nabilhalim11
1. Kartini : Cerdas,Gemar Membaca,Patuh pada Orangtua. 2. Ayah Kartini : Bijaksana,Taat Pada Hukum Adat (Raden Mas Adipati Ario) : (Ardi Atomo) 3. Ibu Kartini : Baik,Penyayang,Taat Pada Hukum Adat (M.A. Ngasirah) 4. Simbok : Baik,Penyayang. 5. Suami Kartini : Pengertian, Penyayang. (K.R.M. Adipati Ario S.D.A) 6. Mr.J.H Abendanon : Orang Belanda,Baik,Bijaksana. 7. Murid Kartini 1 : Wanita Pribumi 8. Murid Kartini 2 : Wanita Pribumi
Raden Ajeng Kartini 1. Latar : Ruang Tamu - Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia anak salah seorang bangsawan yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena takut dianggap anak durhaka. Ayah Kartini : (Bertolak Pinggang Marah) “Kamu itu sudah waktunya untuk dipingit, kamu itu perempuan. Tidak harus sekolah tinggi – tinggipun tidak apa – apa.” Kartini : (Menatap Ayah sedih ) “Tapi Romo. Aku ingin mempunyai banyak pengetahuan dan juga banyak teman apa itu salah!.” Ibu Kartini :(Membelai rambut Kartini) “Kanjeng Ibu mengerti maksud kamu Cah Ayu, tapi adapt istiadat itu nddak boleh dilanggar.” 2. Latar : Taman Rumah Sore Hari- Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya di taman rumah dengan ditemani Simbok (pembantunya). Kartini :(Memegang buku – buku pelajaran) Mbok,kenapa aku nggak boleh melanjutkan sekolah? Bukankah sekolah itu penting untuk masa depan.” Simbok :(membelai sayang rambut Kartini) Bukan begitu Raden Ayu,Den Ayu itu toh anak perempuan tertua dalam keluarga bapak dan ibu, mereka hanya ingin memberikan yang terbaik untuk Den Ayu. 3. Latar : Kamar Tidur Usia 12 tahun Kartini sudah dipingit. Dalam masa pingitannya ini Kartini banyak menghabiskan waktunya untuk membaca. Kartini :(Membaca buku. Perlahan membuka lembaran – lembaran buku dan kertas lain satu – persatu kemudian menunduk) “Seandainya saja aku bisa sekolah pasti aka nada banyak ilmu yang bisa kudapat. 4. Latar : Ruang Tamu
- Pada 12 November 1903 saat usianya 24 tahun kartini kemudian dinikahkan dengan bupati Rembang K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Keinginan Kartini terus memperjuangkan pendidikan untuk kaum wanita tidak berhenti sampai disitu. Kartini meminta izin pada suaminya untuk membuka sekolah bagi kaum wanita. Dan suaminyapun mendukung. Suami Kartini : (Duduk Membaca Koran) Kartini : (Berdiri Disamping Suami) “Kalo aku buat sekolah wanita disini, menurut kang mas bagaimana?.” Suami Kartini : ( Masih Membaca Buku) “Yok wis, ra opo – opo. Itu keinginan yang bagus. Aku setuju – setuju saja.” 5. Latar : Rumah Kartini Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul keinginannya untuk memajukan wanitaIndonesia. Wanita tidak hanya didapur tetapi juga harus mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya - Akhirnya berkat kegigihan dan dukungan dari suaminya Kartini mendirikan sekolah wanita pada tahun 1912 di Semarang kemudian Surabaya, Yogyakarta, Malang,Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Kartini : (Memegang buku,mengajar dalam ruang kelas) “Bagaimana, sudah mengerti?.” Tuti : ( Mencoba memahami) “Sudah , Terima Kasih ya mba yu.” Dewi : ( Bangkit Berdiri) “Wis ,aku pulang dulu sudah sore.”
Kartini : “Iya Benar, Tuti Pimpin doa yo.” - Pada 13 September 1904 anak pertama Kartini dilahirkan anak itu diber nama R.M. Soesalit, namun sayang pada 17 September 1904 Kartini Wafat. Beberapa hari setelah melahiorkan anak pertamanya. Ia meninggal pada usia 25 Tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
- Akhirnya berkat kegigihan dan dukungan dari suaminya Kartini mendirikan sekolah wanita pada tahun 1912 di Semarang kemudianSurabaya, Yogyakarta, Malang,Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. 6. Latar : Ruang Tamu - Setelah Kartini Wafat, Mr.J.H Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat – surat yang ditulis oleh Kartini kepada kawan – kawannya di Eropa. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya". Mr.J.H Abendanon : (Membereskan kertas - kertas yang berserakan) “Semua ini adalah pengalaman berharga.” - Pada tahun 1922, Balai Pustakamenerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul yang diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang. Walaupun Kartini sudah meninggal namun perjuangannya untuk kaum wanita akan tetap terus berlanjut. Kartinilah yang membuat terjadinya perubahan pada kaum wanita saat ini. Emansipasi wanita telah terjadi. Perjuangan selanjutnya akan dilanjutkan oleh seluruh wanita Indonesiaselanjutnya. -Selamat Jalan Raden Ayu. Jasamu takkan dilupakan
2. Ayah Kartini : Bijaksana,Taat Pada Hukum Adat
(Raden Mas Adipati Ario) : (Ardi Atomo)
3. Ibu Kartini : Baik,Penyayang,Taat Pada Hukum Adat
(M.A. Ngasirah)
4. Simbok : Baik,Penyayang.
5. Suami Kartini : Pengertian, Penyayang.
(K.R.M. Adipati Ario S.D.A)
6. Mr.J.H Abendanon : Orang Belanda,Baik,Bijaksana.
7. Murid Kartini 1 : Wanita Pribumi
8. Murid Kartini 2 : Wanita Pribumi
Raden Ajeng Kartini
1. Latar : Ruang Tamu
- Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia anak salah seorang bangsawan yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena takut dianggap anak durhaka.
Ayah Kartini : (Bertolak Pinggang Marah)
“Kamu itu sudah waktunya untuk dipingit, kamu itu perempuan. Tidak harus sekolah tinggi – tinggipun tidak apa – apa.”
Kartini : (Menatap Ayah sedih )
“Tapi Romo. Aku ingin mempunyai banyak pengetahuan dan juga banyak teman apa itu salah!.”
Ibu Kartini :(Membelai rambut Kartini)
“Kanjeng Ibu mengerti maksud kamu Cah Ayu, tapi adapt istiadat itu nddak boleh dilanggar.”
2. Latar : Taman Rumah Sore Hari- Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya di taman rumah dengan ditemani Simbok (pembantunya).
Kartini :(Memegang buku – buku pelajaran)
Mbok,kenapa aku nggak boleh melanjutkan sekolah?
Bukankah sekolah itu penting untuk masa depan.”
Simbok :(membelai sayang rambut Kartini)
Bukan begitu Raden Ayu,Den Ayu itu toh anak perempuan tertua dalam keluarga bapak dan ibu, mereka hanya ingin memberikan yang terbaik untuk Den Ayu.
3. Latar : Kamar Tidur
Usia 12 tahun Kartini sudah dipingit. Dalam masa pingitannya ini Kartini banyak menghabiskan waktunya untuk membaca.
Kartini :(Membaca buku. Perlahan membuka lembaran – lembaran buku dan kertas lain satu – persatu kemudian menunduk)
“Seandainya saja aku bisa sekolah pasti aka nada banyak ilmu yang bisa kudapat.
4. Latar : Ruang Tamu
- Pada 12 November 1903 saat usianya 24 tahun kartini kemudian dinikahkan dengan bupati Rembang K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Keinginan Kartini terus memperjuangkan pendidikan untuk kaum wanita tidak berhenti sampai disitu. Kartini meminta izin pada suaminya untuk membuka sekolah bagi kaum wanita. Dan suaminyapun mendukung.
Suami Kartini : (Duduk Membaca Koran)
Kartini : (Berdiri Disamping Suami)
“Kalo aku buat sekolah wanita disini, menurut kang mas bagaimana?.”
Suami Kartini : ( Masih Membaca Buku)
“Yok wis, ra opo – opo. Itu keinginan yang bagus. Aku setuju – setuju saja.”
5. Latar : Rumah Kartini
Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul keinginannya untuk memajukan wanitaIndonesia. Wanita tidak hanya didapur tetapi juga harus mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya
- Akhirnya berkat kegigihan dan dukungan dari suaminya Kartini mendirikan sekolah wanita pada tahun 1912 di Semarang kemudian Surabaya, Yogyakarta, Malang,Madiun, Cirebon dan daerah lainnya.
Kartini : (Memegang buku,mengajar dalam ruang kelas)
“Bagaimana, sudah mengerti?.”
Tuti : ( Mencoba memahami)
“Sudah , Terima Kasih ya mba yu.”
Dewi : ( Bangkit Berdiri)
“Wis ,aku pulang dulu sudah sore.”
Kartini : “Iya Benar, Tuti Pimpin doa yo.”
- Pada 13 September 1904 anak pertama Kartini dilahirkan anak itu diber nama R.M. Soesalit, namun sayang pada 17 September 1904 Kartini Wafat. Beberapa hari setelah melahiorkan anak pertamanya. Ia meninggal pada usia 25 Tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
- Akhirnya berkat kegigihan dan dukungan dari suaminya Kartini mendirikan sekolah wanita pada tahun 1912 di Semarang kemudianSurabaya, Yogyakarta, Malang,Madiun, Cirebon dan daerah lainnya.
6. Latar : Ruang Tamu
- Setelah Kartini Wafat, Mr.J.H Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat – surat yang ditulis oleh Kartini kepada kawan – kawannya di Eropa. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya".
Mr.J.H Abendanon : (Membereskan kertas - kertas yang berserakan)
“Semua ini adalah pengalaman berharga.”
- Pada tahun 1922, Balai Pustakamenerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul yang diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang.
Walaupun Kartini sudah meninggal namun perjuangannya untuk kaum wanita akan tetap terus berlanjut. Kartinilah yang membuat terjadinya perubahan pada kaum wanita saat ini. Emansipasi wanita telah terjadi. Perjuangan selanjutnya akan dilanjutkan oleh seluruh wanita Indonesiaselanjutnya.
-Selamat Jalan Raden Ayu. Jasamu takkan dilupakan