Judul Cerpen Siren Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi)
“Ayah! Ayah! Bisa gak ceritakan lagi kepada Nila tentang Siren?”
Ayah menatapku sebentar, lalu mengangguk sembari menepuk bantal duduk yang tertera di hadapannya. “Sini duduk sama Ayah!” Aku bersorak girang, lalu berlari kecil menuju tempat yang ditunjukkan Ayah kepadaku. Setelah aku duduk rapi, Ayah berdehem keras, untuk pembukkan yang menegangkan, katanya. Mataku berbinar menunggu Ayah bercerita.
“Pada suatu kala, di pulau terpencil bagian Utara, hiduplah seorang laki-laki bernama Seth. Ia mempunyai istri cantik bernama Sarah. Mereka berdua hidup bahagia di pulau yang nyaris tidak berpenghuni itu. Suatu saat, di hari yang cerah, tiba-tiba Sarah mengatakan bahwa ia sedang mengandung. Seth yang mendengar kabar itu, senang bukan kepalang. Mereka sangat menjaga kandungan Sarah, terlebih karena kesehatan Sarah menurun. Sampai suatu hari…”
Aku merengut kesal, karena Ayah berhenti di bagian seru. “Yah! Kok berhenti, ceritanya kan belum habis!” Ayah hanya tertawa lalu mengerling jahil kepadaku, “Nila pingin banget dilanjutin?” Aku mengangguk cepat, sedangkan Ayah malah terbahak. “Baiklah, Ayah lanjutin. Tapi, Nila janji ya gak akan ribut.” Sekali lagi aku mengangguk.
“Sampai suatu hari, di usia kandungan Sarah menginjak 9 bulan, ia kabur dari rumah dan melahirkan seorang anak perempuan bernama Lea. Ia meninggalkan Lea di depan rumah miliknya dan Seth. Lalu Sarah pergi ke laut yang terdapat banyak tebing dan batu karang. Ia melompat masuk ke dalam laut dan berubah menjadi, uhuk! Uhuk!”
Tiba-tiba Ayah berhenti lagi, tetapi kali ini berbeda. Ayah terbatuk-batuk, mukanya sudah pucat pasi, dan saat batuknya mulai reda, aku melihat cairan berwarna merah kehitaman kental menetes dari tangan Ayah. Itu kan darah! Spontan aku berteriak memanggil Bunda.
“Bunda! Bunda! Ayah batuknya berdarah! BUNDA!” Air mataku yang sedari tadi menggenang, langsung meluncur deras dari kelopak mataku. Aku yang waktu itu berumur 9 tahun, harus menerima kenyataan bahwa Ayah mengidap kanker paru-paru stadium 2.
Pemakaman Ayah dilangsungkan selama dua jam, akibat Bunda yang meronta-ronta agar tubuh Ayah tidak dimasukkan ke liang kubur. Ayah meninggal akibat kanker yang dideritanya selama empat setengah tahun ini. Aku hanya menatap nanar nisan yang bertuliskan nama asli Ayah.
Seth Saphire.
Nama yang selalu Ayah ceritakan di setiap malam sebelum aku tidur. Nama yang selalu kuingat di luar kepala. Nama yang selalu disandingkan dengan nama Sarah. Nama yang selalu kumimpikan. Ternyata itu nama asli Ayah.
Aku mengetahuinya setelah Bunda menyuruhku untuk mengambil surat titipan Ayah sebelum meninggal di laci meja kerjanya. Berkat surat itu aku juga menemukan dua fakta; aku adalah kakak Lea dan Sarah adalah ibu tiriku. Tidak kubayangkan bagaimana perasaan Bunda saat menemukan fakta ini, bagaimana ia bisa menerima kenyataan ini dengan mudah?
Biar kujelaskan, Ayah mempunyai dua istri, istri yang pertama adalah Bunda dan istri yang kedua adalah Sarah. Aku dan Bunda tinggal di kota, sedangkan Ayah dan Sarah tinggal di pulau terpencil. Beberapa tahun kemudian, Ayah ke kota membawa seorang gadis yang kuketahui bernama Lea. Ayah tidak menjelaskan asal-usulnya dan hanya memberi tahu kami bahwa Lea adalah anak yang ditemukannya saat perjalanan menuju kota. 6 bulan kemudian Lea menghilang tanpa jejak. Tidak ada yang tahu dia menghilang kemana, bahkan Ayah sekalipun.
Tapi, hari ini aku melihat Lea bersama Sarah berada di atas permukaan laut, menatap makam Ayah yang tak jauh dari sana. Ayah memang sudah merencanakan saat dirinya meninggal, ia mau dimakamkan di pulau terpencil ini. Setelah bertahun-tahun, aku baru menyadari bahwa Sarah adalah ibu kandung Lea sekaligus orang yang sering diceritakan oleh Ayah.
Aku menatap Sarah begitu lama, tanpa sadar aku berjalan ke arahnya. Nyanyian merdunya membuatku terhasut dan menjalankan rencananya. Sekarang se
Judul Cerpen Siren
Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi)
“Ayah! Ayah! Bisa gak ceritakan lagi kepada Nila tentang Siren?”
Ayah menatapku sebentar, lalu mengangguk sembari menepuk bantal duduk yang tertera di hadapannya. “Sini duduk sama Ayah!” Aku bersorak girang, lalu berlari kecil menuju tempat yang ditunjukkan Ayah kepadaku. Setelah aku duduk rapi, Ayah berdehem keras, untuk pembukkan yang menegangkan, katanya. Mataku berbinar menunggu Ayah bercerita.
“Pada suatu kala, di pulau terpencil bagian Utara, hiduplah seorang laki-laki bernama Seth. Ia mempunyai istri cantik bernama Sarah. Mereka berdua hidup bahagia di pulau yang nyaris tidak berpenghuni itu. Suatu saat, di hari yang cerah, tiba-tiba Sarah mengatakan bahwa ia sedang mengandung. Seth yang mendengar kabar itu, senang bukan kepalang. Mereka sangat menjaga kandungan Sarah, terlebih karena kesehatan Sarah menurun. Sampai suatu hari…”
Aku merengut kesal, karena Ayah berhenti di bagian seru. “Yah! Kok berhenti, ceritanya kan belum habis!” Ayah hanya tertawa lalu mengerling jahil kepadaku, “Nila pingin banget dilanjutin?” Aku mengangguk cepat, sedangkan Ayah malah terbahak. “Baiklah, Ayah lanjutin. Tapi, Nila janji ya gak akan ribut.” Sekali lagi aku mengangguk.
“Sampai suatu hari, di usia kandungan Sarah menginjak 9 bulan, ia kabur dari rumah dan melahirkan seorang anak perempuan bernama Lea. Ia meninggalkan Lea di depan rumah miliknya dan Seth. Lalu Sarah pergi ke laut yang terdapat banyak tebing dan batu karang. Ia melompat masuk ke dalam laut dan berubah menjadi, uhuk! Uhuk!”
Tiba-tiba Ayah berhenti lagi, tetapi kali ini berbeda. Ayah terbatuk-batuk, mukanya sudah pucat pasi, dan saat batuknya mulai reda, aku melihat cairan berwarna merah kehitaman kental menetes dari tangan Ayah. Itu kan darah! Spontan aku berteriak memanggil Bunda.
“Bunda! Bunda! Ayah batuknya berdarah! BUNDA!” Air mataku yang sedari tadi menggenang, langsung meluncur deras dari kelopak mataku. Aku yang waktu itu berumur 9 tahun, harus menerima kenyataan bahwa Ayah mengidap kanker paru-paru stadium 2.
Pemakaman Ayah dilangsungkan selama dua jam, akibat Bunda yang meronta-ronta agar tubuh Ayah tidak dimasukkan ke liang kubur. Ayah meninggal akibat kanker yang dideritanya selama empat setengah tahun ini. Aku hanya menatap nanar nisan yang bertuliskan nama asli Ayah.
Seth Saphire.
Nama yang selalu Ayah ceritakan di setiap malam sebelum aku tidur. Nama yang selalu kuingat di luar kepala. Nama yang selalu disandingkan dengan nama Sarah. Nama yang selalu kumimpikan. Ternyata itu nama asli Ayah.
Aku mengetahuinya setelah Bunda menyuruhku untuk mengambil surat titipan Ayah sebelum meninggal di laci meja kerjanya. Berkat surat itu aku juga menemukan dua fakta; aku adalah kakak Lea dan Sarah adalah ibu tiriku. Tidak kubayangkan bagaimana perasaan Bunda saat menemukan fakta ini, bagaimana ia bisa menerima kenyataan ini dengan mudah?
Biar kujelaskan, Ayah mempunyai dua istri, istri yang pertama adalah Bunda dan istri yang kedua adalah Sarah. Aku dan Bunda tinggal di kota, sedangkan Ayah dan Sarah tinggal di pulau terpencil. Beberapa tahun kemudian, Ayah ke kota membawa seorang gadis yang kuketahui bernama Lea. Ayah tidak menjelaskan asal-usulnya dan hanya memberi tahu kami bahwa Lea adalah anak yang ditemukannya saat perjalanan menuju kota. 6 bulan kemudian Lea menghilang tanpa jejak. Tidak ada yang tahu dia menghilang kemana, bahkan Ayah sekalipun.
Tapi, hari ini aku melihat Lea bersama Sarah berada di atas permukaan laut, menatap makam Ayah yang tak jauh dari sana. Ayah memang sudah merencanakan saat dirinya meninggal, ia mau dimakamkan di pulau terpencil ini. Setelah bertahun-tahun, aku baru menyadari bahwa Sarah adalah ibu kandung Lea sekaligus orang yang sering diceritakan oleh Ayah.
Aku menatap Sarah begitu lama, tanpa sadar aku berjalan ke arahnya. Nyanyian merdunya membuatku terhasut dan menjalankan rencananya. Sekarang se