upacara Baritan berarti "bubar rit-ritan" atau "bubar ngarit pari" (setelah selesai memanen padi). Upacara adat ini dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur dan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa atas keselamatan warga masyarakat serta berlimpahnya hasil panen tanpa gangguan hama tanaman. Selain itu juga sebagai rasa syukur karena hewan ternak atau "raja kaya" yang mereka pelihara sehat sehingga dapat mejadi aset kekayaan masyarakat desa yang sebagian besar adalah petani.
Prosesi upacara dipimpin oleh seorang "lawang" atau sesepuh desa dan dilaksanakan pada tanggal 1 Suro dalam sistem kalender Jawa yang biasanya jatuh setelah panen raya. Warga masyarakat berkumpul di suatu tempat dengan membawa bermacam "sesaji" dan "dadhung" (tali untuk mengikat hewan ternak). Sesaji atau "uborampe" yang dibawa meliputi; jenang sepuh, mule merti, longkong, sambung tuwuh nyiram tuwuh, gula gimbal, gula grising, brokohan, sekul suci nilam sari, krambil gundil, pisang raja setangkep, kembang bareh.
Setelah itu warga melakukan doa bersama dan diakhiri dengan "kembul bujana andrawina" (makan bersama). Dalam upacara tersebut juga dilakukan atraksi menari-nari dengan menggunakan "eblek" atau properti perwujudan hewan ternak baik berupa lembu, sapi, atau kambing yang biasanya terbuat dari iratan bambu. Aktivitas inilah yang mejadi cikal bakal kesenian tradisional Jaranan Turangga Yaksa yang dimulai sekitar tahun 1976 meskipun menurut warga masyarakat sekitar upacara Baritan telah dilaksanakan sekitar tahun 1920an.
Jawaban:
upacara Baritan berarti "bubar rit-ritan" atau "bubar ngarit pari" (setelah selesai memanen padi). Upacara adat ini dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur dan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa atas keselamatan warga masyarakat serta berlimpahnya hasil panen tanpa gangguan hama tanaman. Selain itu juga sebagai rasa syukur karena hewan ternak atau "raja kaya" yang mereka pelihara sehat sehingga dapat mejadi aset kekayaan masyarakat desa yang sebagian besar adalah petani.
Prosesi upacara dipimpin oleh seorang "lawang" atau sesepuh desa dan dilaksanakan pada tanggal 1 Suro dalam sistem kalender Jawa yang biasanya jatuh setelah panen raya. Warga masyarakat berkumpul di suatu tempat dengan membawa bermacam "sesaji" dan "dadhung" (tali untuk mengikat hewan ternak). Sesaji atau "uborampe" yang dibawa meliputi; jenang sepuh, mule merti, longkong, sambung tuwuh nyiram tuwuh, gula gimbal, gula grising, brokohan, sekul suci nilam sari, krambil gundil, pisang raja setangkep, kembang bareh.
Setelah itu warga melakukan doa bersama dan diakhiri dengan "kembul bujana andrawina" (makan bersama). Dalam upacara tersebut juga dilakukan atraksi menari-nari dengan menggunakan "eblek" atau properti perwujudan hewan ternak baik berupa lembu, sapi, atau kambing yang biasanya terbuat dari iratan bambu. Aktivitas inilah yang mejadi cikal bakal kesenian tradisional Jaranan Turangga Yaksa yang dimulai sekitar tahun 1976 meskipun menurut warga masyarakat sekitar upacara Baritan telah dilaksanakan sekitar tahun 1920an.
sc:google
maaf kalo salah