YolandavirnaIbarat seorang ibu yang sedang mengandung, tentu perlu mempersiapkan kelahiran anaknya dengan sebaik-baiknya. Begitu juga degan sebuah sekolah yang akan menyambut kedatangan siswa baru, supaya anak-anak baru itu bisa masuk sekolah dengan gembira, optimis, tahu tentang apa yang harus dilakukan, tahu dan mau menjalankan proses belajar dan menerima kebijakan sekolah. Singkatnya siswa memiliki orientasi yang jelas tentang sekolah yang ia pilih. Untuk mencapai tujuan itu maka dilaksanakanlah Masa Orientasi Siswa (MOS). Tujuannya adalah untuk mengenalkan siswa baru dengan kondisi sekolah, setiap kegiatan yang ada di MOS diarahkan ke sana. Peran MOS sebagai pintu masuk di sebuah sekolah, maka MOS memiliki arti yang sangat penting. Mengingat langkan awal yang baik merupakan awal yang baik pula untuk kesuksesan di masa yang akan datang. Namun sungguh ironis jika kita membicarakan MOS pada saat ini. Entah berrmula sejak kapan? sampai kapan keadaan seperti ini akan berjalan? Bagaimana tidak? MOS yang tujuannya sebagai wahana mengenalkan para siswa dengan lingkungan baru, telah menjadi suatu ajang/lahan balas dendam. “Kalo aku dulu begini, maka mereka juga harus begini”!. Ungkapan itulah yang sering muncul.
Sebagai contoh MOS jadi ajang Perploncoan adalah: 1) Peserta harus mengenakan atribut yang aneh-aneh. Ini nggak relevan dengan dunia pendidikan. Pada dasarnya boleh mengenakan atribut, namun mok yao yang sesuai dengan dunia pendidikan. 2) Acara baris berbaris disiang hari waktu terik matahari berada tegak diatas kepala. Bukannya ini penyiksaan, sedangkan senior berada ditempat yang agak teduh. 3) Jika ada kesalahan dari peserta, senior membentak peserta dengan semaunya, ditamabh lagi hukuman fisik yang sangat menlelahkah, (push up, set up, lari keliling lapangan, dll). 4) Dll
Hendaknya MOS benar-benar menjadi masa membentuk karakter individu yang terintegrasi sejalan dengan visi dan misi sekolah. Ini bisa dilakukan mulai dengan latihan dan penanaman sikap disiplin diri, tanggung jawab, mengenali potensi diri dan menemukan motivasi diri dalam belajar, melatih kepekaan agama dan sosial. Jenis kegiatannya bisa berfariasi sesuai dengan kebutuhan sekolah.
Penamanan disiplin diri dilatih melalui ketetapan waktu. Pengenalan tata tertib sekolah untuk memberi gambaran yang jelas terhadap apa yang bisa dilakukan dan dikembangkan di sekolah dan apa yang mestinya dihindari. Di samping itu juga ditanamkan sikap tanggung jawab terhadap konsekwensi dari apa yang dilakukannya, maka kalau ada siswa yang melanggar kesepakatan diberi sanksi. Penjelasan tentang kurikulum sekolah juga harus dilakukan, agar siswa tahu apa yang harus dipelajari selama belajar di sekolah.
Siswa diajak untuk mengenali kemampuan dan mengembangkan diri diri khusunya dalam membongkar konsep-konsep negatif dan diganti dengan konsep dan pikiran yang psisitif tentang diri dan orang lain.
Menyadari kekuatan dan pikiran manusia dalam memotivasi untuk mencapai apa yang dipirkan. Siswa dilatih utuntuk selalu menggunakan bahasa yang positif tentang dirinya dan orang lain. Siswa diajak untuk menenal kemampuan otak kiri dan otak kanan dan mengembangkan otak kanan sehingga berimbang.
Untuk memotivasi siswa dan menanamkan rasa kebanggaan terhadap sekolah yang telah dipilihnya, bisa dilakukan dengan mrndatangkan kaka kelas atau alumni yang berprestasi baik di bidang akademik ataupun non akademik, untuk mensaringkan pengalaman perjuangan mereka, sehingga mendorong mereka untuk lebih berprestasi untuk masa depan. Akhirnya siswa diajak untuk memikirkan orang lain yang kekurangan dan membangun solidaritas dengan mereka.
Namun sungguh ironis jika kita membicarakan MOS pada saat ini. Entah berrmula sejak kapan? sampai kapan keadaan seperti ini akan berjalan? Bagaimana tidak? MOS yang tujuannya sebagai wahana mengenalkan para siswa dengan lingkungan baru, telah menjadi suatu ajang/lahan balas dendam. “Kalo aku dulu begini, maka mereka juga harus begini”!. Ungkapan itulah yang sering muncul.
Sebagai contoh MOS jadi ajang Perploncoan adalah: 1) Peserta harus mengenakan atribut yang aneh-aneh. Ini nggak relevan dengan dunia pendidikan. Pada dasarnya boleh mengenakan atribut, namun mok yao yang sesuai dengan dunia pendidikan. 2) Acara baris berbaris disiang hari waktu terik matahari berada tegak diatas kepala. Bukannya ini penyiksaan, sedangkan senior berada ditempat yang agak teduh. 3) Jika ada kesalahan dari peserta, senior membentak peserta dengan semaunya, ditamabh lagi hukuman fisik yang sangat menlelahkah, (push up, set up, lari keliling lapangan, dll). 4) Dll
Hendaknya MOS benar-benar menjadi masa membentuk karakter individu yang terintegrasi sejalan dengan visi dan misi sekolah. Ini bisa dilakukan mulai dengan latihan dan penanaman sikap disiplin diri, tanggung jawab, mengenali potensi diri dan menemukan motivasi diri dalam belajar, melatih kepekaan agama dan sosial. Jenis kegiatannya bisa berfariasi sesuai dengan kebutuhan sekolah.
Penamanan disiplin diri dilatih melalui ketetapan waktu. Pengenalan tata tertib sekolah untuk memberi gambaran yang jelas terhadap apa yang bisa dilakukan dan dikembangkan di sekolah dan apa yang mestinya dihindari. Di samping itu juga ditanamkan sikap tanggung jawab terhadap konsekwensi dari apa yang dilakukannya, maka kalau ada siswa yang melanggar kesepakatan diberi sanksi. Penjelasan tentang kurikulum sekolah juga harus dilakukan, agar siswa tahu apa yang harus dipelajari selama belajar di sekolah.
Siswa diajak untuk mengenali kemampuan dan mengembangkan diri diri khusunya dalam membongkar konsep-konsep negatif dan diganti dengan konsep dan pikiran yang psisitif tentang diri dan orang lain.
Menyadari kekuatan dan pikiran manusia dalam memotivasi untuk mencapai apa yang dipirkan. Siswa dilatih utuntuk selalu menggunakan bahasa yang positif tentang dirinya dan orang lain. Siswa diajak untuk menenal kemampuan otak kiri dan otak kanan dan mengembangkan otak kanan sehingga berimbang.
Untuk memotivasi siswa dan menanamkan rasa kebanggaan terhadap sekolah yang telah dipilihnya, bisa dilakukan dengan mrndatangkan kaka kelas atau alumni yang berprestasi baik di bidang akademik ataupun non akademik, untuk mensaringkan pengalaman perjuangan mereka, sehingga mendorong mereka untuk lebih berprestasi untuk masa depan. Akhirnya siswa diajak untuk memikirkan orang lain yang kekurangan dan membangun solidaritas dengan mereka.