DaivyOlliffianaOtak Orang Indonesia Masih Mulus KONON otak orang Indonesia sangat digemari dan jadi rebutan di antara calon penerima donor otak manusia. Di bursa pasar gelap, harga otak manusia Indonesia dikabarkan paling tinggi. Setiap ada persediaan hampir bisa dipastikan langsung laku terjual. Orang-orang pun heran. Mengapa bukan otak orang Yahudi yang terkenal cerdas-cerdas itu yang diburu? Mengapa bukan otak orang-orang Jepang, yang tersohor memiliki kemampuan tinggi dalam bidang teknologi, yang diperebutkan? Atau, mengapa tidak otak orang Cina yang sudah dikenal luas lihai berbisnis? Mengapa justru otak orang Indonesia? Setelah dilakukan semacam penelitian, ternyata persepsi para penerima donor otak dalam menentukan pilihan bukan pada standar umum seperti asumsi di atas. Jawab mereka: “Habis, otak orang Indonesia rata-rata masih mulus. Soalnya jarang dipakai!”
1 votes Thanks 0
farahyumnaaUUD Pada suatu hari disuatu kelas disebuah sekolah menengah atas sedang dalam kegiatan belajar mengajar pelajaran PKn (Pendidikan Kewarganegaraan). Sang guru sedang menjelaskan tentang UUD 1945. Suasana kelas biasa saja seperti kelas pada umumnya. Saat sang guru mengatakan, “Kita sebagai masyarakat harus mentaati aturan-aturan dasar yang sudah ditentukan. Begitu pula dengan aparat negara, mereka malah harus benar-benar mentaati karena mereka adalah teladan. Kita semua adalah masyarakat yang harus mentaati UUD atau Undang-Undang Dasar. Mengerti anak-anak???”. Seketika para murid menjawab, “Mengerti, Pak!!”. Namun ada seorang murid yang mengacungkan tangan, kemudian sang guru bertanya, “Iya, Nak. Apa yang ingin kamu tanyakan???”. “Saya tidak ingin bertanya, Pak. Saya ingin menyanggah!”, dengan lantang si murid menjawab. “Apa yang ingin kamu sanggah?Bukannya sudah jelas ya?”. “Sudah jelas sih, Pak. Tapi penjelasan bapak kurang pas, nggak pas malah. Di jaman sekarang apa gampang melihat sebuah kejujuran? Susah, Pak. Pake banget. Jangankan rakyatnya, aparat aja minta sogokan. Apakan itu bisa dibilang menjalankan aturan Undang-Undang Dasar? Yang bener itu menjalankan aturan UUD, Ujung-Ujungnya Duit!”. Suasana kelas yang mulanya tenang dan penuh keseriusan seketika menjadi penuh tawa yang menggelora, sang guru kemudian bertanya heran dan penasaran pada si murid, “Kamu dapat jawaban dari mana?”. Dengan kepercayaan diri yang kuat dan ketegasannya si murid menjawab, “Fakta, Pak!”. Semua murid tertawa lepas mungkin terdengar hingga ruang kepala sekolah. Sang guru hanya bisa menggelengkan kepala karena tingkah salah satu muridnya itu. Kemudian keadaan kelas kembali kondusif dan kegiatan belajar mengajar pun dilanjutkan.
Pada suatu hari disuatu kelas disebuah sekolah menengah atas sedang dalam kegiatan belajar mengajar pelajaran PKn (Pendidikan Kewarganegaraan). Sang guru sedang menjelaskan tentang UUD 1945. Suasana kelas biasa saja seperti kelas pada umumnya.
Saat sang guru mengatakan, “Kita sebagai masyarakat harus mentaati aturan-aturan dasar yang sudah ditentukan. Begitu pula dengan aparat negara, mereka malah harus benar-benar mentaati karena mereka adalah teladan. Kita semua adalah masyarakat yang harus mentaati UUD atau Undang-Undang Dasar. Mengerti anak-anak???”. Seketika para murid menjawab, “Mengerti, Pak!!”. Namun ada seorang murid yang mengacungkan tangan, kemudian sang guru bertanya, “Iya, Nak. Apa yang ingin kamu tanyakan???”. “Saya tidak ingin bertanya, Pak. Saya ingin menyanggah!”, dengan lantang si murid menjawab. “Apa yang ingin kamu sanggah?Bukannya sudah jelas ya?”. “Sudah jelas sih, Pak. Tapi penjelasan bapak kurang pas, nggak pas malah. Di jaman sekarang apa gampang melihat sebuah kejujuran? Susah, Pak. Pake banget. Jangankan rakyatnya, aparat aja minta sogokan. Apakan itu bisa dibilang menjalankan aturan Undang-Undang Dasar? Yang bener itu menjalankan aturan UUD, Ujung-Ujungnya Duit!”.
Suasana kelas yang mulanya tenang dan penuh keseriusan seketika menjadi penuh tawa yang menggelora, sang guru kemudian bertanya heran dan penasaran pada si murid, “Kamu dapat jawaban dari mana?”. Dengan kepercayaan diri yang kuat dan ketegasannya si murid menjawab, “Fakta, Pak!”. Semua murid tertawa lepas mungkin terdengar hingga ruang kepala sekolah.
Sang guru hanya bisa menggelengkan kepala karena tingkah salah satu muridnya itu. Kemudian keadaan kelas kembali kondusif dan kegiatan belajar mengajar pun dilanjutkan.