saja ke antariksa kalau di atmosfer Bumi tidak ada zat-zat perangkap panas seperti karbon dioksida dan uap air.
“Tapi karena adanya karbon dioksida dan uap air, maka panas itu ditahan. Panas itu ditangkap oleh karbon dioksida dan uap air,” papar Thomas ketika ditemui beberapa waktu lalu.
Peristiwa inilah yang disebut sebagai efek rumah kaca.
semoga membantuu...