Pada jaman dahulu kala, di daerah Karangsambung, Kebumen, ada sebuah desa kecil yang unik. Desa itu wilayahnya berlokasi di hamparan tanah yang rata. Tidak ada gundukan berupa bukit ataupun gunung. Sepanjang mata memandang semuanya dataran yang rata.
Melihat situasi tersebut, para sesepuh desa merasa tidak puas. Mereka ingin wilayahnya memiliki bukit ataupun gunung tinggi yang gagah. Mereka lalu berdoa kepada para dewa dan memohon untuk dibuatkan sebuah gunung yang tinggi. Ternyata doa mereka di dengar oleh para dewa dan mereka setuju untuk membuatkan sebuah gunung di desa itu.
”Kami akan kerjakan besok malam. Namun syaratnya selama proses pembuatan gunung tersebut, tidak boleh ada seorangpun yang keluar rumah untuk menyaksikan pekerjaan kami,”ucap pimpinan para dewa memberi syarat. Para sesepuh desapun setuju dengan syarat tersebut.
Besoknya mereka langsung bergerak cepat mengumpulkan para warga untuk memberitahukan hal tersebut. Di lapangan desa yang luas mereka meminta agar warga desa tetap tinggal di rumah jika senja sudah mulai tiba dan tidak boleh keluar rumah sama sekali sampai matahari terbit keesokan harinya. Warga desapun dengan senang hati siap melaksanakan peraturan baru tersebut.Maka, ketika para dewa turun dari Kahyangan dan mulai bekerja, suasana desa sunyi senyap. Orang-orang baik laki-laki maupun perempuan, orang tua maupun anak-anak tinggal di dalam rumah yang terkunci rapat. Tidak ada yang berani keluar rumah. Semua patuh. Toh hanya semalam saja, tidak lebih begitu pikir mereka.
Namun sayangnya ketika pekerjaan membangun gunung sudah hampir selesai dan matahari sebentar lagi terbit, ternyata ada seorang gadis berjalan ke sungai disekitar gunung yang sedang dibuat oleh para dewa tersebut. Ia hendak mencuci beras untuk dimasak. Gadis itu rupanya tidak tahu ada pengumuman kemarin karena sedang pergi ke luar desa.
Ia terus berjalan menuju ke tepi sungai dan baru menyadari ada hal yang aneh di hadapannya. Meski pagi masih gelap dan tertutup kabut, namun ia tahu penglihatannya masih normal. Dihadapannya tampak orang-orang bertubuh tinggi besar tengah bekerja giat mengangkati bongkahan batu besar untuk menimbuni bukit yang semakin tinggi.
“Kenapa tiba-tiba ada bukit di sini, ya? Bukankah kemarin masih tanah lapang rata yang ditanami sayuran oleh para penduduk? Terus siapakah orang-orang asing itu?”gumamnya penuh tanya di hati. Disaat yang bersamaan ada seorang dewa yang memergokinya lalu menatap tajam ke arah gadis tersebut.
Hal itu membuat sang gadis menjerit ketakutan. Ia segera berlari ke rumahnya sambil berteriak-teriak meminta pertolongan. Beras yang ada didalam bakul yang ia bawa dilemparnya begitu saja. Konon, beras-beras tersebut lalu berubah menjadi batu-batu putih yang menyerupai beras.
Para dewa yang menyaksikan kehadiran seorang penduduk di tempat itu, tentu saja menjadi marah dan kecewa karena itu berarti perjanjian yang dibuat sebelumnya telah di langgar. Meski berat hati mereka terpaksa menghentikan pekerjaannya meskipun gunung yang sedang dibuat baru jadi separuhnya. Para dewa lalu terbang kembali ke kahyangan.Penduduk desa lalu menamai gunung yang belum jadi itu dengan nama “Gunung Wurung”. Hal itu karena “wurung” dalam bahasa Jawa berarti batal atau belum jadi.
Jawaban:
6).d.para dewa
7).c.Legenda
8).Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia.
9).karena,mereka mengetahui bahwa pekerjaan mereka disaksikan oleh manusia dan mereka marah karena penduduk kampung tersebut telah melanggar perjanjian mereka.
10).nilai-nilai moral yang terkandung :
– kepatuhan
– pemberani
– jujur
– adil
SEMOGAo(〃^▽^〃)oMEMBANTU
TOLONG JANGAN DI HAPUS....( ͡° ʖ̯ ͡°) /̵͇̿̿/'̿̿¯̿̿¯̿̿
ASAL-USUL BUKIT GUNUNG WURUNG
Pada jaman dahulu kala, di daerah Karangsambung, Kebumen, ada sebuah desa kecil yang unik. Desa itu wilayahnya berlokasi di hamparan tanah yang rata. Tidak ada gundukan berupa bukit ataupun gunung. Sepanjang mata memandang semuanya dataran yang rata.
Melihat situasi tersebut, para sesepuh desa merasa tidak puas. Mereka ingin wilayahnya memiliki bukit ataupun gunung tinggi yang gagah. Mereka lalu berdoa kepada para dewa dan memohon untuk dibuatkan sebuah gunung yang tinggi. Ternyata doa mereka di dengar oleh para dewa dan mereka setuju untuk membuatkan sebuah gunung di desa itu.
”Kami akan kerjakan besok malam. Namun syaratnya selama proses pembuatan gunung tersebut, tidak boleh ada seorangpun yang keluar rumah untuk menyaksikan pekerjaan kami,”ucap pimpinan para dewa memberi syarat. Para sesepuh desapun setuju dengan syarat tersebut.
Besoknya mereka langsung bergerak cepat mengumpulkan para warga untuk memberitahukan hal tersebut. Di lapangan desa yang luas mereka meminta agar warga desa tetap tinggal di rumah jika senja sudah mulai tiba dan tidak boleh keluar rumah sama sekali sampai matahari terbit keesokan harinya. Warga desapun dengan senang hati siap melaksanakan peraturan baru tersebut.Maka, ketika para dewa turun dari Kahyangan dan mulai bekerja, suasana desa sunyi senyap. Orang-orang baik laki-laki maupun perempuan, orang tua maupun anak-anak tinggal di dalam rumah yang terkunci rapat. Tidak ada yang berani keluar rumah. Semua patuh. Toh hanya semalam saja, tidak lebih begitu pikir mereka.
Namun sayangnya ketika pekerjaan membangun gunung sudah hampir selesai dan matahari sebentar lagi terbit, ternyata ada seorang gadis berjalan ke sungai disekitar gunung yang sedang dibuat oleh para dewa tersebut. Ia hendak mencuci beras untuk dimasak. Gadis itu rupanya tidak tahu ada pengumuman kemarin karena sedang pergi ke luar desa.
Ia terus berjalan menuju ke tepi sungai dan baru menyadari ada hal yang aneh di hadapannya. Meski pagi masih gelap dan tertutup kabut, namun ia tahu penglihatannya masih normal. Dihadapannya tampak orang-orang bertubuh tinggi besar tengah bekerja giat mengangkati bongkahan batu besar untuk menimbuni bukit yang semakin tinggi.
“Kenapa tiba-tiba ada bukit di sini, ya? Bukankah kemarin masih tanah lapang rata yang ditanami sayuran oleh para penduduk? Terus siapakah orang-orang asing itu?”gumamnya penuh tanya di hati. Disaat yang bersamaan ada seorang dewa yang memergokinya lalu menatap tajam ke arah gadis tersebut.
Hal itu membuat sang gadis menjerit ketakutan. Ia segera berlari ke rumahnya sambil berteriak-teriak meminta pertolongan. Beras yang ada didalam bakul yang ia bawa dilemparnya begitu saja. Konon, beras-beras tersebut lalu berubah menjadi batu-batu putih yang menyerupai beras.
Para dewa yang menyaksikan kehadiran seorang penduduk di tempat itu, tentu saja menjadi marah dan kecewa karena itu berarti perjanjian yang dibuat sebelumnya telah di langgar. Meski berat hati mereka terpaksa menghentikan pekerjaannya meskipun gunung yang sedang dibuat baru jadi separuhnya. Para dewa lalu terbang kembali ke kahyangan.Penduduk desa lalu menamai gunung yang belum jadi itu dengan nama “Gunung Wurung”. Hal itu karena “wurung” dalam bahasa Jawa berarti batal atau belum jadi.
Jawaban:
6).d.para dewa
7).c.Legenda
8).Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia.
9).karena,mereka mengetahui bahwa pekerjaan mereka disaksikan oleh manusia dan mereka marah karena penduduk kampung tersebut telah melanggar perjanjian mereka.
10).nilai-nilai moral yang terkandung :
– kepatuhan
– pemberani
– jujur
– adil
SEMOGAo(〃^▽^〃)oMEMBANTU
TOLONG JANGAN DI HAPUS....( ͡° ʖ̯ ͡°) /̵͇̿̿/'̿̿¯̿̿¯̿̿