Dalam kitab Raudhatut Thalibin, Imam Nawawi menyebutkan bahwa rukun akad ‘ariyah ada empat. Jika empat rukun ini terpenuhi, maka akad ‘ariyah dinilai sah. Sebaliknya, jika tidak terpenuhi, maka akadnya dinilai tidak sah.
Pertama, pemilik barang yang meminjami atau disebut dengan mu’ir.
Syarat bagi mu’ir adalah sebagai berikut;
1. Barang yang dipinjamkan milik sendiri ataupun barang tersebut menjadi tanggungjawabnya.
2. Berhak menggunakan barang tersebut tanpa ada yang menghalangi.
3. Tidak dalam tekanan atau terpaksa meminjamkan barangnya.
Kedua, orang yang meminjam barang atau disebut dengan musta’ir.
Syarat bagi musta’ir adalah sebagai berikut;
1. Mampu menggunakan atau mengambil manfaat dari barang yang dipinjam.
2. Mampu menjaga barang yang dipinjam dengan baik.
Ketiga, barang yang dipinjamkan atau disebut musta’ar.
Syarat bagi musta’ar adalah sebagai berikut;
1. Ada manfaatnya.
2. Bersifat tetap, tidak berkurang atau habis ketika diambil manfaatnya.
3. Manfaatnya tidak diharamkan oleh syariat.
Keempat, shighat atau ijab dan qabul dari mu’ir dan musta’ir.
Dikutip dari Bincang Syariah, contoh kalimat ijab dari mu’ir ialah; Saya meminjamkan barang ini kepadamu. Atau mustai’ir berkata kepada mu’ir; Saya ingin pinjam barang ini kepadamu.
Jika mu’ir menjawab ‘Iya,’ maka boleh dipinjam. Jika menjawab ‘Tidak’ atau tidak menjawab sama sekali, maka tidak boleh dipinjam.
Jawaban:
D. Batas Waktu Pemakaian
Penjelasan:
Dalam kitab Raudhatut Thalibin, Imam Nawawi menyebutkan bahwa rukun akad ‘ariyah ada empat. Jika empat rukun ini terpenuhi, maka akad ‘ariyah dinilai sah. Sebaliknya, jika tidak terpenuhi, maka akadnya dinilai tidak sah.
Pertama, pemilik barang yang meminjami atau disebut dengan mu’ir.
Syarat bagi mu’ir adalah sebagai berikut;
1. Barang yang dipinjamkan milik sendiri ataupun barang tersebut menjadi tanggungjawabnya.
2. Berhak menggunakan barang tersebut tanpa ada yang menghalangi.
3. Tidak dalam tekanan atau terpaksa meminjamkan barangnya.
Kedua, orang yang meminjam barang atau disebut dengan musta’ir.
Syarat bagi musta’ir adalah sebagai berikut;
1. Mampu menggunakan atau mengambil manfaat dari barang yang dipinjam.
2. Mampu menjaga barang yang dipinjam dengan baik.
Ketiga, barang yang dipinjamkan atau disebut musta’ar.
Syarat bagi musta’ar adalah sebagai berikut;
1. Ada manfaatnya.
2. Bersifat tetap, tidak berkurang atau habis ketika diambil manfaatnya.
3. Manfaatnya tidak diharamkan oleh syariat.
Keempat, shighat atau ijab dan qabul dari mu’ir dan musta’ir.
Dikutip dari Bincang Syariah, contoh kalimat ijab dari mu’ir ialah; Saya meminjamkan barang ini kepadamu. Atau mustai’ir berkata kepada mu’ir; Saya ingin pinjam barang ini kepadamu.
Jika mu’ir menjawab ‘Iya,’ maka boleh dipinjam. Jika menjawab ‘Tidak’ atau tidak menjawab sama sekali, maka tidak boleh dipinjam.
Semoga membantu:')