Seorang remaja bernama Boy, hidup di disebuah keluarga yang berantakan. Ayah dan Ibunya sudah berpisah semenjak Boy masih berusia 10 tahun. Boy memandang hina hidupnya dengan keberadaan keluarganya yang tidak utuh. Semenjak ayah dan ibunya bercerai, Boy tinggal dengan ayahnya, karena ibunya sudah menikah lagi dengan pria lain. Boy merasa kecewa dengan kehidupannya dan Boy merasa semua yang dia alami tidak adil. Melihat ayahnya yang selalu mabuk-mabukan dan hampir tiap hari membawa wanita yang berganti-ganti masuk ke dalam rumah.
Beranjak remaja Boy mulai mencari jati dirinya, dia bergaul dengan anak-anak remaja di kompleks perumahannya. Dia mulai merokok dan minum-minuman keras. Boy semakin lama-semakin memperlihatkan kenakalannya, setiap kali ayahnya memarahinya, Boy hanya berkata “Mengapa ayah boleh berbuat hal yang tidak benar, sedangkan saya tidak boleh?”. Setiap kali Boy dimarahin ayahnya, dia selalu menjawab dengan jawaban yang sama.
Sampai suatu ketika, ada pendatang baru di dekat rumahnya, sebuah keluarga yang sangat harmonis, dikeluarga itu ada ayah, ibu dan seorang anak remaja laki-laki bernama Jhon. Hidup keluarga ini begitu bertolak belakang dengan keluarga Boy yang sudah hancur berantakan. Boy setiap pagi duduk di depan rumahnya dengan mengamati keluarga Jhon yang tampak begitu harmonis. Tawa canda mereka membuat rasa sedih Boy muncul. Boy merasa rindu dengan canda dan tawa keluarga ketika Boy masih kecil. Namun Boy sadar semua tinggal kenangan.
Pada suatu ketika Jhon berdiri di depan rumah dan melihat Boy sedang termenung di depan rumah. Wajah yang begitu sedih, sangat bertolak belakang dengan wajah Boy biasanya yang terlihat garang dan nakal. Jhon menghampiri Boy dan menepuk pundaknya dan berkata “Hai boy” Jhon menyapa Boy. Jhon berkata “Kenapa Boy kamu hari ini begitu sedih dan wajahmu tidak seperti biasanya?”. Boy menjawab “Tidak ada apa kok Jhon, aku baik-baik saja”. Jhon mengusap pundak Boy dan bertanya kembali “Ayolah Boy, aku tau kamu sedang menyimpan sesuatu di hatimu. Ceritalah Boy, siapa tau aku biasa menolong dan menghibur kamu”. Boy mulai bercerita kisah hidupnya dan Boy pun mulai banyak berbicara kepada Jhon “Jhon aku iri dengan kamu. Kamu nampak begitu bahagia. Orang tua kamu begitu harmonis, canda tawa selalu aku dengar setiap hari dan itulah yang membuat aku sedih karena aku merindukan keadaan seperti itu kembali”. Jhon menyela Boy dan berkata “Boy ayuk ikut aku ke gereja besok Minggu. Nanti kamu akan tahu kenapa kami harmonis dan kenapa kami selalu bahagia”. Boy menjawab “Apakah aku layak untuk pergi ke Gereja? Aku tidak peminum, aku suka merokok, aku tidak punya keluarga yang bahagia, aku seorang remaja yang berantakan dengan kenakalanku, Apakah boleh aku menginjakan kakiku di Gereja?” Jhon menjelaskan “Boy, Tuhan Yesus sayang kepada semua orang kok. Gereja adalah rumah Tuhan, Dia tidak pernah memilih siapa-siapa saja yang boleh ke Gereja. Pintu rumah Nya selalu terbuka kok. Bahkan Yesus lahir ke dunia justru mencari orang-orang seperti kamu Boy, karena Dia ingin menyelamatkan setiap orang yang berdosa asalkan mau bertobat.” Boy menjawab “Jhon, aku merasa diriku tidak pantas lagi ke Gereja. Aku sempat sangat marah kepada Tuhan karena aku merasa hidup yang aku alami sekarang tidak adil, aku kecewa sama Tuhan”. Jhon mengeluarkan uang 100 ribu dari saku celananya. Dan Jhon bertanya “Boy, ini uang 100 ribu, kalau aku injak-injak, aku lipat-lipat, aku buat kotor uang ini, tetapi menurut kamu uang 100 ribu ini tetap bernilai 100 ribu atau sudah 0 nilainya?” Boy menjawab “Ya tetap 100 ribu” Jhon lanjut menjelaskan “Begitu pula dirimu Boy, sekotor apapun kehidupan kamu, maupun seberantakan apapun keluargamu, kamu tetap bernilai kok dimata Tuhan. Yesus datang ke dunia ini bukan untuk orang yang sehat kok, justru karena Dia ingin menyelamatkan orang-orang yang sakit dan berdosa”. Boy mulai meneteskan air matanya, dan bertaya lagi “Jhon, kalau Tuhan mengasihiku kenapa Tuhan ijinkan aku mengalami semuanya ini?
Berharga di MataMu Tuhan
Seorang remaja bernama Boy, hidup di disebuah keluarga yang berantakan. Ayah dan Ibunya sudah berpisah semenjak Boy masih berusia 10 tahun. Boy memandang hina hidupnya dengan keberadaan keluarganya yang tidak utuh. Semenjak ayah dan ibunya bercerai, Boy tinggal dengan ayahnya, karena ibunya sudah menikah lagi dengan pria lain. Boy merasa kecewa dengan kehidupannya dan Boy merasa semua yang dia alami tidak adil. Melihat ayahnya yang selalu mabuk-mabukan dan hampir tiap hari membawa wanita yang berganti-ganti masuk ke dalam rumah.
Beranjak remaja Boy mulai mencari jati dirinya, dia bergaul dengan anak-anak remaja di kompleks perumahannya. Dia mulai merokok dan minum-minuman keras. Boy semakin lama-semakin memperlihatkan kenakalannya, setiap kali ayahnya memarahinya, Boy hanya berkata “Mengapa ayah boleh berbuat hal yang tidak benar, sedangkan saya tidak boleh?”. Setiap kali Boy dimarahin ayahnya, dia selalu menjawab dengan jawaban yang sama.
Sampai suatu ketika, ada pendatang baru di dekat rumahnya, sebuah keluarga yang sangat harmonis, dikeluarga itu ada ayah, ibu dan seorang anak remaja laki-laki bernama Jhon. Hidup keluarga ini begitu bertolak belakang dengan keluarga Boy yang sudah hancur berantakan. Boy setiap pagi duduk di depan rumahnya dengan mengamati keluarga Jhon yang tampak begitu harmonis. Tawa canda mereka membuat rasa sedih Boy muncul. Boy merasa rindu dengan canda dan tawa keluarga ketika Boy masih kecil. Namun Boy sadar semua tinggal kenangan.
Pada suatu ketika Jhon berdiri di depan rumah dan melihat Boy sedang termenung di depan rumah. Wajah yang begitu sedih, sangat bertolak belakang dengan wajah Boy biasanya yang terlihat garang dan nakal. Jhon menghampiri Boy dan menepuk pundaknya dan berkata “Hai boy” Jhon menyapa Boy. Jhon berkata “Kenapa Boy kamu hari ini begitu sedih dan wajahmu tidak seperti biasanya?”. Boy menjawab “Tidak ada apa kok Jhon, aku baik-baik saja”. Jhon mengusap pundak Boy dan bertanya kembali “Ayolah Boy, aku tau kamu sedang menyimpan sesuatu di hatimu. Ceritalah Boy, siapa tau aku biasa menolong dan menghibur kamu”. Boy mulai bercerita kisah hidupnya dan Boy pun mulai banyak berbicara kepada Jhon “Jhon aku iri dengan kamu. Kamu nampak begitu bahagia. Orang tua kamu begitu harmonis, canda tawa selalu aku dengar setiap hari dan itulah yang membuat aku sedih karena aku merindukan keadaan seperti itu kembali”. Jhon menyela Boy dan berkata “Boy ayuk ikut aku ke gereja besok Minggu. Nanti kamu akan tahu kenapa kami harmonis dan kenapa kami selalu bahagia”. Boy menjawab “Apakah aku layak untuk pergi ke Gereja? Aku tidak peminum, aku suka merokok, aku tidak punya keluarga yang bahagia, aku seorang remaja yang berantakan dengan kenakalanku, Apakah boleh aku menginjakan kakiku di Gereja?” Jhon menjelaskan “Boy, Tuhan Yesus sayang kepada semua orang kok. Gereja adalah rumah Tuhan, Dia tidak pernah memilih siapa-siapa saja yang boleh ke Gereja. Pintu rumah Nya selalu terbuka kok. Bahkan Yesus lahir ke dunia justru mencari orang-orang seperti kamu Boy, karena Dia ingin menyelamatkan setiap orang yang berdosa asalkan mau bertobat.” Boy menjawab “Jhon, aku merasa diriku tidak pantas lagi ke Gereja. Aku sempat sangat marah kepada Tuhan karena aku merasa hidup yang aku alami sekarang tidak adil, aku kecewa sama Tuhan”. Jhon mengeluarkan uang 100 ribu dari saku celananya. Dan Jhon bertanya “Boy, ini uang 100 ribu, kalau aku injak-injak, aku lipat-lipat, aku buat kotor uang ini, tetapi menurut kamu uang 100 ribu ini tetap bernilai 100 ribu atau sudah 0 nilainya?” Boy menjawab “Ya tetap 100 ribu” Jhon lanjut menjelaskan “Begitu pula dirimu Boy, sekotor apapun kehidupan kamu, maupun seberantakan apapun keluargamu, kamu tetap bernilai kok dimata Tuhan. Yesus datang ke dunia ini bukan untuk orang yang sehat kok, justru karena Dia ingin menyelamatkan orang-orang yang sakit dan berdosa”. Boy mulai meneteskan air matanya, dan bertaya lagi “Jhon, kalau Tuhan mengasihiku kenapa Tuhan ijinkan aku mengalami semuanya ini?