Peristiwa sejarah Indonesia yang kerap disebut sebagai Pemberontakan PKI Madiun terjadi pada 18 September 1948. Peristiwa PKI Madiun melibatkan beberapa partai politik atau organisasi berhaluan kiri kontra pemerintahan Republik Indonesia (RI) Sukarno-Mohammad Hatta. Partai Komunis Indonesia (PKI) atau Front Demokrasi Rakyat (FDR), Partai Sosialis Indonesia (PSI), Partai Buruh Indonesia (PBI), Pemuda Rakyat, dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), berusaha merebut kekuasaan dikarenakan tidak puas dengan kebijakan pemerintah pusat. Kabinet Hatta I menerapkan kebijakan Rekonstruksi dan Rekonsiliasi (RERA) mulai 27 Februari 1948. Kebijakan RERA diterapkan setelah kabinet sebelumnya, yakni Kabinet Amir Sjarifuddin, dilengserkan karena dianggap merugikan Republik Indonesia pada Perjanjian Renville dengan Belanda. Kalangan kiri menganggap kebijakan tersebut merugikan karena mengurangi tingkat kekuatan militer Indonesia. Musso yang pada 10 Agustus baru datang ke Indonesia dari Soviet, mengajak FDR untuk bangkit bersama PKI yaitu menanamkan paham komunis di Indonesia. Kendati begitu, PKI di bawah kendali Musso yang terlibat dalam peristiwa ini disebut sebagai ilegal karena rencana pemberontakan di Madiun tidak disepakati oleh tokoh-tokoh sentral lainnya. Atas inisiatif Musso, digelarlah rapat di Yogyakarta yang menyerukan pergantian Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Front Persatuan. Tak hanya itu, tercetus pula gagasan kerja sama internasional, khususnya dengan Uni Soviet, untuk menghadapi Belanda.
Dengan demikian, alasan utama PKI melakukan pemberontakan di Madiun tahun 1948, yaitu ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Komunis.
Peristiwa sejarah Indonesia yang kerap disebut sebagai Pemberontakan PKI Madiun terjadi pada 18 September 1948. Peristiwa PKI Madiun melibatkan beberapa partai politik atau organisasi berhaluan kiri kontra pemerintahan Republik Indonesia (RI) Sukarno-Mohammad Hatta. Partai Komunis Indonesia (PKI) atau Front Demokrasi Rakyat (FDR), Partai Sosialis Indonesia (PSI), Partai Buruh Indonesia (PBI), Pemuda Rakyat, dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), berusaha merebut kekuasaan dikarenakan tidak puas dengan kebijakan pemerintah pusat. Kabinet Hatta I menerapkan kebijakan Rekonstruksi dan Rekonsiliasi (RERA) mulai 27 Februari 1948. Kebijakan RERA diterapkan setelah kabinet sebelumnya, yakni Kabinet Amir Sjarifuddin, dilengserkan karena dianggap merugikan Republik Indonesia pada Perjanjian Renville dengan Belanda. Kalangan kiri menganggap kebijakan tersebut merugikan karena mengurangi tingkat kekuatan militer Indonesia. Musso yang pada 10 Agustus baru datang ke Indonesia dari Soviet, mengajak FDR untuk bangkit bersama PKI yaitu menanamkan paham komunis di Indonesia. Kendati begitu, PKI di bawah kendali Musso yang terlibat dalam peristiwa ini disebut sebagai ilegal karena rencana pemberontakan di Madiun tidak disepakati oleh tokoh-tokoh sentral lainnya. Atas inisiatif Musso, digelarlah rapat di Yogyakarta yang menyerukan pergantian Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Front Persatuan. Tak hanya itu, tercetus pula gagasan kerja sama internasional, khususnya dengan Uni Soviet, untuk menghadapi Belanda.
Dengan demikian, alasan utama PKI melakukan pemberontakan di Madiun tahun 1948, yaitu ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Komunis.