Leohadik
Hari ini hujan deras datang seharian lamanya. Aku melihat keluar jendela dan menyaksikan genangan air mulai terbentuk dengan cukup tinggi. Kulihat Ayah dan Ibu sudah mulai membereskan barang-baran dan mengangkatnya satu sama lain dengan posisi menumpuk. Hal ini sudah biasa terjadi di lingkungan tempat tinggalku. Setiap hujan datang, kami sudah tahu untuk mempersiapkan diri dari datangnya banjir.
Sesekali Ayah juga ikut memeriksa ketinggian air di luar rumah melalui jendela. Kemudian ayah berkata “Bahaya ini. Jika hujan masih terus deras seperti ini, sebentar lagi pasti air masuk ke dalam rumah." Aku melihat wajah Ayah yang lebih khawatir dari biasanya. Perasaanku menjadi tidak tenang. Aku memutuskan untuk ikut membantu Ibu membereskan barang-barang untuk menghindari resiko terendam banjir.
Setengah jam kemudian, aku mulai merasakan air mulau menggenang di lantai rumah. “Air sudah masuk, Bu" ucapku pada Ibu. Ibu memandangku dengan sorot mata yang sama khawatirnya. Sepertinya banjir kali ini akan lebih parah dari biasanya. Tentu alasannya tidak lepas dari kebiasaan buruk membuang sampah sembarang ke kali dekat rumah yang masih dilakukan oleh banyak warga.
Ibu pun memanggil Ayah karena air yang masuk ke dalam rumah sudah semakin tinggi dan telah mencapai setinggi lututku. “Ayah airnya semakin cepat masuk. Lebih baik kita segera mengungsi," saran Ibu. Kemudian Ayah pun mengangguk setuju, “Iya Bu, lebih baik kita segera mengungsi dan membawa beberapa barang penting terlebih dahulu."
Ayah, Ibu, dan aku pun kembali bersiap-siap memilih beberapa barang penting untuk di bawa ke tempat pengungsian yang biasanya sudah disediakan di musim-musim banjir seperti ini. Kami pun akhirnya meninggalkan rumah kami yang semakin lama terus semakin tinggi air masuk ke dalamnya. Sesampainya di pengungsian, ternyata sudah banyak keluarga lain yang juga memutuskan meninggalkan rumahnya karena banjir kali ini sepertinya akan lebih parah ketinggian airnya dibandingkan sebelumnya.
Selama di pengungsian hujan pun tidak kunjung berhenti. Aku pun diminta meliburkan diri dari sekolah oleh Ayah dan Ibu karena sebagian besar buku dan pakaian seragam pun tidak ada yang kami bawa ke pengungsian. Tidak ada yang menyangka hujan deras terus mengguyur daerah rumah kami hingga 3 hari setelahnya.
Hari keempat setelah hujan berhenti, kami kembali ke rumah. Kondisi rumah sudah sangat berantakan dan banyak dari barang-barang kami yang rusak serta hanyut terbawa air. Ayah memandang ke arah aku dan Ibu lalu mengatakan “Hujan sudah berhenti, sekarang saatnya kita kembali membersihkan rumah kita. Kalian mau membantu Ayah bersih-bersih kan?" Aku dan Ibu serentak menjawab dengan anggukan.
Saat kami sedang bersih-bersih terdengar salam dari luar rumah “Assalamualaikum." Aku pergi ke depan rumah dan menemukan sahabat-sahabatku di sekolah. Ternyata mereka datang untuk menanyakan kenapa aku tidak masuk sekolah selama 3 hari terakhir. Aku pun menjelaskan mengenai banjir mendadak yang melanda lingkungan tempat tinggalku.
Melihat aku, Ibu, dan Ayah yang sedang bersih-bersih mereka pun menawarkan diri untuk membantu kami. Teman-teman sekolahku membantu hingga rumah kembali bersih dan kemudian menghabiskan waktu bersamaku untuk menginformasikan pelajaran-pelajaran yang aku lewatkan selama tidak masuk. Aku sangat bersyukur memiliki sahabat seperti mereka. Sahabat yang ada di kala aku susah dan tidak ragu mengulurkan bantuan di masa sulitku.
Unsur Intrinsik Cerpen Persahabatan
Unsur-unsut intrinsik pada contoh cerpen singkat tentang persahabatan di atas adalah sebagai berikut:
Tema: Persahabatan
Amanat: Sahabat setia membantu di masa-masa sulit.
Alur: Alur Maju
Setting: Rumah
Penokohan:
Aku: sabar, menurut pada orang tua, rajin membantu orang tua Ayah: sabar, tidak banyak mengeluh, dapat mengendalikan kekhawatiran Ibu: khawatir, dapat menyelesaikan masalah Sahabat Aku: senang menolong, perhatian, rajin Sudut Pandang: Orang pertama tokoh utama terlibat dalam cerita
Sesekali Ayah juga ikut memeriksa ketinggian air di luar rumah melalui jendela. Kemudian ayah berkata “Bahaya ini. Jika hujan masih terus deras seperti ini, sebentar lagi pasti air masuk ke dalam rumah." Aku melihat wajah Ayah yang lebih khawatir dari biasanya. Perasaanku menjadi tidak tenang. Aku memutuskan untuk ikut membantu Ibu membereskan barang-barang untuk menghindari resiko terendam banjir.
Setengah jam kemudian, aku mulai merasakan air mulau menggenang di lantai rumah. “Air sudah masuk, Bu" ucapku pada Ibu. Ibu memandangku dengan sorot mata yang sama khawatirnya. Sepertinya banjir kali ini akan lebih parah dari biasanya. Tentu alasannya tidak lepas dari kebiasaan buruk membuang sampah sembarang ke kali dekat rumah yang masih dilakukan oleh banyak warga.
Ibu pun memanggil Ayah karena air yang masuk ke dalam rumah sudah semakin tinggi dan telah mencapai setinggi lututku. “Ayah airnya semakin cepat masuk. Lebih baik kita segera mengungsi," saran Ibu. Kemudian Ayah pun mengangguk setuju, “Iya Bu, lebih baik kita segera mengungsi dan membawa beberapa barang penting terlebih dahulu."
Ayah, Ibu, dan aku pun kembali bersiap-siap memilih beberapa barang penting untuk di bawa ke tempat pengungsian yang biasanya sudah disediakan di musim-musim banjir seperti ini. Kami pun akhirnya meninggalkan rumah kami yang semakin lama terus semakin tinggi air masuk ke dalamnya. Sesampainya di pengungsian, ternyata sudah banyak keluarga lain yang juga memutuskan meninggalkan rumahnya karena banjir kali ini sepertinya akan lebih parah ketinggian airnya dibandingkan sebelumnya.
Selama di pengungsian hujan pun tidak kunjung berhenti. Aku pun diminta meliburkan diri dari sekolah oleh Ayah dan Ibu karena sebagian besar buku dan pakaian seragam pun tidak ada yang kami bawa ke pengungsian. Tidak ada yang menyangka hujan deras terus mengguyur daerah rumah kami hingga 3 hari setelahnya.
Hari keempat setelah hujan berhenti, kami kembali ke rumah. Kondisi rumah sudah sangat berantakan dan banyak dari barang-barang kami yang rusak serta hanyut terbawa air. Ayah memandang ke arah aku dan Ibu lalu mengatakan “Hujan sudah berhenti, sekarang saatnya kita kembali membersihkan rumah kita. Kalian mau membantu Ayah bersih-bersih kan?" Aku dan Ibu serentak menjawab dengan anggukan.
Saat kami sedang bersih-bersih terdengar salam dari luar rumah “Assalamualaikum." Aku pergi ke depan rumah dan menemukan sahabat-sahabatku di sekolah. Ternyata mereka datang untuk menanyakan kenapa aku tidak masuk sekolah selama 3 hari terakhir. Aku pun menjelaskan mengenai banjir mendadak yang melanda lingkungan tempat tinggalku.
Melihat aku, Ibu, dan Ayah yang sedang bersih-bersih mereka pun menawarkan diri untuk membantu kami. Teman-teman sekolahku membantu hingga rumah kembali bersih dan kemudian menghabiskan waktu bersamaku untuk menginformasikan pelajaran-pelajaran yang aku lewatkan selama tidak masuk. Aku sangat bersyukur memiliki sahabat seperti mereka. Sahabat yang ada di kala aku susah dan tidak ragu mengulurkan bantuan di masa sulitku.
Unsur Intrinsik Cerpen Persahabatan
Unsur-unsut intrinsik pada contoh cerpen singkat tentang persahabatan di atas adalah sebagai berikut:
Tema: Persahabatan
Amanat: Sahabat setia membantu di masa-masa sulit.
Alur: Alur Maju
Setting: Rumah
Penokohan:
Aku: sabar, menurut pada orang tua, rajin membantu orang tua
Ayah: sabar, tidak banyak mengeluh, dapat mengendalikan kekhawatiran
Ibu: khawatir, dapat menyelesaikan masalah
Sahabat Aku: senang menolong, perhatian, rajin
Sudut Pandang: Orang pertama tokoh utama terlibat dalam cerita